Jika wanita tersebut tidak mampu berpuasa karena sakit atau kondisi sakitnya berlanjut hingga meninggal dunia atau sudah sembuh tetapi tidak mampu mengqadha puasa yang dia tinggalkan karena uzur syar’i, maka dia tidak terkena kewajiban apapun.
Ahli warisnya juga tidak berkewajiban mengqadha puasa atau membayar fidiah karena dalam kondisi seperti itu dia tidak wajib berpuasa sehingga dia tidak memiliki tanggungan untuk berpuasa.
Adapun jika dia sudah sembuh dan mampu mengqadha puasa tetapi dia melalaikan dan meremehkan hingga meninggal sebelum mengqadha, maka keluarganya wajib mengqadha puasanya sejumlah hari yang dia tinggalkan. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,
“Barangsiapa meninggal dunia dan masih memiliki tanggungan puasa, maka walinya wajib mengqadha puasanya.” Hadis ini kesahihannya disepakati.
Yang dimaksud walinya adalah keluarga dekatnya. Jika tidak ada seorang pun dari keluarganya yang berpuasa untuknya, maka harta peninggalannya harus dipakai untuk memberi makan satu orang miskin setiap hari puasanya, yaitu setengah sha’ bahan makanan penduduk setempat.
Bahwa wanita tersebut mengeluarkan sedekah harta atau berniat memberikan karpet kepada masjid semasa hidupnya tidak bisa dianggap sebagai ganti mengqadha puasa yang dia tinggalkan atau tidak bisa dianggap sebagai ganti fidiah memberi makan yang wajib dilakukannya jika tidak ada seorang pun dari keluarganya yang rela berpuasa untuknya.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.