Pertama, riba itu diharamkan di setiap transaksi, dan dalam bentuk apapun kepada pemilik modal dan orang yang meminjam dengan sistem bunga baik peminjam tersebut orang miskin maupun orang kaya, dan keduanya sama-sama berdosa.
Bahkan mereka berdua dan orang yang membantu mereka berdua dalam transaksi tersebut akan dilaknat, seperti pencatat dan saksinya, berdasarkan sifat umum ayat-ayat dan hadits-hadits yang menunjukkan haramnya riba, Allah Ta’ala berfirman
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila . Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.(275) Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa.” (QS. Al-Baqarah : 275-276)
Diriwayatkan oleh `Ubadah bin ash-Shamit radhiyallahu `anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bahwasanya beliau bersabda,
“Transaksi emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jelai dengan jelai, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama sebanding dan serah terimanya secara langsung. Barangsiapa menambah atau meminta tambahan maka dia telah melakukan riba.”
Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahihnya. Juga diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu `anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Janganlah kalian menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain. Janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain. Dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Ahmad dan Bukhari meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Transaksi emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jelai dengan jelai, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama sebanding dan serah terimanya secara langsung. Barangsiapa menambah atau meminta tambahan maka dia telah melakukan riba, orang yang mengambil dan yang memberi hukumnya sama.”
Dan juga diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu `anhuma bahwasannya dia berkata,
“Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam melaknat orang yang memakan harta riba, orang yang menyebabkannya berbuat riba, penulis, dan kedua saksinya. Beliau bersabda: “Mereka semua sama”.” (HR. Muslim)
Adapun kertas cek saat sekarang ini kedudukannya sama dengan emas dan perak sebagai nilai tukar, sehingga hukum kedua masalah tersebut adalah sama. Maka wajib bagi seorang Muslim mencukupkan dirinya terhadap apa yang Allah halalkan dan menjauhi apa yang diharamkan-Nya.
Allah telah melapangkan pintu-pintu usaha dalam kehidupan untuk mencari rezeki, sehingga orang miskin bisa bekerja sebagai buruh atau memperdagangkan perniagaan orang lain dengan sistem mudharabah dengan pembagian hasil setengah dari keuntungan dan semisalnya.
Bukan persentase dari jumlah pinjaman, juga bukan dengan dirham yang jelas keuntungannya. Barangsiapa yang tidak mendapatkan pekerjaan dengan kefakirannya, maka hendaklah masalah mereka diselesaikan dengan harta zakat atau dana jaminan kesejahteraan masyarakat.
Kedua, seorang Muslim baik miskin maupun kaya tidak boleh meminjam dari bank atau tempat lain yang memakai sistem bunga 5 % ,15% atau lebih banyak atau kurang dari itu, karena ini termasuk riba, dan riba termasuk dosa besar.
Allah telah melapangkan berbagai macam cara mencari rezeki yang halal selain riba sebagaimana hal tersebut, yaitu dengan bekerja sebagai buruh perusahaan, bekerja sebagi pegawai negeri, atau memperdagangkan barang perniagaan orang lain dengan cara mudharabah dengan pembagian keuntungan sesuai kesepakatan.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.