Jika sudah masuk waktu shalat di atas pesawat atau kapal laut, maka wajib bagi penumpang Muslim untuk mengerjakan shalat sesuai kondisi dan kemampuannya. Jika dia menemukan air, maka sebaiknya dia bersuci dengan air tersebut, namun bila dia tidak menemukan air atau ada air hanya saja dia tidak boleh menggunakannya, maka dia bertayamum jika dia menemukan debu atau sejenisnya.
Jika dia tidak mendapatkan air dan debu–atau pengganti debu, maka gugurlah kewajibannya. Dengan demikian, dia boleh mengerjakan shalat sesuai kondisi.
Ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (QS. At Taghaabun : 16)
Dia harus memulai shalatnya dengan menghadap kiblat, baru kemudian mengikuti kemana arah tujuan kendaraan tersebut dalam shalat fardu, sesuai kemampuannya.
Adapun untuk shalat sunah, maka dia dapat shalat ke arah mana pesawat itu menuju, karena Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam perjalanannya mengerjakan shalat sunah di atas hewan tunggangannya, dan menghadap ke arah mana ia berjalan.
Ada sebuah hadits dari Anas yang menunjukkan disyariatkannya menghadap kiblat saat ihram dan shalat sunah di perjalanan.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.