Saya menemukan sebuah masalah dalam buku Subulussalam Syarh Bulugh al- Maram karya ash-Shan`ani, pada bab: Syarat-syarat shalat, dalam menjelaskan hadis Aisyah radhiyallahu `anha bahwa Nabi shallallahu `alaihi wa sallam bersabda,
لا يقبل الله صلاة حائض إلا بخمار
"Allah tidak menerima shalat perempuan yang telah dewasa melainkan dengan memakai kerudung."
Pengarang ash-Shan`ani rahimahullah mengatakan, "Dan bisa jadi pemakaian "diterimanya (sebuah amal)" bahwa yang dimaksudkan adalah bahwa ibadah yang mendapatkan pahala dengannya.
Maka apa yang ia nafikan artinya menafikan pahala yang merupakan akibatnya, bukan menafikan kesahannya sebagaimana yang diriwiyatkan,
إن الله لا يقبل صلاة الآبق، ولا من في جوفه خمر
"Sesungguhnya Allah tidak akan menerima shalat hamba yang lari dari majikannya dan orang yang ditenggorokannya terdapat khamr."
Di sini topik pertanyaan,
Pertanyaan pertama: Apakah hadis ini sahih?
Pertanyaan kedua: Apakah shalat seorang hamba yang lari dari tuannya dan shalat pemabuk tidak diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta`ala, di mana jika mereka salat maka tidak ada pahala dan tidak ada balasan untuk mereka, dan apakah hukum tersebut untuk shalat mereka saja tanpa amal yang lainnya, atau mencakup zakat, puasa, dan haji yang mereka lakukan?
Pertanyaan ketiga: Dapatkah kita mengkiaskan mereka dengan (pezina) lalu kita katakan: Orang yang berzina shalatnya sah karena ia dibebani untuk melakukannya, akan tetapi tidak ada pahala baginya di sisi Allah karena ia melakukan maksiat ini walaupun ia mengerjakan salat sepanjang hidupnya.
Terakhir: Bisakah kita juga dapat mengkiaskan masalah tersebut dengan semua dosa yang pelakunya dihukum karenanya seperti pencurian dan lainnya?
Mohon penjelasannya, semoga Allah membalas kebaikan Anda. Semoga Allah memberikan balasan terbaik atas jasa Anda terhadap Islam dan kaum Muslimin.
Hadis ini sahih, sedangkan maknanya adalah bahwa budak perempuan jika telah bermimpi ia harus menutup kepala dan seluruh tubuhnya ketika salat, selain wajah apabila tidak ada lelaki yang bukan muhrim, karena perempuan seluruh anggota badannya aurat kecuali wajahnya.
Di antara tanda balignya seorang perempuan adalah munculnya haid pada diri mereka. Hadis tersebut menunjukkan bahwa tidak sahnya salat seorang perempuan yang tidak menutup auratnya.
Bukanlah maksud hadis tersebut menafikan pahala saja, sebagaimana disebutkan oleh ash-Shan`ani rahimahullah karena hukum asal pada penafian diterimanya sebuah amal adalah penafian sahnya amal kecuali ada dalil yang menunjukkan bahwa maksudnya adalah penafian pahala sebagaimana terdapat pada hadis,
“Hamba yang lari dari majikannya dan peminum khamar”, sebagaimana juga terdapat pada hadis lain yang diriwiyatkan Muslim dalam kitab Sahihnya dari Nabi shallallahu `alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda,
من أتى عرافًا فسأله عن شيء لم تقبل له صلاة أربعين ليلة
“Barangsiapa mendatangi tukang ramal kemudian menanyakan sesuatu, maka shalatnya tidak diterima selama empat puluh malam.”
Karena yang dimaksudkan dengan hadis ini menurut semua ulama adalah penafian pahala bukan penafian kesahannya. Oleh karena itu budak yang lari dan peminum khamar, dan mendatangi tukang ramal dan bertanya kepadanya tentang sesuatu, tidak dperintahkan untuk mengulangi salatnya.
Maka terlebih lagi sabda Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam,
لا تقبل صلاة بغير طهور، ولا صدقة من غلول
“Shalat tidak akan diterima tanpa bersuci dan tidak pula sadaqah dari hasil penipuan.”
Dikeluarkan oleh Muslim di kitab Sahihnya dari hadis Ibnu Umar radhiyallahu `anhuma, di antaranya adalah sabda Nabi shallallahu `alaihi wa sallam,
لا تقبل صلاة أحدكم إذا أحدث حتى يتوضأ
” Tidak diterima shalat salah seorang di antara kalian apabila berhadas hingga ia berwudhu.”
Disepakati kesahihannya dari hadis Abu Hurairah radhiyallahu `anhu.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.