Dalam kondisi seperti itu dia boleh bersenang-senang dengan (menggauli) istri selain di kemaluan dan dubur seperti telah dijelaskan sebelumnya. Dia juga tidak diberikan keringanan dengan alasan yang disebutkan, seperti bepergian jauh, tidak pulang dalam waktu yang lama, dan waktu menetap bersama istri singkat, untuk menggaulinya di kemaluannya ketika dia sedang haid dan nifas hingga haidnya berhenti dan dia mandi. Hal ini berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala,
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, “Haid itu adalah kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)
Nifas hukumnya sama dengan hukum haid. Dia juga haram menggaulinya di dubur, apa pun alasannya. Hal ini berdasarkan hadis yang telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwasanya ia bersabda,
“Terlaknatlah orang yang menggauli isterinya melalui duburnya.”
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.