Saya seorang pegawai di sebuah perusahaan. Perusahaan tersebut memberi kami waktu satu jam untuk shalat dan makan siang, mulai jam 12.00 sampai jam 13.00, sedangkan iqamah ditetapkan pada jam 12.10.
Sebagian pegawai menunaikan shalat terlebih dahulu, namun sebagian besar dari mereka mendahulukan makan siang, sehingga mereka tertinggal shalat bersama jamaah pertama, lantas mereka mendirikan shalat jamaah kedua atau ketiga setelah selesai makan siang.
Pertanyaannya adalah: Apa hukum shalat bersama jamaah pertama? Apakah jamaah pertama wajib diikuti atau boleh meninggalkan jamaah tersebut dan mengikuti jamaah kedua? Dan apa hukum shalat bersama jamaah kedua? Apakah jamaah kedua mendapat pahala shalat berjamaah atau tidak?
Perlu saya sampaikan bahwa sebagian mereka yang menunda jamaah beralasan dengan beberapa hal, di antaranya adalah hadis, "Tidak sah shalat di hadapan makanan (yakni ketika makanan telah terhidang)", sehingga mereka memilih untuk menunaikan shalat bersama jamaah kedua. Juga karena setelah selesai shalat restoran tempat makan siang sangat ramai.
Wajib bagi jamaah yang menunaikan shalat di masjid tersebut untuk membuat kesepakatan kapan waktu yang tepat untuk menunaikan shalat Zuhur, agar mereka dapat menunaikan shalat secara berjamaah, tetap memperhatikan waktu istirahat dan saling memahami antara mereka, sehingga mereka mendapatkan keutamaan shalat berjamaah.
Dengan demikian masalah dan perselisihan bisa terselesaikan. Karena semakin banyak orang yang shalat berjamaah, shalat mereka semakin lebih baik. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
صلاة الرجل مع الرجل أزكى من صلاته وحده، وصلاته مع الرجلين أزكى من صلاته مع الرجل، وما كان أكثر فهو أحب إلى الله تعالى
“Shalatnya seseorang bersama satu orang lebih utama baginya dari pada shalat sendirian, dan shalat seseorang bersama dua orang lebih utama dari pada shalat bersama satu orang. Semakin bertambah banyak jumlahnya, Allah Ta’ala lebih mencintainya.”
(Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya: Juz 5, hal 145, Abu Dawud dalam kitab Sunannya dan an-Nasa’i dalam kitab Sunannya, bab “Imamah”).
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.