Istri saya tidak mampu berpuasa Ramadhan pada tahun 1401 H karena sakit yang disebabkan pendarahan pada rahimnya. Dia tidak mampu meng-qadha puasa sampai tiba Ramadhan tahun 1402 H karena masih dalam proses penyembuhan. Pada akhirnya, pendarahan tersebut berhenti --Alhamdulillah. Oleh karena itu, kami mohon kepada Anda untuk memberikan fatwa, apakah dia wajib meng-qadha atau membayar fidyah sekalipun dia telah selesai menunaikan puasa tahun 1402 H?
Dia wajib meng-qadha semua puasa yang ditinggalkannya pada Ramadhan tahun 1401 H, walaupun telah menunaikan puasa Ramadhan tahun 1402 H. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. An-Naml : 29-31)
Dan kewajiban puasanya tidak gugur dengan membayar fidyah.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.