Darussalaf
Darussalaf oleh Admin

orang-orang yang menggenggam bara api ( bagian kedua

12 tahun yang lalu
baca 6 menit

Saya tidak mengetahui kapan mereka memahami bahwa sesungguhnya lingkaran Islam itu paling luas, persaudaraan di atas dasar keimanan itu yang paling penting, dan jalan yang ditempuh oleh generasi salaf itu yang paling alim, paling hakim, dan paling selamat. Sesungguhnya seluruh golongan hizbi dalam keadaan berbangga dengan kelompok dan golongannya masing-masing. Sungguh mereka telah menyandarkan qudwah-nya (suri tauladan) kepada selain Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, menyeru ke jalan selain jalan beliau , memberikan al wala’ wal bara’ karena sebab selain beliau shallallahu’alaihi wasallam . Mereka telah menulis perkataan yang tidak bersumber dari alqur’an dan assunnah dan menyandarkan diri kepadanya.

Apabila dibuka hijab yang menutupi mereka (golongan orang-orang hizbi) akan ditemukan bahwa mereka adalah golongan yang mentaati kebakhilan, mengikuti hawa nafsu, dan mengagungkan dunia atau kemewahan (mereka menyatakan dirinya di atas agama Islam dengan dasar hawa nafsunya masing-masing. Dan Islam bertentangan dengan apa yang mereka sandarkan padanya), mereka merasa takjub dengan akal pemikirannya masing-masing.
Oleh sebab itulah Islam yang hakiki sangat asing dan orang-orang yang mengamalkannya sangat asing sekali keadaannya diantara manusia.

Bagaimana tidak mungkin mereka sebagai orang-orang yang sangat asing keberadaannya diantara manusia ?! Mereka adalah satu kelompok yang sangat sedikit pengikutnya diantara 72 golongan (sebagaimana yang telah dikhabarkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam) yang masing-masing mempunyai pengikut, pemimpin, bendera, dan wilayah yang mereka tidak berdiri dan berjalan kecuali menyimpang dari jalan yang telah dibimbingkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam ?!
Apabila satu kelompok tersebut mengamalkan salah satu hukum Islam yang hakiki, yang telah dibimbingkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, maka hal tersebut menjadi sesuatu yang paling bertentangan dengan hawa nafsu, kenikmatan, syubhat, dan syahwat dari 72 golongan tersebut. Karena syubhat dan syahwat merupakan cita-cita akhir dari kehendak dan maksud mereka (72 golongan).
Satu kelompok tersebut adalah sebagai orang-orang yang paling asing diantara orang-orang yang menjadikan kebakhilan sebagai perkara yang dita’ati, hawa nafsu sebagai perkara yang diikuti; dan dunia (kemewahan) sebagai perkara yang diagungkan.
Pahala yang sangat besar ini [sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam di atas (lihat edisi 11) diberikan kepada mereka karena keberadaannya yang sangat asing diantara manusia, dan berpegang teguhnya kepada sunnah Rasulullah shallallahu’alihi wasallam diantara kegelapan hawa nafsu dan pemikiran manusia.

Apabila seorang mukmin yang telah diberikan rizki pemahaman dalam agamanya, kefakihan dalam sunnah Rasul-Nya, pemahaman dalam kitab-Nya, hendak berjalan dan mengamalkan bimbingan Allah dan Rasul-Nya, dalam keadaan dia melihat manusia dihiasi dengan hawa jalan nafsu, bid’ah, kesesatan, dan penyimpangan dari shirothol mustaqim yang telah ditempuh oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, maka orang mukmin tersebut telah mempersiapkan dirinya menjadi tempat celaan, fitnah, caci makian, dan hinaan dari orang-orang yang jahil dan ahlul bida’. Demikan juga penggembosan dan peringatan kepada manusia untuk menjauhinya. Sebagaimana keadaan salaf (pendahulu) mereka, yaitu Rasulullah shallallahu’alihi wasallam sebagai imamnya orang-orang yang beriman dan pengikut-pengikutnya dari perlakukan orang-orang kafir pada waktu itu.
Apabila orang-orang yang jahil dan ahlul bida’ diseru untuk kembali ke shirothol mustaqim, dengan segala penghinaan yang ada pada mereka, mereka tetap berbangga di atas kesesatannya.

Maka seseorang yang tetap di atas Islam yang hakiki (satu kelompok yang telah di khabarkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam), dia berada dalam keadaan:
-Asing dalam agamanya, karena kerusakan agama kaum muslimin.
-Asing di dalam berpegang teguh di atas sunnah, karena berpegang teguhnya kaum muslimin dengan bid’ah-bid’ah.
-Asing dalam akidahnya (keyakinannya), karena rusaknya akidah kaum muslimin.
-Asing dalam sholatnya, karena buruk dan rusaknya sholat kaum muslimin.
-Asing dalam manhajnya (jalannya), karena kesesatan dan kerusakan jalan yang ditempuh oleh kaum muslimin.
-Asing dalam penyandarannya, karena bertentangan dengan penyandaran kaum muslimin.
-Asing dalam muamalahnya (hubungannya) dengan kaum muslimin, karena kaum muslimin bermuamalah di atas hawa nafsu mereka.

Kesimpulannya : Dia sebagai seorang yang asing dalam seluruh perkara dunia dan akhiratnya, dia tidak menemukan keumuman kaum muslimin yang membantu dan memberikan pertolongan kepadanya. Dia menjadi orang yang:
– ‘Alim diantara orang-orang yang jahil,
– Pembawa sunnah diantara orang-orang ahlul bida’,
– Da’i yang menyeru kepada Allah dan Rasul-Nya diantara da’i-da’i yang menyeru kepada hawa nafsu dan bid’ah-bid’ah,
– Memerintahkan kepada perkara yang ma’ruf (baik) dan melarang dari perbuatan mungkar diantara kaum muslimin yang menganggap perkara yang ma’ruf adalah mungkar dan perkara yang mungkar adalah ma’ruf.
(Madarijus Salikin: Ibnu Qoyyim Al Jauziyah; Juz III/198-200)

Mereka adalah kelompok pembeda antara al haq dan al bathil yang berada di atas dasar alqur’an dan assunnah baik dari sisi akidah, manhaj, maupun amal.
Kejelasan seorang mu’min, baik da’i maupun mad’u (kaum muslimin yang diseru) berada di atas dasar al haq merupakan perkara yang dhoruri (mendasar), karena kebathilan banyak dihiasi dan ditampilkan dalam bentuk atau pakaian iman. Khususnya golongan orang-orang hizbi dan pribadi-pribadi yang dahulunya mengetahui dan memahami tentang iman kemudian menyimpang dan menyelisihinya. Karena mereka berkeyakinan bahwa setelah penyimpangannya tersebut, pemikirannya tetap di atas petunjuk (kebenaran). Apabila seorang da’i demikian keadaannya, maka dia akan menimbulkan kerusakan terhadap Islam yang hakiki.

Seorang muslim yang tetap dan kokoh dalam menjalani agamanya akan senantiasa adil dalam muamalahnya. Tidak bersifat lemah lembut kepada pendusta-pendusta dari golongan Yahudi, Nashara, dan yang lainnya, menempatkan lemah lembut dan kebalikannya sesuai dengan bimbingan Allah dan Rasul-Nya; paling baik muamalahnya kepada keluarga, isteri dan anak-anaknya; paling tinggi pemeliharaannya kepada sesuatu yang mudah, sulit, dan perkara yang berkaitan dengan kabar gembira. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (yang artinya):
“Maka janganlah kalian mentaati orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat Allah). Maka mereka menginginkan supaya kalian bersikap lunak (lemah lembut) lalu mereka bersikap lunak (pula kepada kalian)”. (Q.S. Al Qolam : 8-9)
“Dan orang-orang yang mengikuti syahawatnya bermaksud supaya kalian berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran)”.(Q.S. An Nisaa’ : 27)
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan ridho kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka”. (Q.S. Al Baqoroh : 120)

Perhatikanlah sikap yang haq dalam melepaskan diri dari kesyirikan, dan orang-orang yang menjalankannya di dalam alqur’an (yang artinya):
”Katakanlah: ‘Hai orang-orang kafir, aku tidak akan beribadah kepada apa yang kalian ibadahi, dan kalian bukan penyembah Robb yang aku ibadahi, dan aku tidak pernah beribadah kepada apa yang kalian ibadahi, dan kalian tidak pernah pula menjadi penyembah Robb yang aku ibadahi. Untuk kalianlah agama kalian dan untukkulah agamaku”. (Q.S. Al Kaafirun : 1-6)

Dan perhatikanlah permisalan yang dicontohkan dengan sangat jelas oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam kepada para sahabatnya radhiallahu ta’ala anhum: {“Kami duduk disisi Rasulullah ‘alaihisshalaatu wasallam, maka beliau membuat satu garis lurus di depannya demikian, dan berkata: ‘Ini adalan jalan Allah Azza wa Jalla’. Kemudian beliau membuat garis-garis di sebelah kanan dan kiri garis lurus tersebut, dan berkata: ‘Ini adalah jalan-jalan syaithon’. Kemudian beliau meletakkan tangannya pada garis lurus yang ada di tengah-tengah dan beliau membaca ayat yang mulia ini (yang artinya):
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kalian ikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian bertaqwa”.(QS. Al An’am: 153)}.
{Hadits Shahih dari jalan sahabat Jabir bin abdillah, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin ‘Abbas Radhiallahu Ta’ala anhum.Lihat takhrijnya dalam Kitab Kami : Al Junnah fi Takhrijis Sunnah , Hal 5-8).
(Insya Allah Bersambung)
(Diterjemahkan Oleh Al Ustadz Abu ‘Isa Nurwahid Dari Kitab Al Qabidhuna ‘ala Al Jamri)

Referensi : Buletin Dakwah Al Atsary, Semarang Edisi 12/ Th.I
Dikirim via Email Oleh Al Akh Dadik