Satu rakaat shalat berjemaah dihitung jika seseorang mendapati ruku bersama imam, berdasarkan hadis Abu Bakrah radhiyallahu `anhu bahwa Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam berkata kepadanya ketika dia membungkuk untuk mengikuti ruku imam saat masih berada di luar shaf shalat,
“Semoga Allah menambahkan semangatmu dan janganlah kamu ulangi lagi.”
Nabi tidak memerintahkannya untuk mengqadha (mengganti) rakaat tersebut meskipun dia tidak membaca surah Al-Fatihah. Ini juga berdasarkan pengertian umum dari sabda Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam,
“Barangsiapa mendapati satu rakaat (terakhir) dari shalat (bersama imam), maka dia mendapati shalat berjemaah.” (Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahih-nya).
Barangsiapa sempat mendapatkan ruku, maka dia mendapatkan satu rakaat. Namun, apabila seorang makmum masih memiliki kesempatan untuk membaca surah Al-Fatihah, maka dia wajib membacanya, berdasarkan sifat umum sabda Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam,
“Tidaklah sah shalat orang yang tidak membaca surah Al-Fatihah,” dan sabdanya,
“Apakah kalian membaca bacaan shalat di belakang imam kalian? Mereka menjawab, “Benar.” Lantas ia bersabda, “Janganlah kalian membaca bacaan shalat di belakang imam kecuali Al-Fatihah karena tidak sah shalat seseorang yang tidak membacanya.” (Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan lainnya dengan sanad sahih).
Maksud hadis tersebut adalah pada shalat-shalat Jahr (imam membaca dengan suara lantang, yaitu Subuh, Magrib, Isya, Tarawih, dan lain-lain).
Adapun pada shalat Sirr (imam membaca lirih), maka makmum disyariatkan untuk membaca Al-Fatihah dan surah-surah yang dia hafal pada rakaat pertama dan kedua.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.