Atas dasar kepercayaan kami kepada ilmu dan ketakwaan Anda -kami tidak bermaksud memuji seorangpun di hadapan Allah- saya tujukan permohonan kepada Anda agar memberi fatwa penting bagi setiap Muslim, khususnya kaum Muslimin yang ada di negara kami di Eropa. Permohonan ini kami ajukan setelah berusaha mempelajari permasalahan tersebut dari berbagai macam buku fikih, dan mengikuti berbagai macam seminar Islam. Dari berbagai usaha tersebut akhirnya saya dan anggota yayasan sosial kami, dapat menyimpukan dua pendapat dalam masalah ini: yaitu masalah bunga bank, apakah termasuk riba -naudzu billah- atau tidak?
Pendapat pertama mengatakan: bunga bank adalah haram baik sedikit maupun banyak dan hendaklah setiap orang Islam tidak menganggapnya sebagai hal yang dihalalkan, khususnya yayasan sosial. Hal itu berdasarkan fatwa beberapa ulama besar pada setiap seminar Islam. Meskipun dalam masalah ini terdapat beberapa hal yang kurang jelas, akan tetapi yang lebih selamat adalah menjauhi bunga bank tersebut. Berdasarkan hadis Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam tentang riba, beliau bersabda,
إن الحلال بين والحرام بين، وبينهما أمور مشتبهات لا يعلمهن كثير من الناس
"Sesungguhnya yang halal itu jelas, dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya adalah hal-hal syubhat yang tidak diketahui oleh banyak manusia" ..Sampai akhir hadis.
Seharusnya pinjaman itu dikembalikan tanpa tambahan atau pengurangan, jika barang tersebut berdasarkan jumlah maka dikembalikan sesuai jumlahnya, jika berdasarkan timbangan harus dikembalikan sesuai timbangannya dan jika berdasarkan takaran maka harus dikembalikan sesuai takarannya.
Pendapat kedua: bunga tersebut sebagai imbalan jasa atas pemeliharaan dari berkurangnya harta kaum Muslimin yang terjadi akibat meningkatnya nilai kurs. Karena itulah maka kekurangan tersebut harus ada gantinya yaitu dengan cara investasi, sedangkan cara tersebut sekarang tidak mudah, karena kita bukan lembaga khusus keuangan. Atau harta tersebut disimpan di salah satu bank dengan bunga lebih sedikit dari kenaikan nilai kurs, untuk mengganti kerugian tersebut walaupun itu hanya sebagian saja.
Contohnya sebagai berikut: jika Zaid meminjam kepada Ahmad beberapa kilo kurma, ketika itu harganya 100 riyal, ketika tiba waktu mengembalikan Zaid tidak memiliki kurma. Lalu dia ingin membayar dengan harganya, Ahmad menerima hal itu. Ketika mereka bertanya di pasar, harga kurma mencapai 150 riyal, dan mereka berdua mengetahui bahwa saat meminjam harga kurma hanya 100 riyal.
Maka apakah Ahmad harus menerima 150 riyal, atau 100 riyal? Sesungguhnya uang pada awal datangnya Islam adalah emas dan perak, setiap pecahan uang tersebut memiliki berat yang berbeda. Pada dasarnya mata uang tersebut merupakan barang perniagaan, yang memiliki nilai dan mengalami kenaikan dan penurunan berdasarkan naik dan turunnya harga. Berbeda dengan uang kertas, dia hanya potongan kertas yang tidak memiliki nilai.
Demikian secara singkat penjelasan kedua pendapat dari hasil penetitian tentang pembahasan masalah tersebut. Akan tetapi sangat disayangkan mereka belum sampai pada kesimpulan hukum Islam masalah bunga bank, karena tidak mendapatkan sumber hukum baik itu fatwa dalam seminar maupun pendapat ulama yang mengatakan haramnya bunga bank. Juga tidak seorangpun dari mereka yang menjelaskan masalah kenaikan kurs mata uang dan hukum Islam dalam masalah ini. Hal itulah yang menyebabkan kedua kelompok tersebut berpegang pada pendapat masing-masing.
Oleh karena itu kami akan memaparkan kedua masalah ini kepada yayasan pusat pada bulan Maret mendatang, sehingga diputuskan setelah pemungutan suara yang mengharuskan untuk bertindak dalam masalah ini. Walaupun dengan kepercayaan kami bahwa pungutan suara bukan termasuk dalam Islam, selama masih ada ulama yang mampu berfatwa.
Karena itulah saya mohon dengan hormat agar Anda mengirim fatwa selambat-lambatnya akhir bulan Februari, karena berpegang kepada fatwa adalah sangat penting. Kami mohon Anda menjelaskan pendapat Islam tentang masalah tersebut dan selanjutnya kami akan menjelaskan kepada anggota yayasan dan kaum Muslimin secara umum, karena setiap orang Islam pasti menghadapi masalah ini, khususnya di negara Barat. Dan juga agar keputusan yayasan pusat sesuai dengan apa yang dicintai dan diridai Allah. Semoga Allah membalas Anda dengan balasan yang lebih baik atas amalan kami dan kaum Muslimin seluruhnya.
Pertama, menurut pendapat yang benar masalah transaksi barang-barang yang berlaku hukum riba adalah diharuskan barangnya sejenis dan serah terima di tempat transaksi, jika barang tersebut sejenis. Adapun jika tidak sejenis maka boleh menjual barang dengan barang lain dengan ukuran yang berbeda, dengan syarat harus ada serah terima di tempat transaksi, kecuali jika salah satu dari barang-barang tersebut adalah emas, perak dan barang lain yang dipakai untuk alat transaksi seperti mata uang serta barang-barang lain yang semisalnya. Maka boleh mengakhirkan pembayarannya, sebagaimana dalam transaksi salam dan jual beli dengan tenggang waktu. Dengan demikian jika terdapat penambahan salah satu barang dagangan termasuk riba fadl jika barang tersebut sejenis.
Kedua, Allah tidak memaksa kita untuk mengembangkan dan menjaga harta agar tidak berkurang dengan menaruhnya di bank misalnya, untuk mengambil bunganya yang berupa riba. Juga tidak membatasi cara untuk mencari rezeki yang halal, sehingga kita harus bermuamalah dengan cara riba. Allah memerintahkan kita untuk mengembangkan harta dengan cara perdagangan, pertanian, perindustrian, atau dengan cara lain untuk mengembangkan harta.
Juga menjelaskan kepada kita cara yang halal dan yang haram. Barangsiapa yang mampu terjun secara langsung untuk mencari rezeki yang halal hendaklah ia melakukannya. Dan barangsiapa yang tidak mampu hendaklah ia memberikan hartanya kepada orang yang bisa dipercaya dan memiliki keahlian mengembangkan harta agar bekerja untuknya dengan pembagian hasil yang jelas.
Cara seperti itu dinamakan: Mudharabah, muzara`ah dan musaqat, sesuai dengan jenis pekerjaannya. Cara-cara tersebut dan yang lainnya termasuk usaha untuk mendapatkan rezeki yang halal dan menjaga agar harta tidak berkurang dengan izin Allah, dengan pembagian yang seimbang antara kerugian dan keuntungan. Dengan demikian, klaim pendapat kedua bahwa tidak ada cara lain untuk menjaga agar harta tidak berkurang kecuali dengan menaruhnya di bank yang melakukan transaksi riba, itu tidak benar.
Berdasarkan hal itu, jika seseorang meminjam maka ia harus mengembalikan pinjaman dengan barang yang sama jenis dan nilainya, itulah yang sesuai dengan keadilan. Jika terjadi kenaikan nilai atau berkurang maka manfaat dan kerugiannya kembali kepada kedua belah pihak. Berubahnya harga menjadi bertambah atau berkurang juga terjadi pada zaman Nabi Shallallahu `Alahi wa Sallam, tetapi hal itu tidak mengubah kaidah syariat yang diberlakukan untuk kaum Muslimin, agar tetap berpegang teguh pada kaedah tersebut dalam bermuamalah.
Dan hendaklah peminjam mengembalikan pinjaman sesuai nilainya pada waktu yang ditentukan, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu `anhu bahwasannya dia berkata,
كنا نبيع الإبل بالدنانير، ونأخذ الدراهم ونبيع بالدراهم، ونأخذ الدنانير، فقال النبي صلى الله عليه وسلم: لا بأس أن تأخذها بسعر يومها ما لم تفترقا وبينكما شيء
“Dulu kami menjual unta dengan dinar dan kami mengambil dirham. Dan terkadang kami menjual dengan dirham dan mengambil dinar. Lantas Nabi shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: “Tidak apa-apa kamu mengambil sesuai harganya di hari itu selagi kalian berdua belum berpisah dan masing-masing telah memegang barangnya (kontan).” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.