Pertama, para dai harus mengedepankan perkara-perkara yang paling penting dalam dakwah kepada Allah, sebagai implementasi dari sabda Nabi Muhammad `Alaihis Shalatu was Salam kepada Mu`adz ketika beliau mengutusnya ke Yaman
“Sesungguhnya kamu akan mendatangi suatu kaum dari ahlulkitab. Oleh karena itu, hendaklah pertama kali yang kamu sampaikan kepada mereka adalah bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Jika mereka mematuhi apa yang kamu dakwahkan, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan shalat lima waktu dalam sehari semalam. Jika mereka mematuhi apa yang kamu sampaikan, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan zakat yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan diberikan kepada orang-orang yang fakir” (Muttafaq ‘Alaih)
Mereka tidak perlu menyibukkan diri dengan perdebatan seputar masalah furu` dan perkara sunah, sebagaimana disebutkan pada pertanyaan di atas. Hal ini karena masalahnya cukup mudah, mengingat perkara tersebut adalah masih dalam koridor obyek untuk berpendapat dan berijtihad.
Para dai di tengah-tengah masyarakat seyogyanya menjelaskan kepada mereka hukum-hukum syariat, baik wajib, sunah, haram, makruh maupun mubah. Tidak masalah bagi mereka jika ada sebagian orang yang berbeda pendapat dalam masalah itu selagi mereka menggunakan dalil Alquran dan Sunah.
Kedua, masing-masing mereka harus menerapkan sunah bagi dirinya sendiri semampunya dan menjadi contoh dalam perbuatan, ibadah, interaksi, dan tingkah lakunya, yang akan memberikan gambaran kepada orang-orang tentang sosok seorang muslim yang taat dan berdakwah di jalan Allah dengan perkataan dan perbuatannya, baik dalam masalah pokok agama maupun masalah furu`nya.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.