Seseorang melakukan perjalanan ke luar negeri dan telah menyelesaikan puasa di negaranya tiga puluh hari. Saat tiba di negara tujuan, dia mendapati orang-orang di sana masih berpuasa, maka dia pun berpuasa bersama mereka. Dia akhirnya berpuasa sebanyak tiga puluh satu hari. Pada tahun ini, dia tahu bahwa negara yang dikunjunginya itu memulai puasa pada hari Jumat, sedangkan di negaranya pada hari Rabu.
Apakah jika seseorang tadi telah menyelesaikan puasa di negaranya dan berbuka sebab telah melihat hilal, atau mencukupkan puasanya tiga puluh hari, namun ketika sampai di negara tujuan dia mengetahui bahwa penduduknya baru akan mengakhiri bulan Ramadhan dua hari setelah kedatangannya, apakah dia ikut berpuasa bersama mereka, dengan menambah dua hari dari puasa yang telah dia selesaikan? Ataukah dia tidak berpuasa lagi sebab bulan Ramadhan hanya tiga puluh hari dan tidak lebih dari itu? Saya memohon kepada Anda untuk mengeluarkan fatwa.
Orang yang telah menyempurnakan puasa satu bulan penuh ketika Ramadhan di negaranya dan sudah tidak berpuasa berdasarkan ketetapan syariat, kemudian melakukan perjalanan ke negara lain saat orang-orang di negara tujuannya itu masih berpuasa karena keterlambatan (perbedaan waktu) memulai bulan Ramadhan dalam pandangan mereka, maka orang tersebut tetap berbuka dan tidak ikut berpuasa dengan penduduk negara tersebut. Sebab, dalam hal ini dia mengikuti hukum negara asalnya di mana dia telah berhenti berpuasa sesuai hukum syariat. Namun, dia tidak boleh terang-terangan memperlihatkan diri tidak berpuasa agar tidak terjadi fitnah. Wallahu A`lam.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.