Darussalaf
Darussalaf oleh Admin

sikap kita terhadap shahabat nabi shallallahu ‘alihi wasallam

11 tahun yang lalu
baca 7 menit
Sikap Kita Terhadap Shahabat Nabi Shallallahu ‘alihi wasallam

Al-Ustadz Abdullah bin Mudakir Al-Jakarty

Pembahasan tentang shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah permasalahan yang para ulama memberikan perhatian yang besar, hal ini terlihat dari para ulama membawakan permbahasan ini didalam kitab-kitab aqidah mereka. dan pada kesempatan ini kita akan membahas secara ringkas tentang shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Pembahasan Pertama: Pengertian Shahabat

Berkata al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah sahabat adalah

مَنْ لَقِيَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عليهِ  وآلهِ  وسلَّمَ ُمؤمِناً بهِ وماتَ عَلى ذلك ، ولو تَخَلَّلَتْ رِدَّةٌ على  الأَصَحَّ

Seseorang yang bertemu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam wa aalihi wasallam beriman dengannya dan mati diatas itu walau sempat terselang kemurtadan menurut pendapat yang shahih (benar) (Nuhbatul Fikr)

Oleh karena itu orang yang beriman kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan tidak bertemu dengannya bukan termasuk shahabat seperti Najaasy. Beliau terhitung sebagai Tabi’in. Begitu juga orang yang bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wa aalihi wasallam tapi tidak beriman dengannya bukanlah shahabat. Orang-orang musyrik dan kafir pada masa Rasulullah bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wa aalihi wasallam tapi tidak beriman dengannya. Dan orang yang bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wa aalihi wasallam dan beriman dengannya kemudian murtad maka batalah shuhbatuhu (keshabatannya) apabila mati diatas kekafiran. Apabila bertaubat kepada Allah maka Allah meneriman taubatnya dan kembali suhbatuhu (keshabatannya).

Pembahasan Kedua: Keutamaan Shahabat

Banyak sekali dalil yang menunjukkan keutamaan shahabat, diantarannya

Allah Subhaanahu wata’aala berfirman:

وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ المُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (at-Taubah:100)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِى ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ

“Sebaik-baik manusia adalah pada masaku,  kemudian setelahnya, kemudian setelahnya” (HR. Bukhari no 2652 dan Muslim no 6635 )

لاَ تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ ، وَلاَ نَصِيفَهُ

“Janganlah kalian mencela shahabatku, kalau seandainnya salah seorang dari kalian menginfakkan emas sebesar gunung uhud, tidak akan mencapai satu mud dari salah seorang mereka dan tidak juga setengahnya” (HR. Bukhari no 3673-Muslim no 6652)

Pembahasan Ketiga: Bagaimana sikap kita terhadap shahabat

Berkata syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah:

وَمِنْ أُصُولِ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ : سَلَامَةُ قُلُوبِهِمْ وَأَلْسِنَتِهِمْ لِأَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ” كَمَا وَصَفَهُمْ اللَّهُ بِهِ فِي قَوْله تَعَالَى { وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ }

“Diantara pokok ahlussunnah wal jama’ah selamat hati dan lisannya dari shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (tidak membenci atau mencela –ed) sebagaimana Allah sifatkan dalam firman-Nya.

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإِيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb Kami, beri ampunlah Kami dan saudara-saudara Kami yang telah beriman lebih dulu dari Kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati Kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb Kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (al-Hasyr : 10) (al-Aqidah al-Washtiyah : 12)

Berkata Ibnu Qudamah rahimahullah:

ومن السنة تولي أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم ومحبتهم وذكر محاسنهم ، والترحم عليهم ، والاستغفار لهم والكف عن ذكر مساوئهم وما شجر بينهم . واعتقاد فضلهم ومعرفة سابقتهم

“Termasuk dari sunnah (petunjuk Nabi shallallhu alaihi wasallam) adalah loyal kepada para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan cinta mereka, menyebut-nyebut kebaikkan mereka, mendoakan agar senantiasa mendapat limpahan rahmat, memintakan ampunan kepada Allah atas kesalahan-kesalahan mereka. menahan lisan dari menyebutkan kejelekkan yang terjadi pada mereka dan perselisihan yang terjadi diantara mereka. Mengakui keutamaan mereka dan mengenal mereka sebagai orang yang terdahulu masuk islam.” (Lum’atul I’tiqad : 150)

Pembahasan Keempat: Siapa ahlu bait (keluarga) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam

Para ulama berselisih pendapat tentang hal ini, ada tiga pendapat

  1. Mereka adalah Quraisy seluruhnya. Ini pendapatnya Imam Malik
  2. Mereka adalah Bani Muthalib dan Bani Haasyim, ini pendapat Imam Ahmad, Syafi’i, Abu Tsaur, Mujahid, dan di rajihkan (dikuatkan) oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Katsiir, Sa’diy, As-Syinqiity, mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari no 3140 dari Utsman dan Zubair bin Muth’im secara marfu’, didalamnya terdapat perkataan

إِنَّمَا بَنُو الْمُطَّلِبِ وَبَنُو هَاشِمٍ شَيْءٌ وَاحِدٌ

             “Sesungguhnya Bani Muthalib dan Bani Hasyim satu kesatuan”

  1. Mereka Bani Hasyim saja, ini pendapatnya Umar bin Abdil ‘Aziz, Zaid bin Arqam, At-Tasury, Ali bin Husain, al-Auzaa’iy dan selain mereka.

Wallahu a’lam bish shawwab yang raajih (kuat) pendapatnya jumhur (mayoritas) ulama yaitu mereka adalah Bani Muthalib dan Bani Hasyim. Dan ahlu bait nubuwah demikian juga masuk para istri Rasulullah berdasrkan firman Allah Ta’aala:

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (Al-Ahdzab:33)

Konteks ayat ini kepada istri-istri Rasulullah

Pembahasan Kelima: Urutan Keutamaan shahabat

Shahabat yang paling utama/mulia adalah kaum muhajirin karena mereka melakukan dua amalan (besar) yaitu hijrah dan memberikan perolongan, kemudian kaum anshar. Dan kaum muhajirin yang utama adalah khalifah rasyidiin yang empat. Urutan keutamaan mereka dimulai yang paling utama Abu Bakar as-Shidiq, kemudian Umar bin Khatab, kemudian Utsman bin Affan dan kemudian Ali bin Abi Thalib. Setelah itu 10 orang yang dijamin masuk surga dalam sebuah hadits. Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam:

أَبُو بَكْرٍ فِي الْجَنَّةِ ، وَعُمَرُ فِي الْجَنَّةِ ، وَعُثْمَانُ فِي الْجَنَّةِ ، وَعَلِيٌّ فِي الْجَنَّةِ, وَطَلْحَةُ فِي الْجَنَّةِ ، وَالزُّبَيْرُ فِي الْجَنَّةِ ، وَسَعْدُ فِي الْجَنَّةِ ، وَسَعِيدُ فِي الْجَنَّةِ, وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ فِي الْجَنَّةِ ،  وَأَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ فِي الْجَنَّةِ

“Abu Bakar di surga, Umar di surga, Utsman di surga, Ali disurga, Thalhal disurga, Az-Zubair disurga, Sa’ad disurga, Sa’iid disurga, Abdurrahman bin Auf disurga, Abu ‘Ubaidah bin Jarrah disurga” (HR. Ibnu Majjah, at-Tirmidzi di Shahikan oleh Syaikh Al-Albani)

Kemudian setelahnya ahlu badr (yang mengikuti perang badr), kemudian ahlu Uhud (yang mengikuti perang uhud), kemudian yang mengikuti baiturridwan. (Silahkan lihat syarh Shahih Muslim :15/148-Syarh Lum’atul I’tiqad Ibnu Utsamin)

 

Pembahasan Keenam: Hukum mencela istri Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam shahabat

  • Hukum mencela istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

Mencela A’isyah dengan menuduhnya dari apa yang Allah membersihkannya dari perkara tersebut adalah bentuk kekafiran. Tentang hal ini adanya Ijma’ yang dihikayatkan lebih dari satu ulama. Karena dia telah mendustakan al-Qur’an. Dan barangsiapa yang mencela selain A’isyah dari istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang hal ini ada dua pendapat. Pendapat pertama: Mengatakan seperti mencela selain mereka dari para shahabat. Pendpat kedua: dan ini yang benar yaitu kafir sebagaimana orang yang menuduh A’isyah, dikarenakan mencela istri Rasulullah bentuk celaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. (Silahkan lihat Syarh Lumatul I’tiqad Ibnu Utsaimin : 155  dan sharimul Masluul : 421-422)

  • Hukum mencela Shahabat.

Kesimpulannya sebagaimana yang disebutkan oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah:

  1. Celaan yang mengandung pengkafiran mayoritas shahabat atau bahwa mayoritas mereka telah menjadi fasik. Celaan yang demikian ini adalah kafir, karena merupakan bentuk pendustaan terhaap Allah dan Rasul-Nya, yang telah memuji dan meridhai mereka.
  2. Mencela mereka dengan laknat dan menjelek-jelekkan mereka. pada kekafiran orang yang mencela dengan celaan seperti ini, terdapat dua pendapat dari ulama. Kalaupun misalnya tidak kafir maka si pencela harus di cambuk dan dipenjara sampai mati atau bertaubat dari mencela mereka.
  3. Mencela shahabat dengan celaan yang tidak menyebabkan agama mereka menjadi tercela, seperi penakut dan kikir. Maka orang yang mencela dengan celaan ini tidak kafir tetapi dia diberi pelajaran agar tidak melakukannya. (Silahkan lihat syarh Lum’atul I’tiqad Ibnu Utsiamin 152)

 

Pembahasan Ketujuh: Kelompok ahlu bid’ah yang mencela para shahabat

Berkata Sufyan bin Uyainah rahimahullah: “Barangsiapa yang mengucapkan sesuatu (yang jelek -ed) tentang shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan sebuah kalimat maka dia shahibul bid’ah (ahlu bid’ah)” (Syarhussunnah al-Imam Barbahari rahimahullah dengan syarh syaikh Shalih al-Fauzan : 1/168)

  1. Syiah Rafidhah mereka mencela para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam kecuali sedikit dari kalangan ahlu bait
  2. An-Nawashib mereka menyandarkan diri mereka sebagai musuh bagi ahlu bait.
  3. Khawarij mengkafirkan banyak shahabat

Sumber : http://tauhiddansyirik.wordpress.com