Hijrah adalah keluar dari wilayah kafir menuju daerah Islam, dan hukumnya wajib. Allah Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya, “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?” (QS. An-Nisaa’ : 97)
Sampai dengan firman-Nya,
“Orang-orang itu tempatnya neraka Jahanam, dan Jahanam itu tempat kembali yang paling buruk” (QS. An-Nisaa’ : 97)
Mengomentari ayat tersebut, Ibnu Katsir berkata, “Ayat ini berlaku umum bagi setiap individu yang tinggal di antara kaum musyrikin.
Dalam kondisi dia mampu untuk hijrah dan tidak sanggup menegakkan agamanya, maka dia zalim terhadap dirinya sendiri (jika tidak berhijrah). Dia dianggap telah melakukan perbuatan haram menurut ijmak ulama.”
Adapun sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
“Beribadah di saat terjadinya “al-harj” (berkecamuknya kekacauan) bagaikan berhijrah kepadaku.”
Mengindikasikan keutamaan beribadah kepada Allah semata di saat terjadi fitnah dan peperangan, nilainya sama seperti hijrah yang dilakukan kaum muslimin menuju Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di Madinah dengan meninggalkan wilayah kafir Makkah sebelum ditaklukkan.
Namun hadits ini bukan merupakan dalil yang menggugurkan kewajiban hijrah bagi individu yang tinggal di daerah kafir dan tidak sanggup untuk menegakkan agamanya di antara mereka.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.