Secara hukum asal, zakat dikeluarkan dari harta yang dizakati itu sendiri. Zakat uang adalah uang itu sendiri, zakat hewan ternak adalah ternak itu sendiri dan zakat barang niaga adalah barang itu sendiri.
Tetapi, boleh mengeluarkan zakat dalam bentuk uang jika terdapat kemaslahatan bagi fakir miskin, seperti mengeluarkan zakat emas dalam bentuk uang senilai dengannya sesuai harga waktu sempurnanya hitungan haul (satu tahun), karena itu lebih bermanfaat bagi fakir miskin. Majelis fatwa telah mengeluarkan fatwa mengenai masalah ini. Berikut isi fatwa tersebut:
Keputusan nomor (98) tanggal 6 / 11 / 1402 H.
Segala puji hanya bagi Allah. Shalawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada nabi kita, Muhammad, para keluarga dan sahabatnya. Amma ba’du.
Majelis Dewan Ulama Senior dalam pertemuannya kedua puluh yang dilaksanakan di kota Tha’if antara tanggal 24 / 10 / 1402 H hingga 7 / 11 / 1402 H telah mengkaji surat yang mulia wakil Perdana Menteri nomor 22848 tanggal 27 / 9 / 1402 H yang meminta penjelasan syariat mengenai hukum mengeluarkan zakat biji-bijian dan buah-buahan dalam bentuk uang sebagai ganti zakat dalam bentuk harta itu sendiri atau jenisnya.
Majelis juga telah mengkaji surat yang terhormat wakil Menteri Dalam Negeri nomor 42234 tanggal 22 / 9 / 1402 H mengenai fatwa yang dikeluarkan oleh Mufti al-Ghat tentang kebolehan membayarkan uang dalam zakat biji-bijian dan buah-buahan.
Begitu pula, mengkaji surat dari yang terhormat Menteri Kehakiman nomor 258 /1 /F tanggal 26 / 6 / 1402 H berkaitan dengan muamalah yang ditanyakan kepada Menteri Kehakiman dari Kepala Pengadilan Qashim mengenai masalah yang sama.
Setelah Majelis mengkaji masalah yang disebutkan, dan memperhatikan beberapa perkataan para ulama, serta memandang bahwa zakat disyariatkan untuk berbagai kemaslahatan, di antaranya membantu fakir miskin, menutupi kebutuhan mereka dan membersihkan dan menyucikan orang-orang kaya.
Begitu pula, setelah melakukan urun pendapat dan mengkaji apa yang dilakukan pada masa awal umat ini di zaman Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam dan para Khulafaur Rasyidin radhiyallahu ‘anhum serta pengikut mereka.
Selain itu, setelah mengkaji beberapa keadaan di mana pembayaran zakat dilakukan dalam bentuk nilai dari barang zakat yaitu ketika barang yang wajib dikeluarkan tidak ditemukan.
Untuk itu, Dewan Ulama Senior mengeluarkan keputusan dengan suara bulat bahwa secara hukum asal zakat harus dibayarkan dari barang yang dizakati itu sendiri berdasarkan nash-nash yang diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam menjelaskan harta-harta zakat dan kadar yang wajib dikeluarkan selama itu memungkinkan.
Majelis juga memutuskan dengan suara terbanyak kebolehan membayar zakat dengan nilai harta (uang) jika mengeluarkan zakat dari harta itu sendiri menyulitkan bagi pemiliknya serta tidak memberikan mudarat kepada fakir miskin. Seperti seseorang yang wajib mengeluarkan seekor kambing dalam zakat onta sementara ia tidak memiliki kambing dan sulit baginya untuk mendapatkannya.
Begitu pula, jika terdapat kemaslahatan bagi fakir miskin jika zakat dikeluarkan dalam bentuk nilai harta (uang), seperti jika terdapat kesulitan mengambilnya dari harta itu sendiri karena terdapat di tempat yang sulit dijangkau.
Hal ini juga seperti jika petani menjual seluruh hasil buah-buahannya maka ia dibolehkan untuk memberikan zakat dari nilai hartanya itu.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.