Pertama, seorang lelaki boleh menjadikan pengajaran sebagian Al-Quran kepada seorang perempuan sebagai mahar jika dia tidak mempunyai harta ketika akad nikah. Ini berdasarkan hadits yang terdapat dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, dari Sahl bin Sa’d radhiyallahu `anhu,
“Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam didatangi oleh seorang wanita seraya berkata, “Sesungguhnya aku menawarkan diriku untuk engkau nikahi.” Wanita tersebut berdiri dalam waktu sangat lama. Kemudian ada seorang lelaki (dari kalangan sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, nikahkanlah aku dengan wanita tersebut jika engkau tidak menginginkannya.” Beliau bertanya, “Apakah kamu mempunyai mahar untuknya?” Dia menjawab, “Aku tidak mempunyai apa-apa melainkan sarungku ini.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata, “Jika kamu memberikan sarungmu ini, maka kamu akan duduk dengan tanpa sarung. Carilah sesuatu untuk dijadikan mahar!” Dia menjawab, “Saya tidak mendapati apa-apa”. Beliau bersabda, “Carilah meskipun hanya sebuah cincin dari besi.” Dia pun mencari tetapi tetap tidak mendapatkan apa pun. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Aku menikahkanmu dengan wanita tersebut dengan mahar hafalan Al-Quran yang kamu miliki.” (Muttafaq ‘Alaih)
Memberikan mushaf sebagai mahar juga dibolehkan, karena menurut pendapat yang terkuat, mushaf boleh dijualbelikan.
Kedua, Apabila terjadi perceraian sebelum suami melunasi mahar yang telah dia tentukan ketika akad, maka istri boleh meminta setengah dari mahar tersebut apabila perceraian itu terjadi sebelum dia digauli. Namun jika sudah digauli, maka dia mendapatkan seluruh mahar. Kecuali jika istri membolehkan mahar untuk tidak dibayarkan, baik dia sudah digauli atau belum, atau mereka sepakat untuk menggantikannya dengan benda lain yang dibolehkan.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.