Ada seorang pemuda bersama saya yang berusia dua puluh empat tahun. Dahulu dia seorang Nasrani, kemudian Allah memberinya taufik untuk melakukan hal yang disukai dan diridai-Nya, dan memeluk Islam di Mesir. Pemuda itu sendiri berkebangsaan Mesir. Dia pergi ke luar negeri meninggalkan kedua orang tua, istri, dan anaknya yang berusia tiga tahun, demi membangun masa depannya.
Meski begitu, dia tetap mendapat surat dari ibunya dan mengirim sejumlah uang kepadanya. Hal itu semata menyambung silaturahim dengan ibunya. Apakah seorang muslim boleh berkirim surat dan membiayai ibunya yang Nasrani? Pemuda tersebut juga menanyakan perihal rujuk dengan istrinya, apabila istrinya setuju untuk masuk Islam dan kembali kepadanya.
Apakah memerlukan akad nikah baru, ataukah ikatan pernikahan yang dulu (saat masih kafir) sudah cukup? Apabila istrinya menolak untuk masuk Islam dan setuju untuk hidup bersamanya, apakah seorang muslim boleh menikah dengan perempuan Nasrani? Lalu bagaimana dengan anak-anak mereka, apakah menjadi pemeluk agama Nasrani ataukah Islam?
Pemuda tersebut bersikeras untuk menikah dengan seorang muslimah jika istrinya menolak masuk Islam. Namun kami terus berusaha agar dia mau rujuk dengan istrinya demi anak. Sekarang mereka telah berpisah sejak empat tahun lalu tanpa perceraian. Mohon penjelasan. Semoga Allah memberikan pemahaman kepada Anda dan memberikan pahala terbaik atas jasa Anda kepada kami.
Pertama, seorang anak tetap wajib memenuhi kebutuhan hidup ibunya yang kafir. Dengan demikian, dia harus menemaninya dengan baik, berbakti, dan menyambung silaturahim semampunya. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman: 15)
ولقول النبي لأسماء رضي الله عنها لما سألته عن أمها وقد قدمت وهي مشركة: أفأصلها؟ فقال لها: “صلي أمك
“Ada pula sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada Asma’ radhiyallahu ‘anha, ketika dia bertanya tentang ibunya yang berkunjung saat masih musyrik, “Apakah aku harus menyambung hubungan dengannya?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, “Sambunglah hubungan dengan ibumu.”
Kedua, apabila suami masuk Islam, kemudian istrinya juga masuk Islam, maka keduanya tetap dalam ikatan pernikahan yang lama dan tidak perlu mempernbarui akad nikah mereka.
Ketiga, apabila istri tidak mau masuk Islam, maka suami boleh terus mempertahankan pernikahan dengannya, karena secara hukum asal seorang muslim boleh menikah dengan perempuan Kitabiyah (Nasrani atau Yahudi) yang menjaga kehormatannya.
Keempat, adapun anak-anak, maka mereka harus mengikuti orang tua mereka yang agamanya lebih baik (Islam). Artinya, apabila salah satu dari suami istri masuk Islam, maka status seluruh anak mereka yang belum baligh adalah muslim, karena anak kecil mengikuti orang tua yang agamanya lebih baik.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.