Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

harta orang yang menderita keterbelakangan mental adalah milik ahli warisnya hukum salat dan puasa mereka

2 tahun yang lalu
baca 2 menit
Harta Orang Yang Menderita Keterbelakangan Mental Adalah Milik Ahli Warisnya  Hukum Salat Dan Puasa Mereka

Pertanyaan

Kakek saya (ayah dari ibu) memberikan harta warisan untuk ibu saya dan saudara laki-lakinya (paman). Hakim syar'i telah mengeluarkan dokumen pembagian harta warisan, serta menunjuk ibu saya untuk merawat saudara laki-lakinya itu yang mengalami retardasi mental dan tidak bisa beraktifitas dengan baik. Ibu sayalah yang merawat paman di rumah ayah saya sejak kakek meninggal dunia. Akhirnya, paman wafat setelah menderita sakit selama delapan bulan. Ibu saya sudah menjaga dan merawatnya selama lebih dari enam belas tahun, sementara saudara laki-laki kakek (paman ibu) dan sepupunya sama sekali tidak memberikan bantuan apa pun. Pertanyaan saya, 1. Apakah kewajiban syariat seperti salat, puasa, haji, dan lainnya gugur untuk paman saya? 2. Apakah harta paman saya menjadi milik ibu saya atas usahanya merawat paman selama ini, ataukah ada hak bagi paman ibu saya dan sepupunya? Mohon penjelasan atas hal ini. Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan. Terakhir, apakah kasus harta beliau ini juga berlaku pada harta warisannya yang lain?

Jawaban

Orang dengan keterbelakangan mental yang kehilangan akal sehat dan tidak dapat sadar dalam jangka waktu yang cukup melaksanakan salat, puasa, atau haji, maka kewajiban-kewajiban agama seperti itu menjadi gugur untuknya.

Sebab, dia termasuk orang yang tidak terkena perintah. Ini berdasarkan hadits riwayat Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

“Pena diangkat (kesalahan tidak diperhitungkan) dari tiga golongan, yaitu: orang yang tertidur sampai dia bangun, anak kecil sampai dia balig, dan orang yang gila sampai kembali waras”

Dalam riwayat lain disebutkan,

“Hingga dia sadar.”

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitab Al-Musnad, dan diriwayatkan pula oleh Abu Dawud, Nasa’i, dan Ibnu Majah dalam kitab Sunan mereka.

Jika penderita retardasi mental memiliki kesadaran dalam waktu yang cukup untuk melaksanakan salat, puasa Ramadhan, atau haji ketika mampu melakukannya, maka dia wajib melaksanakan ibadah-ibadah tersebut pada saat sadar karena penghalangnya sudah hilang.

Seluruh harta yang ditinggalkan oleh orang tersebut berpindah kepada ahli warisnya dan harus dibagikan sesuai dengan syariat Allah. Ibu Anda tidak boleh mengambil sedikit pun dari harta peninggalan mendiang, sebagai imbalan atas upaya pemeliharaan dan perawatannya selama ini.

Ibu Anda hanya boleh mengambil bagian waris yang menjadi haknya setelah ditentukan jatah masing-masing ahli waris oleh pengadilan agama.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.