Kalimat thayyibah “La ilaha illa Allah” seperti disebutkan pada pertanyaan adalah salah satu dari lima prinsip dasar agama Islam. Bahkan, itu merupakan rukun Islam yang pertama. Nabi Shallallahu `Alaihi wa Salam telah mengajarkan kita kalimat tersebut, demikian pula lima rukun Islam, dalam sabdanya,
“Islam dibangun di atas lima pondasi, yaitu: bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, membayar zakat, menunaikan haji ke Baitullah, dan berpuasa Ramadhan.”
Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari, Muslim, Nasa’i, dan Tirmidzi, dari Ibnu Umar radhiyallahu `anhuma. Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam juga bersabda,
“Aku diperintahkan untuk memerangi orang-orang hingga mereka mengucapkan ‘tiada tuhan selain Allah’. Apabila mereka telah mengucapkannya, maka darah dan harta mereka haram bagiku kecuali yang ditetapkan oleh syariat. Allah yang membuat perhitungan terhadap mereka.”
Hadis ini diriwayatkan oleh enam perawi kitab-kitab hadits (yaitu Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah).
Dalam hadits riwayat Ibnu Abbas radhiyallahu `anhuma, disebutkan bahwa ketika Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam mengutus Mu`adz ke Yaman, beliau bersabda kepadanya,
“Sesungguhnya kamu akan mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab. Hal pertama yang harus kamu serukan adalah persaksian bahwa tiada tuhan selain Allah.”
dalam riwayat lain,
“…sampai mereka mentauhidkan Allah. Jika itu telah mereka taati, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan shalat lima waktu dalam sehari semalam. Jika itu telah mereka patuhi, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan zakat yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan diberikan kepada orang-orang yang fakir. Jika itu telah mereka taati, maka hindarilah mengambil harta yang mereka sukai. Takutlah pada doa orang-orang yang teraniaya, karena sesungguhnya tidak ada tabir penghalang antara doanya dengan Allah.” (HR. Bukhari Muslim).
Allah Ta`ala telah memerintahkan kita agar menaati-Nya dan mematuhi Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam, melalui undang-undang syariat yang dibawanya, baik dalam Kitabullah (Alquran) maupun Sunah. Allah Ta`ala berfirman,
Katakanlah: “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir” (QS. Ali Imran : 32)
Allah juga berfirman,
“Barangsiapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah” (QS. An-Nisa’ : 80)
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah” (QS. Al-Hasyr : 7)
Umat Islam tidak diperbolehkan untuk menambah hukum, lafal, kalimat, atau apa pun pada Kitabullah atau Sunah Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam. Itu merupakan perbuatan bid’ah. Telah disebutkan bahwa Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda,
“Siapa pun yang membuat hal baru (dalam urusan agama) padahal bukan bagian dari agama kita, maka hal itu tertolak.”
Dalam riwayat lain,
“Siapa pun yang melakukan suatu perbuatan tidak berdasarkan agama kami, maka perbuatan tersebut tertolak.”
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.