Almarhum bapak saya meninggal dalam kecelakaan dalam perjalanan (Mekah-Ta'if) bersama tiga anak dan ibu saya. Bapak dan tiga orang anaknya meninggal seketika sedangkan ibu meninggal satu setengah bulan setelah kematian bapak saat menerima pengobatan di salah satu rumah sakit.
Namun, kematiannya sangat dipengaruhi oleh lukanya setelah keluar dari rumah sakit. Tingkat kesalahan bapak saya 70% menurut laporan kecelakaan lalu lintas. Oleh karena itu, saya melayangkan kepada Anda pertanyaan-pertanyaan ini:
1. Apakah bapak saya berkewajiban membayar kafarat (denda) dan apa kafaratnya? Apa kafarat itu diwajibkan kepada yang telah mati atau yang masih hidup?
2. Jika memang wajib membayar kafarat, saya berharap ketentuan pastinya bagi saya?
3. Jika bapak saya wajib membayar kafarat, kafarat apa yang paling baik: puasa, memerdekakan budak atau memberi makan orang miskin?
4. Kami adalah empat saudara laki-laki dan dua saudara perempuan. Apakah mungkin puasa dibagi di antara para saudara atau seorang saja jika memang wajib membayar kafarat?
5. Jika salah seorang saudara secara sukarela menunaikan puasa kafarat bapaknya, apakah ia berpuasa dua bulan berturut-turut untuk satu orang dan berhenti untuk beberapa waktu tertentu atau ia wajib meneruskannya?
6. Jika puasa kafarat batal karena halangan-halangan seperti sakit atau dalam masa pengobatan, apakah ia wajib mengulangi puasa dari awal?
7. Bagi wanita, jika sedang haid atau nifas, apakah ia mengqadha (mengganti) puasa kafarat yang tersisa atau tidak? Apa yang wajib dilakukannya dalam kondisi tersebut?
Wassalamu`alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh.
Setelah melakukan pengkajian (terhadap permasalahan yang diajukan), maka Komite menjawab sebagai berikut:
Pertama: Jika perkaranya seperti yang telah disebutkan, maka bapak Anda berkewajiban membayar empat kafarat, yakni sejumlah orang yang meninggal bersamanya. Kafarat masing-masing jiwa adalah: memerdekakan budak yang beriman. Jika tidak ada, maka ia harus berpuasa dua bulan berturut-turut.
Kedua: Wali mayit dianjurkan mengqadha (menggantikan) puasanya, berdasarkan hadis sahih bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
من مات وعليه صيام صام عنه وليه
“Barangsiapa meninggal dunia dan masih memiliki tanggungan puasa, maka walinya wajib mengqadha puasanya.”
Jika tidak mampu memerdekakan budak.
Ketiga: Orang yang secara sukarela menunaikan puasa kafarat walinya lebih dari satu kafarat boleh berpuasa dua bulan berturut-turut kemudian berhenti beberapa saat lalu berpuasa kafarat yang kedua.
Keempat: Puasa kafarat wajib ditunaikan secara berturut-turut. Namun, jika seorang wanita terhalang karena nifas, sakit atau uzur yang dibolehkan untuk berbuka seperti safar (bepergian), maka hitungan berturut-turut tetap tidak batal. Puasa bisa disambung setelah uzur tersebut hilang pada hari-hari berikutnya.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.