Segala puji hanya milik Allah Tuhan semesta alam dan kesudahan yang baik bagi orang-orang yang bertakwa. Selawat dan salam semoga selalu tercurah kepada hamba, rasul, kekasih, dan hamba kepercayaan untuk menerima wahyu-Nya, hamba pilihan-Nya, nabi dan pemimpin kita, Muhammad bin Abdillah, keluarga, sahabat, dan orang yang mengikuti sunah dan petunjuknya hingga hari kiamat.
Amma ba’du:
Saya bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla yang telah memberikan anugerah-Nya bertatap muka dengan saudara-saudara sesama Muslim dan para pemuda yang dimuliakan Allah. Saya memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menjadikan pertemuan ini berkah, memperbaiki hati dan amal perbuatan kita semua, memberi kita pemahaman agama dan teguh di jalannya, memperbaiki kondisi kaum Muslimin di manapun mereka berada, menjadikan orang-orang terbaik dari mereka sebagai pemimpin mereka, dan memperbaiki para pemimpin mereka serta memperbanyak dai yang menyeru kepada petunjuk. Sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Maha Mulia.
Selanjutnya, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada para pengelola Universitas Ummul Qura dan lembaga pelatihan musim panas, khususnya Doktor Rasyid bin Rajih, direktur universitas, yang telah mengundang saya dalam pertemuan ini. Saya berdoa dengan perantara nama-nama-Nya yang baik dan sifat-sifat-Nya yang mulia agar memberi kita semua taufik untuk meraih kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Ikhwah fillah, Para pendengar yang mulia! Baru saja kita dengarkan salah seorang siswa membaca surah al-Hasyr. Beberapa ayat mulia yang kita dengarkan tadi mengandung banyak pelajaran. Allah Jalla wa ‘Ala berfirman,
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan. (QS. Al-Hasyr:18)
Sampai akhir surah. Telah diketahui bahwa Al-Qur’an dari awal hingga akhir mengandung pelajaran, dakwah kepada kebaikan, pengetahuan mengenai sebab-sebab keselamatan dan kebahagiaan, nasihat, dan targhib (kabar yang menyenangkan) serta tarhib (kabar yang menakutkan).
Oleh sebab itu, seyogyanya semua kaum Muslimin bersungguh-sungguh merenungkan, memahami, dan memperbanyak membacanya agar mengetahui hal-hal yang diperintahkan dan yang dilarang Allah sehingga orang yang beriman mengetahui hal-hal yang diperintahkan Allah dan mengamalkannya serta menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya.
Di dalam Al-Qur’an terdapat petunjuk, cahaya (kebenaran), dan ajakan kepada semua kebaikan dan peringatan terhadap semua keburukan. Al-Qur’an juga mengandung dakwah kepada akhlak yang mulia dan perbuatan-perbuatan yang baik dan peringatan terhadap akhlak yang tercela dan perbuatan-perbuatan yang jelek. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus. (QS. Al-Isra’:9)
Yakni, kepada jalan yang paling benar, paling lurus, dan paling baik. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
Katakanlah, “Alquran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. (QS. Fushshilat:44)
Allah Ta’ala berfirman,
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran. (QS. Shad:29)
Allah Ta’ala berfirman,
Dan Al-Qur`an ini diwahyukan kepadaku supaya dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur`an (kepadanya). (QS. al-An’am:19)
Dengan demikian, di dalam Al-Qur’an terdapat petunjuk, cahaya, nasihat, dan pelajaran.
Oleh karena itu, saya menasihatkan kepada diri saya pribadi, semua kaum Muslimin, dan orang yang mendengar langsung atau mendengar dari orang lain agar bersungguh-sungguh memperhatikan Al-Qur’an yang agung ini karena ia adalah Kitab yang paling mulia dan agung serta penutup semua Kitab yang diturunkan Allah kepada para rasul. Barangsiapa menadaburi dan memahaminya dengan niat mencari hidayah dan mengetahui kebenaran, niscaya Allah memberinya taufik dan petunjuk-Nya.
Kandungan Al-Qur’an yang paling urgen adalah penjelasan tentang hak Allah atas hamba-hamba-Nya dan penjelasan hal-hal yang bertentangan dengan hak tersebut. Inilah kandungan Al-Qur’an yang paling urgen, yaitu penjelasan mengenai hak Allah Subhanahu wa Ta’ala atas hamba-hamba-Nya seperti mentauhidkan-Nya, mengikhlaskan ibadah, dan mengesakan-Nya dalam beribadah dan penjelasan hal-hal yang bertentangan dengan hal tersebut, seperti syirik besar, dosa yang tidak diampuni, dan berbagai macam kekufuran dan kesesatan.
Kalaulah faedah dalam menadaburi Al-Qur’an yang mulia ini hanya untuk mengetahui kewajiban yang agung tersebut dan menadaburi apa yang Allah sebutkan dalam hal tersebut, niscaya hal itu merupakan kebaikan yang sangat agung dan anugerah yang sangat besar. Bagaimana tidak demikian sedangkan di dalamnya terdapat ajakan kepada semua kebaikan dan tarhib (ancaman) terhadap segala keburukan sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.
Selanjutnya, hendaknya kita bersungguh-sungguh memahami sunah karena ia adalah dasar hukum yang kedua atau wahyu yang kedua. Di dalamnya terdapat tafsir (penjelasan) atas Al-Qur’an dan petunjuk tentang firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang samar. Sunah merupakan penjelas Al-Qur’an sebagaimana firman Allah `Azza wa Jalla,
“Dan Kami turunkan kepadamu Alquran, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” (QS. an-Nahl:44)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman,
“Dan Kami tidak menurunkan kepadamu al-Kitab (al-Quran) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu” (QS. an-Nahl:64)
Al-Qur’an diturunkan untuk menyeru manusia kepada kebaikan, mengajarkan mereka kepada jalan yang selamat, dan mengingatkan mereka agar menjauhi jalan-jalan kebinasaan. Allah memerintahkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Aliahi wa Sallam agar menjelaskan Al-Qur’an kepada umatnya dan menjelaskan hal-hal yang samar bagi mereka. Oleh sebab itu, semenjak Rasulullah diutus hingga wafat senantiasa menyeru dan menjelaskan ajaran-ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an serta menyeru mereka agar menjauhi larangan-larangannya.
Rentang waktu sejak Nabi diutus hingga wafat adalah 23 tahun dan semuanya digunakan untuk berdakwah kepada tauhid, menjelaskan syariat Islam, dan targhib dan tarhib hingga Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wafat.
Ceramah saya pada malam ini seputar tema yang sangat agung dan urgen, yaitu tema akidah, yakni tema tauhid dan hal yang bertentangan dengannya.
Tauhid adalah perkara yang menjadi penyebab utama diutusnya para rasul, diturunkannya Kitab, dan diciptakannya jin dan manusia. Hukum-hukum yang lain tolok ukurnya adalah tauhid. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. adz-Dzariyat:56)
Maknanya, agar mereka mengkhususkan dan mengesakan Allah dalam beribadah. Mereka tidak diciptakan dengan sia-sia atau tanpa tujuan, tidak untuk sekedar makan dan minum, menempati istana atau tempat yang lain, mengarungi sungai, menanam pepohonan atau melaksanakan tugas-tugas dunia yang lain.
Namun, mereka diciptakan untuk menyembah Rabb mereka, mengagungkan-Nya, berpegang teguh kepada perintah-perintah-Nya, meninggalkan larangan-larangan-Nya, menaati batasan-batasan yang ditetapkan-Nya, dan hanya mengharap kepada-Nya serta menunjukkan mereka kepada hak-Nya.
Allah menciptakan segala jenis binatang untuk manusia agar membantunya dalam ketaataan kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kalian.” (QS. al-Baqarah:29)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman,
“Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya.” (QS. al-Jatsiyah:13)
Allah Azza wa Jalla yang menurunkan hujan, mengalirkan sungai-sungai, memudahkan berbagai sumber rezeki dan kenikmatan kepada hamba-Nya agar membantu mereka untuk taat kepada-Nya serta segala sesuatu yang dapat menjadi bekal hingga akhir hayat mereka supaya menjadi hujah dan mematahkan alasan. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus seorang rasul kepada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” (QS. an-Nahl:36)
Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman,
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah Aku oleh kamu sekalian”. (QS. al-Anbiya’:25)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu, “Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah Yang Maha Pemurah?””. (QS. az-Zukhruf:45)
Allah Jalla wa ‘Ala berfirman,
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia.” (QS. al-Isra’:23)
Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman dalam surah al-Fatihah,
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (QS. al-Fatihah:5)
Masih banyak lagi ayat yang menunjukkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan semua makhluk agar mereka hanya menyembah-Nya, memerintahkan mereka untuk menyembah-Nya, dan mengutus para rasul untuk menyeru dan menjelaskan kepada manusia agar menyembah kepada-Nya.
Oleh karena itu, para ulama sebagai penerus para rasul wajib menjelaskan kepada manusia perkara yang sangat agung tersebut (tauhid), menjadikannya sebagai harapan yang paling agung, dan memperhatikannya dengan sungguh-sungguh karena jika seseorang sudah masuk Islam, maka tauhid menjadi tolok ukur bagi amalan-amalan yang lain.
Jika tidak ada tauhid, maka perkataan dan perbuatan yang dilakukan hamba mukalaf tidak bermanfaat. Allah Ta’ala berfirman,
“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (QS. al-An’am:88)
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan , lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS. al-Furqan:23)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya amalmu akan terhapus dan kamu pasti akan termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. az-Zumar:65)
dan masih banyak lagi ayat lain.
Makna ini diperkuat oleh fakta bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menetap di Mekah selama sepuluh tahun dan hanya menyeru manusia kepada tauhid sebelum diperintahkan salat dan syariat yang lainnya. Semua dakwahnya tentang tauhid (mengesakan) Allah, meninggalkan syirik dan penyembahan terhadap berhala, dan menjelaskan bahwa semua jin dan manusia wajib: menyembah Allah semata dan meninggalkan kemusyrikan yang dilakukan nenek moyang mereka.
Oleh karena itu, Heraklius, Raja Romawi, bertanya kepada Abu Sufyan bin Harb pada masa genjatan senjata (perdamaian). Ketika itu Abu Sufyan termasuk salah satu utusan Quraisy dalam rangka berdagang di Palestina dan pada waktu yang bersamaan datanglah Heraklius ke al-Quds.
Lantas Heraklius diceritakan tentang mereka kemudian ia memerintahkan agar mereka dihadapkan kepadanya untuk ditanya tentang pengetahuan mereka mengenai kabar Nabi yang didengarnya.
Peristiwa itu terjadi pada waktu genjatan senjata yang dipelopori oleh Abu Sufyan bin Harb. Heraklius bertanya tentang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan pengakuannya bahwa dia adalah nabi.
Heraklius memanggil Abu Sufyan agar duduk di hadapannya dan para sahabatnya duduk di belakangnya lantas dia berkata kepada penerjemahnya: katakan kepada mereka, saya bertanya kepadanya (Abu Sufyan). Jika dia berdusta, hendaklah mereka mendustakannya.
Lantas dia bertanya tentang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan beberapa hal yang sangat masyhur di dalam kitab Shahih Bukhari dan lainnya. Di antara hal yang ditanyakannya adalah ajaran yang didakwahkan Nabi?
Mereka menjawab: dia menyeru agar kami menyembah Allah semata dan meninggalkan sesembahan nenek moyang kami dan memerintahkan kami untuk melaksanakan salat, jujur, bersilaturahmi, dan menjaga kehormatan.
Dia berkata kepada mereka: jika seperti yang kalian katakan, niscaya dia (Nabi) akan memperoleh kekuasaan hingga tempat kedua kaki saya berpijak saat ini. Benarlah apa yang dikatakan Heraclius karena Allah membuat kaum Muslimin dapat menaklukkan Syam dan mengusir Romawi dari sana dan Allah menolong Nabi-Nya dan para penolongnya.
Maksudnya, bahwa dasar ini (tauhid) merupakan perkara yang sangat agung. Namun, ketika manusia menganggapnya sebagai hal yang remeh kecuali yang dirahmati Allah, mereka terjerumus ke dalam perbuatan syirik besar. Mereka mengakui Islam dan dan mengingkari orang yang menyelisinya sementara mereka dalam kemusyrikan akibat kebodohan mereka terhadap dasar yang agung tersebut.
Mereka menjadikan banyak mayit sebagai tuhan yang mereka sembah selain Allah, melakukan tawaf di kuburannya, beristighasah kepada mereka, meminta kesembuhan penyakit dan memenuhi kebutuhan mereka, dan meminta kemenangan atas musuh-musuh mereka.
Mereka mengatakan bahwa semua itu tidak termasuk syirik, tetapi hanya menghormati orang-orang saleh, dan menjadikan mereka perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah. Mereka mengatakan bahwa manusia tidak mungkin menyembah Allah secara langsung, tetapi harus dengan perantara para wali, karena kedudukan mereka di sisi Allah seperti para menteri sebagaimana kedudukan para menteri di sisi para raja yang menjadi perantara bagi rakyat.
Dengan demikian, mereka menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya dan menyembah makhluk selain Allah. Semoga Allah memberikan keselamatan kepada kita.
Semua kemusyrikan yang terjadi ini akibat kebodohan dan minimnya pengetahuan tentang tauhid. Para penyembah al-Badawi (Tarekat sufi), penyembah syaikh Abdul Qadir, penyembah Husain, dan para penyembah manusia yang lain ditimpa musibah dari kemusyrikan tersebut. Mereka tidak tahu hakikat tauhid, tidak memahami dakwah para rasul, dan tidak mampu memahami masalah tauhid dengan benar. Mereka pun terjerumus dalam kemusyrikan dan menganggapnya hal yang baik, menjadikannya sebagai ajaran agama dan ibadah, dan mengingkari orang yang mengingkari mereka.
Anda dapati di sebagian besar negara sangat sedikit ulama yang memahami tauhid. Bahkan, Anda mendapati orang yang mampu menjelaskannya bisa dihitung dengan jari. Seseorang dianggap berilmu, padahal ia termasuk orang yang mengagungkan kuburan yang tidak disyariatkan Allah dan berdoa, meminta tolong, dan berdazar kepada mayit serta amalan-amalan yang lain.
Adapun ulama yang baik, ulama ahli sunah, dan ulama tauhid di negara manapun sangatlah sedikit.
Oleh karena itu, mahasiswa di Universitas ini dan semua mahasiswa di berbagai universitas Islam wajib bersungguh-sungguh memahami ajaran dasar ini (tauhid) dan benar-benar menerapkannya supaya menjadi dai-dai yang menyeru kepada petunjuk, pemberi kabar gembira dengan kebenaran, dan supaya menjadi hamba Allah yang mampu memahamkan manusia tentang kebenaran agama mereka sesuai dengan ajaran yang di bawa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para Rasul.
Ceramah yang saya sampaikan kepada kalian saat ini berkaitan dengan macam-macam tauhid dan macam-macam syirik. Tauhid berasal dari kata “wahhada yuwahhidu tauhiidan” yang berarti mengesakan Allah, yaitu menyakini bahwa Allah adalah satu dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam Rububiyah-Nya, nama-nama dan sifat-sifat-Nya, atau dalam uluhiyah dan beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dialah Maha Esa Jalla wa ‘Ala meskipun manusia tidak mengesakan-Nya.
Mengesakan Allah dalam beribadah dinamakan tauhid karena jika meyakini bahwa Allah itu satu, berarti seorang hamba telah mengesakan Allah Azza wa Jalla dan meyakini bahwa Allah itu satu lalu mengaplikasikannya dalam bentuk mengikhlaskan ibadah kepada-Nya, menyeru hanya kepada-Nya, meyakini bahwa Dia adalah Pengatur segala urusan dan Pencipta semua makhluk, Pemilik nama-nama yang baik dan sifat-sifat yang sempurna, dan Dialah, bukan selain-Nya, satu-satunya yang berhak diibadahi.