Apabila keadaannya seperti yang disebutkan, bahwa orang yang bertanya tersebut menikahkan putrinya dengan lelaki yang pada awalnya tidak diketahui karakternya, kemudian baru diketahui ternyata dia minum khamr dan tidak menghiraukan hukum-hukum syariat, maka ada dua kondisi yang tidak terlepas dari lelaki itu, yaitu:
Pertama, kemungkinan dia tidak menghiraukan hukum-hukum syariat karena meremehkan dan tidak mengimani kewajibannya. Dengan demikian, dia adalah kafir kita berlindung kepada Allah akan hal itu. Oleh karena itu, akad nikah dengan istrinya dibatalkan karena kekafiran dan kemurtadannya, yang dibatalkan melalui jalur hakim agama.
Kedua, bisa jadi dia meminum khamr dan tidak menghiraukan hukum-hukum syariat karena sikap menganggap enteng, namun dia tetap mengimani kewajibannya. Dengan demikian, dia dihukumi fasik, tetapi tidak membuatnya keluar dari agama Islam karena kefasikannya itu. Kefasikan termasuk aib syar`i (cacat yang secara syariat dapat dijadikan sebab) bagi seorang wanita untuk menuntut pembatalan pernikahan dari suaminya jika terbukti fasik dan terus menerus melakukannya. Tuntutan pembatalan cerai itu juga dilakukan melalui jalur hakim agama.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.