Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

masuk waktu shalat ketika sedang belajar

2 tahun yang lalu
baca 2 menit
Masuk Waktu Shalat Ketika Sedang Belajar

Pertanyaan

Saat ini saya bekerja sebagai tenaga pengajar di salah satu lembaga pendidikan yang khusus mengajarkan bahasa asing. Jadwal belajar dimulai dari jam 08.00-20.00 dan 20.00-22.00. Ini berarti bahwa shalat dilakukan pada saat jam pelajaran berlangsung. Artinya, kami tetap mengerjakan shalat magrib pada pukul 19.00, dan pada jam 21.00 kami melaksanakan shalat isya, tepatnya setengah jam setelah shalat berjamaah di masjid selesai dilaksanakan. Sayangnya, fenomena semacam ini banyak terjadi di lembaga-lembaga pendidikan khusus karena pengelola lembaga tidak memperhatikan jadwal-jadwal shalat fardhu. Mereka beralasan bahwa shalat berjamaah di lembaga pendidikan itu sudah cukup. Perlu saya sampaikan bahwa lembaga tempat saya mengajar tersebut bersebelahan dengan masjid. Kami mohon penjelasan -- semoga Allah memberikan balasan terbaik kepada Anda -- apakah kami boleh menjalankan shalat dengan kondisi seperti itu, ataukah kami harus mengajukan tuntutan kepada pihak lembaga untuk memperbaiki jadwal belajar? Seperti yang kita ketahui, tidak ada kondisi darurat yang mengharuskan kami untuk meninggalkan shalat berjamaah di masjid. Oleh karena itu, apa saran Anda untuk para pengurus lembaga pendidikan seperti ini?

Jawaban

Sunnah fi’liyyah (perbuatan) dan qauliyyah (perkataan) Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menunjukkan bahwa shalat berjamaah diselenggarakan di masjid, bahkan beliau berniat untuk membakar rumah orang-orang yang tidak berjamaah di masjid.

Para khalifah, shahabat radhiyallahu ‘anhum, dan para tabiin pun terbiasa melaksanakan shalat berjamaah di masjid. Ada sebuah hadits sahih dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang menyebutkan bahwa beliau bersabda,

من سمع النداء فلم يأت فلا صلاة له إلا من عذر

“Orang yang mendengar adzan tetapi tidak mendatangi (tempat adzan itu dikumandangkan), maka shalatnya tidak diterima, kecuali jika ada udzur.”

Selain itu, sebuah riwayat sahih juga menjelaskan bahwa ada seorang lelaki buta yang berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,

يا رسول الله: ليس لي قائد يلائمني إلى المسجد، فهل لي رخصة أن أصلي في بيتي؟ فقال له رسول الله صلى الله عليه وسلم: ( هل تسمع النداء بالصلاة؟ ) فقال: نعم، قال: فأجب

“Wahai Rasulullah, aku tidak memiliki penuntun yang menuntunku ke masjid, apakah aku mendapatkan keringanan untuk salat di rumah?” Kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya kepadanya, “Apakah kamu mendengar panggilan (adzan) untuk shalat?” Dia menjawab, “Ya.” Beliau pun bersabda, “Kalau begitu penuhilah (panggilan itu)!”

Dalam redaksi riwayat lain disebutkan,

لا أجد لك رخصة

“Aku tidak melihat ada keringanan bagimu.”

Dengan demikian, jelaslah bahwa semua pihak yang ada di lembaga pendidikan tersebut, yaitu dewan guru, para pegawai, dan para pelajar wajib melaksanakan shalat berjamaah di masjid yang berdampingan dengan bangunan lembaga pendidikan tersebut dalam rangka mengamalkan sunnah Nabi, menunaikan kewajiban, mencegah agar tidak ada celah untuk meninggalkan shalat berjamaah di masjid, serta agar terhindar dari sifat orang munafik.

Selain itu, kemaslahatan kerja dan maksimalisai tingkat kehadiran para pegawai tidak dapat dijadikan sebagai alasan atau halangan syar’i yang bisa diterima untuk membenarkan pelaksanaan shalat di dalam gedung lembaga.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Oleh:
al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'