Pertama, agama yang diakui di sisi Allah adalah agama Islam. Sementara itu, hukum dibangun berdasarkan Al-Quran dan Sunnah serta hal-hal lain yang merupakan cabang dari keduanya. Para imam empat mazhab yang terkenal dan para mujtahid di kalangan kaum Muslimin, bertugas menyimpulkan hukum-hukum dari dalil-dalil tersebut sesuai dengan pengetahuan dan pemahaman mereka terhadap agama ini.
Pendapat masing-masing mereka terkait dengan hukum-hukum ini boleh diamalkan jika benar, dan boleh ditolak jika salah. Dasar untuk menentukan hal ini serta yang menjelaskan mana yang benar dan yang salah adalah Al-Quran, Sunnah dan dalil-dalil yang benar yang kembali kepada keduanya.
Kedua, Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam telah mensyariatkan bacaan “amin” setelah membaca al-Fatihah di dalam shalat dengan sabda dan perbuatan beliau. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda
” Jika imam mengucapkan amin, maka ucapkanlah amin, karena sesungguhnya orang yang ucapan aminnya berbarengan dengan ucapan amin para malaikat, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni”
Juga sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi dari Wa’il bin Hujr Radhiyallahu `Anhu
“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam setelah membaca dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. maka beliau mengucapkan “amin” dengan suara yang keras.”
Dan ini diamalkan oleh jumhur ulama, termasuk mazhab Hanafi, akan tetapi dalam mazhab Hanafi lafal “amin” tidak diucapkan dengan keras. Dan hadits ini menjadi hujjah atas mereka dalam mengucapkan “amin” dengan keras dalam shalat-shalat jahriyah (yang bacaannya dibaca dengan nyaring).
Ketiga, menunaikan shalat fardhu 5 waktu secara berjamaah merupakan kewajiban berdasarkan pendapat yang benar. Melaksanakannya secara berjamaah tidak tergantung pada izin dari seorang manusia, baik itu seorang Makrami ataupun yang lainnya.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.