Pertama, Islam telah meletakkan wewenang talak ada di tangan seorang suami saja berdasarkan beberapa hikmah yang agung, di antaranya:
1. Lelaki mempunyai pola pikir, kehendak, pengetahuan dan pandangan yang jauh terhadap segala konsekuensi berbagai tindakan bila dibandingkan dengan perempuan.
2. Ia bertugas menafkahi dan memimpin keluarga, maka ia adalah pilar bagi sebuah rumah tangga.
3. Maskawin diwajibkan kepada lelaki untuk membayarnya maka talak ada di tangan seorang suami agar si istri tidak tamak. Bisa saja, setelah ia menikah dan mengambil maskawinnya menalak suaminya untuk mendapatkan maskawin lagi dari yang lain, dan seterusnya. Dan ini tentunya merugikan suami.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengingatkan akan hal tersebut di atas dalam firman-Nya Azza wa Jalla,
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisaa’: 34)
Kedua, apabila si istri tidak sanggup lagi untuk bergaul dengan suaminya, maka urusannya dikembalikan ke pengadilan. Ketiga, Allah telah mengkhususkan beberapa hukum bagi lelaki dan mengkhususkan beberapa hukum bagi perempuan, serta menerapkan banyak hukum bagi keduanya. Semua itu landasannya adalah syariat Islam.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.