Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

apakah suami yang telah menceraikan istrinya tiga kali boleh merujuknya kembali dengan akad nikah baru?

2 tahun yang lalu
baca 2 menit
Apakah Suami Yang Telah Menceraikan Istrinya Tiga Kali Boleh Merujuknya Kembali Dengan Akad Nikah Baru?

Pertanyaan

Saya menikah dengan menggunakan mazhab Abu Hanifah, dan sampai saat ini saya sudah menjatuhkan talak kepada istri sebanyak tiga kali. Bolehkah saya menikah lagi dengan mantan istri saya tersebut dengan mahar dan akad baru berdasarkan mazhab lain dan tanpa muhallil (suami lain yang sudah berhubungan intim dengannya, lalu bercerai atau mati)? Seorang saudara sesama muslim memberitahu saya bahwa ini merupakan pendapat Abu Ishaq.

Jawaban

Suami yang menalak istrinya sebanyak tiga kali dalam waktu yang berbeda-beda berarti telah menjatuhkan talak bain kubra. Dengan demikian, sang istri menjadi haram baginya kecuali jika dia menikah lagi dengan laki-laki lain atas keinginan sendiri, bukan pernikahan rekayasa agar nantinya bisa menikah lagi dengan suami pertama, lalu dia dan suami barunya melakukan hubungan intim, dan kemudian suaminya tersebut menjatuhkan talak kepada istrinya karena keinginan sendiri (suami). Ini adalah ijma ulama, tidak ada yang berbeda pendapat di dalamnya. Ini berdasarkan firman Allah dalam Al-Quran,

الطَّلاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ

“Talak (yang dapat dirujuki) itu dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (QS. Al-Baqarah: 229)

Sampai dengan,

فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ

“Kemudian jika si suami menalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk menikah kembali jika keduanya berkeyakinan akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.” (QS. Al-Baqarah: 230)

Apabila ada yang berpendapat di luar itu, maka pendapatnya tidak dianggap dan tidak dijadikan hujjah karena keluar dari ijma ulama dan menyimpang dari nas syar’i. Apabila nas sudah jelas, maka tidak ruang untuk ijtihad.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.