Ia tidak boleh menikah dengan lelaki lain karena ia masih berada dalam ikatan pernikahan dengan suaminya. Jika suaminya menalaknya atau meninggal dunia lalu ia menyelesaikan masa iddahnya maka ia boleh menikah dengan lelaki lain. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala yang menjelaskan orang-orang yang haram dinikahi,
“Diharamkan bagimu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan” (QS. An-Nisaa’: 23)
Sampai dengan firman-Nya,
“Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya untukmu. Dan dihalalkan bagimu selain yang demikian.” (QS. Nama Surat: 123)
Yang dimaksud dengan al-muhshanaat dalam ayat ini adalah para wanita yang telah menikah. Allah juga berfirman,
“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber`iddah) empat bulan sepuluh hari” (QS. Al-Baqarah: 234)
Dan firman-Nya,
“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) `idahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu `idah itu” (QS. At-Thalaaq: 1)
Hingga firman-Nya,
“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu.” (QS. At-Thalaaq: 6)
Begitu pula hadist-hadist sahih yang menjelaskan dan menerangkan masalah ini. Menceraikan isteri harus berdasarkan persetujuan suaminya. Jika tidak maka diputuskan melalui jalur pengadilan agama.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.