Jika maksud penanya tentang pertanyaan yang lebih utama adalah dia menikah dengan seorang perempuan dengan memberikan putrinya (kepada laki-laki) dengan cara barter antara dirinya dan laki-laki lain tersebut atau dia menikahi seorang perempuan dengan membayar sejumlah uang, maka keduanya tidak bisa diperbandingkan karena pernikahannya dengan seorang perempuan kemudian memberikan putrinya (kepada seorang laki-laki) dengan cara barter (saling bertukar) antara dirinya dengan laki-laki tersebut adalah haram.
Pernikahan tersebut adalah pernikahan syighar yang dilarang oleh Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam. Diriwayatkan oleh Nafi` dari Ibnu Umar Radhiyallahu `Anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda ,
“Melarang nikah Syighar.”
Nikah Syighar adalah seorang menikahkan anak perempuannya dengan lelaki lain dengan syarat lelaki tersebut harus menikahkan anak perempuannya dengannya dan tidak ada mahar antara keduanya. Muttafaqun `Alaih. Pernikahannya dengan membayar sejumlah uang adalah diperbolehkan. Dengan demikian, jelaslah bahwa perbandingan keutamaan antara yang diharamkan dan yang dibolehkan tersebut tidak pada tempatnya.
Namun, jika yang dimaksud penanya dengan perbandingan keutamaan adalah dia menikah dengan perempuan yang ingin ditukarnya dengan putrinya sebagai ganti uang atau dia menikah dengan perempuan lain dengan membayar uang, maka yang lebih hati-hati dan membebaskannya dari tanggungan (dosa) adalah dia menikah dengan perempuan lain.
Hal itu karena jika dia dengan uangnya menikahi perempuan yang walinya dia ingin nikahkan dengan putrinya, maka terkadang dia menggampangkan dalam mengambil mahar putrinya secara penuh, sebagai ganti penggampangan wali perempuan dalam mengambil mahar perempuan yang ada dalam perwaliannya (saudara perempuan) darinya secara penuh sehingga mereka terjerumus ke dalam syubhat (pernikahan yang mirip dengan) nikah syighar.
Ada hadis dari Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam bahwasanya ia bersabda,
“Sesungguhnya yang halal itu jelas, yang haram itu jelas, dan di antara keduanya ada perkara syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh kebanyakan masyarakat. Barangsiapa menjaga dirinya dari yang syubhat itu, berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia telah terjerumus ke dalam wilayah yang haram.”
Dan Nabi Muhammad Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda,
“Tinggalkanlah sesuatu yang meragukanmu kepada sesuatu yang tidak meragukanmu.”
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.