Di tempat kami, ada seorang perempuan Kristen asal Indonesia yang masuk Islam. Dia datang ke Berlin, Jerman Barat, untuk melaksanakan tugas yang dibebankan oleh pemerintah Indonesia. Perempuan ini berasal dari keluarga terpandang dan memiliki hubungan baik dengan keluarga Presiden Soeharto.
Suaminya merupakan salah satu pejabat Kementerian Pertahanan dan Keamanan Indonesia. Atas izin Allah, dengan keilmuan dan kedudukan sosial yang dimilikinya, keislamannya itu akan memberikan manfaat bagi agama Islam dan kaum muslimin. Masalahnya, suami perempuan tersebut merupakan seorang penganut Kristen fanatik sehingga dia tidak dapat mengumumkan keislamannya.
Hingga saat ini, tidak ada yang mengetahui keislaman dirinya kecuali kami, tujuh orang saja. Meskipun demikian, dia berniat untuk memberitahu suami dan anak-anaknya tentang keislamannya itu dengan caranya sendiri, sekaligus mengajak mereka untuk masuk Islam. Syaikh yang terhormat, saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan dalam hal ini.
Allah telah mengharamkan seorang muslimah menikah dengan orang kafir, sehingga orang seperti perempuan ini harus langsung meninggalkan suaminya setelah dia memeluk Islam. Namun, karena dia baru masuk Islam, saya tidak yakin kalau dia mampu melaksanakan hukum syariat ini. Saya khawatir dia akan kembali kepada kekafiran jika saya menyampaikan hal ini kepadanya.
Apalagi dia bukan dari keluarga biasa. Seandainya dia berasal dari keluarga biasa, maka meninggalkan suami bukanlah hal yang sulit baginya. Oleh karena itulah, saya meminta penjelasan kepada Anda mengenai masalah ini.
Jika memungkinkan, saya ingin fatwa dari Syaikh Ibnu Baz. Apakah saya boleh menunda memberitahukan kepadanya tentang kewajiban meninggalkan suaminya yang kafir hingga imannya menjadi kuat, atau apa yang harus saya katakan kepadanya?
Perempuan itu harus memberitahukan tentang keislamannya dan menyampaikan bahwa dirinya menjadi haram atas suaminya sampai dia mau memeluk Islam juga. Jika suaminya masuk Islam ketika perempuan itu dalam masa iddah, maka dia tetap menjadi istrinya tanpa perlu melakukan akad baru.
Namun, jika dia masuk Islam setelah habis masa iddah, maka dia boleh kembali kepadanya dengan akad nikah baru jika istrinya mau, dengan syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh syariat.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.