(oleh : Al-Ustadz Abdurrahman Mubarak)
Setiap perilaku yang dinisbahkan kepada masa jahiliah adalah tercela, demikian disebutkan oleh asy-Syaikh Shalih al-Fauzan dan lainnya. Namun, sangat disayangkan masih banyak kaum muslimin yang memiliki keyakinan seperti orang-orang di masa jahiliah.
Di antara sekian perilaku jahiliah yang banyak kaum muslimin terjatuh ke dalamnya adalah tathayur; beranggapan sial dengan yang dilihat, didengar, atau lainnya; disebutjuga thiyarah. Tathayur adalah perbuatan orang musyirikin jahiliah, perbuatan orang-orang yang mengingkari para rasul Allah Subhanahu wata’ala.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
فَاِذَاجَآءَتْهُمُ الْحَسَنَةُ قَالُوا لَنَاهٰاذِهِ ۚ وَاِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَطَّيَّرُوا بِمُوْسٰى وَمَنْ مَعَهُ ۗ اَلَآ اِنَّماَ طَآ ئِرُهُمْ عِنْدَ اللهِ وَلٰكِنَّ اَكْثَرُهُمْ لَايَعْلَمُوْنَ
“Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata, “Itu adalah karena (usaha) kami.” Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang bersamanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (al-A’raf: 131)
Makna ayat di atas, ketika Fir’aun dan pengikutnya mendapatkan kebaikan berupa kesuburan, kelapangan, dan kesehatan mereka berkata, “Kami memang pantas dan berhak mendapatkannya.” Namun, ketika mendapatkan musibah berupa bencana atau kemarau, mereka pun bertathayur dengan Musa dan pengikutnya. Mereka berkata, “Ini adalah karena kesialan Musa dan pengikutnya, kita tertimpa kesialan mereka.” Maka Allah Subhanahu wata’ala berfirman, “Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah.”
Yakni, datangnya kesialan datang dari Allah Subhanahu wata’ala karena sebab kekufuran mereka dan perbuatan mereka mendustakan ayat-ayat Allah Subhanahu wata’ala dan para rasul-Nya. Tathayur adalah simbol musyrikin dan perilaku jahiliah. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
قَالُوْآ اِنَّا تَطَيَّرْنَا بِكُمْ ۚ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهُوا لَنَرْجُمَنَّكُمْ وَلَيَمَسَّنَّكُمْ مِنَّا عَذَابٌ اَلِيْمٌ قَالُوْا طَآئِرُكُمْ مَعَكُمْ ۗ اَئِنْذُكِّرْتُمْ ۗ بَلْ اَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُوْنَ
“Mereka menjawab,“Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu, sesungguhnya jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami akan merajam kamu dan kamu pasti akan mendapat siksa yang pedih dari kami.” Utusan-utusan itu berkata, “Kemalangan kamu adalah karena kamu sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu bernasib malang)? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampui batas.” (Yasin: 18-19)
Makna ayat di atas, bagian kalian dan apa yang menimpa kalian berupa kejelekan adalah karena sebab perbuatan dan kekufuran kalian serta karena kalian menyelisihi para pemberi nasihat. Bukan karena kami ataupun sebab kami, melainkan semata karena perbuatan kalian yang zalim dan melampaui batas. Kesialan orang zalim ada pada dirinya sendiri. Kejelekan yang menimpanya adalah dia sendiri yang menyebabkannya dan tentunya terjadi dengan takdir Allah Subhanahu wata’ala.
Makna Tathayur
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin rahimahullah berkata, “Tathayur adalah beranggapan sial dengan sesuatu yang terlihat, terdengar, atau sesuatu yang telah maklum. Yang terlihat seperti terbangnya burung, yang terdengar seperti suara burung dan sejenisnya, serta yang maklum yakni sesuatu yang tidak terdengar dan tidak terlihat, seperti beranggapan sial dengan hari tertentu, dengan bulan tertentu, dan lainnya.”
Seorang yang bertathayur telah menyelisihi perkara tauhid dari dua sisi,
Asy-Syaikh Abdurahman bin Hasan berkata, “… Tiyarah (tathayur) adalah syirik karena terkandung perbuatan menggantungkan hati kepada selain Allah Subhanahu wata’ala.” (Fathul Majid)
Dalil Haramnya Tathayur
Banyak dalil yang menunjukkan haramnya tathayur, bahkan tathayur adalah satu macam kesyirikan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata,
الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، ثلاَثًا
“Tiyarah adalah syirik, tiyarah adalah syirik (beliau ucapkan tiga kali)….” (HR. Abu Dawud no. 3910, dinyatakan shahih oleh asy-Syaikh Albani)
Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
لاَعَدْوَى، وَلاَ طِيَرَةَ، وَلاَ هَامَةَ، وَلاَ صَفَرَ.
“Tidak ada penyakit menular, tidak ada tiyarah, hamah, dan tidak ada pula (bulan) Shafar.1” (HR. al-Bukhari no. 5757)
Asy-Syaikh Abdurahman bin Hasan menerangkan, hadits ini jelas menunjukkan haramnya tiyarah, dan tiyarah adalah syirik karena terdapat perbuatan menggantungkan hati kepada selain Allah Subhanahu wata’ala.
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah juga berkata, “Tathayur menjadi syirik besar jika seorang yang bertathayur meyakini perkara yang dia jadikan sarana tathayur bisa berbuat dan melakukan kejelekan dengan sendirinya. Jika dia meyakini sebagainya sebab saja, hukumnya adalah syirik kecil.”
Bentuk-Bentuk Tathayur, Kesyirikan yang Dianggap Biasa
Kalau kita mau mengumpulkan bentuk-bentuk tathayur yang dilakukan masyarakat, niscaya akan kita dapatkan banyak sekali bentuk tathayur yang mereka lakukan dengan berbagai macam objeknya. Lebih sangat disayangkan, banyak orang menganggap hal tersebut sebagai perkara biasa. Mereka tidak paham bahwa perkara tathayur merusak tauhid seorang muslim.
Dalam tulisan ini akan disebutkan secara global sebagian bentuk tathayur yang ada di masyarakat kita. Mudah-mudahan menjadi nasihat bagi kaum muslimin untuk menjauhi tathayur dan mengingatkan orang lain yang masih sering melakukannya.
Di antara bentuk tathayur yang menyebar di masyarakat kita :
1. Bertathayur dengan melihat arah terbangnya burung
Ini adalah asal mula tathayur; beranggapan sial dengan burung. Jika melihat burung terbang ke kanan misalnya, mereka melakukan apa yang telah diniatkan sebelumnya. Namun, jika melihat burung ke arah kiri, mereka mengurungkan niat beraktivitas, bepergian, atau lainnya.
2. Bertathayur dengan hari tertentu
Di antaranya adalah keyakinan sebagian orang bahwa malam Jum’at adalah malam yang keramat, yang pada hari itu banyak terjadi musibah. Di sebagian daerah, orang tidak mau bekerja di hari Senin. Masuk ke dalam poin ini, perbuatan sebagian orang yang menganggap sial kalau anaknya lahir di tanggal dua puluh satu.
3. Bertathayur dengan bulan tertentu
Seperti keyakinan jahiliah yang meyakini Shafar sebagai bulan sial dan Syawal adalah bulan sial bagi yang menikah di bulan tersebut. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menikahi Aisyah radhiyallahu ‘anha di bulan Syawal dan Aisyah radhiyallahu ‘anha bebangga-bangga dengan itu kepada istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang lain.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam al-Bidayah wan Nihayah, “Bersandingnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan Aisyah radhiyallahu ‘anha di bulan Syawal adalah bantahan bagi sebagian orang yang tidak menyenanginya dengan sangkaan khawatir adanya perceraian di antara keduanya.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berkata,
لاَعَدْوَى، وَلاَ طِيَرَةَ، وَلاَ هَامَةَ، وَلاَ صَفَرَ.
“Tidak ada penyakit menular, tidak ada tiyarah, tidak ada keyakinan kepada burung hantu, dan tidak ada keyakinan tentang sialnya(bulan) Shafar.”
Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud adalah beranggapan sial di bulan tersebut. Ibnu Rajab rahimahullah berkata bahwa beranggapan sial dengan bulan Shafar termasuk tiyarah yang dilarang, demikian juga beranggapan sial dengan hari tertentu seperti hari Rabu dan anggapan sial ala jahiliah jika menikah di bulan Syawal. Semisal dengan ini di masyarakat kita adalah tiyarah dengan bulan Sura (Muharram) sehingga sebagian orang tidak mau melakukan acara pernikahan di bulan tersebut.
4. Bertathayur dengan angka tertentu
Sebagian mereka beranggapan sial dengan angka tertentu. Kelompok yang paling terkenal kedunguannya dalam masalah angka adalah Syiah Rafidhah, karena mereka antipati terhadap angka sepuluh. Mengapa? Karena akidah mereka yang sesat membenci bahkan mengkafirkan sepuluh orang sahabat yang dipastikan masuk surga (termasuk Ali).
Masuk ke dalam poin ini adalah perbuatan sebagian orang yang menganggap adanya nomer-nomer keberuntungan, seperti angka delapan, atau nomer-nomer sial, seperti angka tiga belas. Mereka rela mengeluarkan sejumlah uang untuk membeli nomer-nomer telepon atau memesan pelat nomer kendaraan yang mengandung hoki (keberuntungan) menurut mereka, angka delapan misalnya.
5. Bertathayur dengan ayat al-Qur’an
Sebagian orang bahkan beranggapan sial dengan al-Qur’an. Mereka membuka mushaf, jika yang terbuka ayat tentang azab mereka pun beranggapan sial.
6. Bertathayur dengan burung hantu
Di antara bentuk tiyarah jahiliah adalah beranggapan sial dengan burung malam atau kadang disebut burung hantu. Sebagian orang berkeyakinan kalau rumahnya didatangi burung tersebut, ada salah seorang dari penghuninya yang akan wafat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata,
لاَعَدْوَى، وَلاَ طِيَرَةَ، وَلاَ هَامَةَ
“Tidak ada penyakit menular, tidak ada tiyarah, dan tidak ada keyakinan kepada burung hantu….”
Asy-Syaikh Abdurrahman Alu asy-Syaikh berkata, “Al-Farra’ berkata, ‘Al Hamah adalah salah satu burung malam’.”
Ibnul Arabi rahimahullah berkata, “Mereka dahulu turut beranggapan jika ada burung hinggap di rumah salah seorang dari mereka, ia akan berkata, ‘Burung ini membawa kabar duka untukku atau kepada salah seorang penghuni rumah’.”
Demikian yang terjadi di masyarakat Arab. Bisa jadi, setiap masyarakat memiliki anggapan demikian terhadap jenis burung yang lain.
7. Bertathayur dengan gatal yang ada di tubuhnya
Kalau gatal di telapak tangan kanan, itu tanda kebaikan; kalau yang gatal yang kiri berarti tanda kejelekan.
8. Diantara bentuk tathayur yang ada, mereka tidak jadi bepergian karena ketika hendak pergi ada gelas atau piring yang pecah atau melihat hewan tertentu
9. Bertathayur dengan suara gemuruh di telinga
Ketika di telinganya ada suara-suara gemuruh dianggap sebagai tanda kejelekan.
10. Bertathayur ketika bertemu dengan orang buta atau cacat lainnya
11. Bertathayur dengan tempat tertentu
Di antara perkara yang dijadikan bahan tathayur adalah tempat, ketika banyak kecelakaan di satu tempat misalnya, mereka menganggap sebagai tempat “angker” yang memiliki pengaruh dalam kecelakaan-kecelakaan yang ada.
12. Sebagian pedagang melakukan tathayur dengan minta uang pas dari pembeli pertama Sebagian mereka beranggapan kalau dalam penjualan pertama (penglaris) mengeluarkan uang kembalian maka akan merusak jualannya di hari tersebut.
13. Bertathayur dengan beberapa aktivitas
Di antaranya tathayur dengan menyapu rumah ketika dirinya sedang safar atau (pergi ke) salah satu keluarganya. Mereka menyangka bahwa itu adalah sebab kebinasaannya.
Demikian juga mereka bertathayur dengan menyapu rumah di waktu siang atau malam karena mereka menyangka itu adalah sebab dihilangkan berkah dan rezeki.
Terapi Tathayur
Jika kita telah tahu bahwa tathayur adalah perbuatan syirik, seorang muslim harus berusaha menjauhkan dirinya dari tathayur. Di antara usaha yang bisa dia lakukan adalah:
1. Memahami bahaya tiyarah
Tiyarah menunjukkan kurangnya akal, rusaknya pandangan, dan penyimpangan dari jalan yang lurus karena tiyarah adalah kesyirikan, satu di antara sekian maker setan yang tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan sebuah kejadian.
2. Mujahadah
Maknanya bersungguh-sungguh dalam usaha menghilangkan tiyarah yang ada dalam jiwanya terus melawannya hingga hilang tiyarah secara total.
3. Mengimani qadha dan qadar
Ia yakin bahwa apa yang akan menimpanya pasti akan mengenainya dan sesuatu yang tak ditakdirkan mengenainya tak akan pernah menimpanya.
4. Berbaiksang kakepada Allah Subhanahu wata’ala Ia yakin bahwa Allah Subhanahu wata’ala menetapkan sesuatu dengan penuh keadilan, rahmat, dan hikmah-Nya.
5. Melanjutkan niatan yang ada di hatinya, tidak menoleh sedikit pun
6. Berdoadengan doa-doa yang syar’i
7. Tawakal kepada Allah Subhanahu wata’ala
Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan menyatakan ini adalah perkara pokok dalam menghilangkan tathayur. Kemudian dia hendaknya melanjutkan amalan atau kegiatan yang hendak ia lakukan kemudian yang ketiga dia berdoa dengan doa-doa yang disyariatkan. (Lihat I’anatul Mustafid)
8. Minta perlindungan kepada Allah Subhanahu wata’ala, karena tiyarah termasuk bisikan setan
وَاِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْبِا اللهِ ۖ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
“Jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan, mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Fushilat: 36)
Penutup
Mudah-mudahan sedikit tulisan ini bisa menjadi pencerahan bagi orang-orang yang terkadang masih terjatuh pada tathayur dan juga bermanfaat sebagai bahan nasihat bagi kaum muslimin.
—————————————————————
Sumber : http://asysyariah.com