Dalam hadis-hadis sahih disebutkan bahwa Lailatul Qadar itu merupakan malam, saat matahari terbit di pagi harinya dengan sinar yang tidak kuat, dan bahwa Lailatul Qadar pernah diperlihatkan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lalu ia tidak bisa mengingatnya kembali.
Para ulama berbeda pendapat tentang penentuan Lailatul Qadar tersebut. Menurut pendapat terkuat, Lailatul Qadar itu tidak bisa diketahui secara pasti dan Allah sengaja menyembunyikannya agar para hamba-Nya beribadah dengan giat.
Di samping itu, Lailatul Qadar itu diusahakan dicari di malam-malam sepuluh terakhir bulan Ramadan, terlebih di malam-malam ganjilnya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shallallahu `Alaihi wa Sallam,
“Carilah Lailatul Qadar di sepuluh malam terakhir bulan Ramadan pada sembilan, tujuh, lima, dan tiga malam yang tersisa atau pada malam terakhir.”
Adapun persoalan tentang melihat Lailatul Qadar, seorang muslim terkadang melihatnya dalam mimpi. Dalam kitab Shahih Bukhari, sebuah hadis riwayat Abdullah bin Umar Radhiyallahu `Anhuma menyebutkan bahwa beberapa sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bermimpi melihat malam Lailatul Kadar di tujuh malam terakhir bulan Ramadan. Lalu Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda,
“aya melihat mimpi kalian itu sama dan sepakat menunjukkan bahwa malam Lailatul Kadar itu jatuh pada tujuh malam terakhir. Oleh karena itu, barangsiapa ingin mencarinya, maka hendaklah ia mencarinya pada tujuh malam terakhir tersebut.”
Namun, jika seorang muslim bermimpi melihat malam Lailatul Kadar, maka hendaknya dia tidak menjadikan mimpinya itu sebagai dalil karena bisa jadi mimpi tersebut berasal dari setan dan mimpi tidak termasuk dalil dalam syariat hukum Islam. Adapun pernyataan Nabi dalam hadis tersebut hanya karena ia memadang semua mimpi para sahabat itu sudah sama dan sepakat.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam