Darussalaf
Darussalaf oleh Admin

nasehat al-imam ahmad bin hanbal rahimahullah

12 tahun yang lalu
baca 6 menit

Para pembaca rahimakumullah,

Telah diulas pada edisi yang lalu kisah kehidupan seorang ‘alim yang sangat bersemangat di dalam menuntut ilmu dan beribadah. Juga tentang kesabarannya yang luar biasa di dalam menghadapi berbagai ujian demi mempertahankan aqidah Ahlus Sunnah.

Guru beliau, Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata: “Aku keluar dari ‘Iraq. Dan tidaklah aku tinggalkan di kota tersebut seseorang yang paling utama, paling berilmu, paling wara’ dan paling bertakwa daripada Ahmad bin Hanbal.”

Al-Imam Abdurrazzaq Ash-Shan’ani rahimahullah berkata: “Tidaklah aku melihat orang yang paling pandai dan paling wara’ daripada Ahmad bin Hanbal.”

Yahya bin Sa’id Al-Qaththan rahimahullah berkata: “Tidaklah ada seorangpun yang datang ke Baghdad yang lebih aku cintai daripada Ahmad bin Hanbal.”

Karya-karya tulis beliau rahimahullah sangatlah banyak, diantaranya ada yang berjudul “Fadhail Shahabah”, “Az-Zuhd”, “Kitab Tafsir”, “An-Nasikh wa Al-Mansukh”, “At-Tarikh”, “Ahadits Syu’bah”, dan lain-lain. Yang paling terkenal dari karya-karya beliau adalah “Al-Musnad”. Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Tidak ada satu kitab musnad pun yang sebanding dengan kitab musnad karya Imam Ahmad dalam hal banyaknya jumlah hadits yang ada di dalamnya dan juga dalam hal bagusnya sistematika penyusunan.”

Pada edisi kali ini kami ingin menampilkan berbagai nasehat dan bimbingan beliau, agar kita dapat mencontoh beliau di dalam berpegang teguh dengan sunnah Nabi.

Amalan yang paling utama

Ada seseorang yang bertanya kepada Imam Ahmad rahimahullah:

“Beritakan kepada kami amalan apakah yang paling utama?”

Beliau menjawab: “Menuntut ilmu.”

Dia bertanya kembali: “Bagi siapa?”

Beliau menjawab: “Bagi orang yang benar niatnya.”

Dia bertanya kembali: “Apa saja yang bisa membenarkan niat itu?”

Beliau menjawab: “Dengan meniatkan dirinya agar bisa bertawadhu’ dan menghilangkan kebodohan darinya.”

Kewajiban Menuntut Ilmu

“Setiap orang wajib menuntut ilmu yang menjadikan agamanya tegak dengannya.”

Ditanyakan kepada beliau, “Seperti apa halnya?”

Beliau rahimahullah menjawab, “Yang ia tidak boleh bodoh (tidak berilmu) tentang sholat, puasa, dan lainnya.”

Kemuliaan hati

Sesungguhnya setiap sesuatu memiliki kemuliaan, dan kemuliaan hati adalah ridha kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala .

Mengingat Mati

Bahwasanya Imam Ahmad jika disebutkan tentang kematian maka beliau menangis tersedu-sedu. Dan beliau berkata: “Rasa takut telah menghalangiku untuk menyantap makanan dan minuman.”

Anjuran untuk berusaha

Ada seseorang yang bertanya kepada Imam Ahmad:

“Bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang duduk di rumahnya atau di masjidnya kemudian berkata: “Aku tidak akan bekerja apapun sampai rizki itu yang datang sendiri kepadaku.”

Beliau berkata: “Ini adalah seorang laki-laki yang tidak mengetahui ilmu. Tidakkah dia mendengar ucapan Rasulullah: ‘dijadikan rizki-ku di bawah naungan tombakku.’ Dan hadits yang lainnya tentang seekor burung yang di pagi hari dalam keadaan lapar kemudian pergi untuk mencari makan. Allah berfirman: “Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah (rizki).” [Al-Muzammil: 20]

Zuhud

Zuhud di dunia adalah: pendek angan-angan dan berputus asa (tidak mengharapkan) dari apa yang ada di tangan manusia.

Kemuliaan sahabat Rasulullah

Jika engkau melihat seseorang menyebutkan tentang salah seorang dari sahabat rasulullah dengan kejelekan maka ragukanlah keislamannya.

Merasakan kesenangan

Ada seseorang bertanya kepada beliau: “Kapan seorang hamba akan  merasakan kesenangan?”

Beliau menjawab: “Dia akan merasakan kesenangan tatkala mulai memasuki Al-Jannah (surga).”

Manusia pada hari kiamat

Sesungguhnya Allah membangkitkan para hamba pada hari kiamat atas 3 keadaan:

1. Orang baik  yang tidak ada jalan untuk menyalahkannya. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman (artinya): “Tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik.” [At-Taubah: 91]
2. Orang yang kafir mereka berada dalam An-Naar (neraka), Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman (artinya): “Dan orang-orang yang kafir, mereka berada di dalam Jahannam.” [Fathir: 36]
3. Orang yang berdosa (dibawah dosa syrik), maka perkaranya diserahkan kepada Allah. Jika Allah berkehendak, maka ia akan diadzab, dan jika Allah berkehendak, ia akan diampuni. Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman (artinya): “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni semua dosa yang dibawah dosa syirik bagi siapa yang dikehendakinya.” [An-Nisaa: 48 dan 116]

Hartawan yang zuhud

Imam Ahmad pernah ditanya tentang seseorang yang memiliki harta sebanyak 1000 dinar, apakah dia bisa dikatakan zuhud?”

Beliau menjawab: “Ya, dengan syarat dia tidak gembira ketika hartanya bertambah dan tidak bersedih ketika hartanya berkurang.”

Menjaga harga diri

Beliau pernah berdoa dalam sujudnya:

“Ya Allah, sebagaimana Engkau telah menjaga wajahku dari sujud kepada selain-Mu, maka jagalah wajahku dari meminta-minta kepada selain-Mu.”

Zakatnya ilmu

Beliau pernah ditanya tentang seorang yang banyak menulis hadits, maka beliau memberikan jawaban:

“Seharusnya bagi dia untuk memperbanyak amalan sebatas apa yang dia peroleh dalam mencari hadits tersebut.” Kemudian beliau melanjutkan ucapannya: “Jalannya ilmu itu sama dengan jalannya harta. Sesungguhnya harta itu jika bertambah maka bertambah pula zakatnya.”

Kesempurnaan makanan

Jika terkumpul pada makanan itu 4 hal maka sungguh telah sempurna:

1. Jika disebutkan nama Allah, pada awalnya.
2. Memuji nama Allah pada akhirnya.
3. Memperbanyak jumlah orang yang makan.
4. Makanan tersebut diperoleh dari jalan yang halal.

Tingkatan-tingkatan Zuhud

Dalam zuhud ada tiga tingkatan:

1. Meninggalkan yang haram. Ini adalah zuhudnya orang-orang yang awam.
2. Meninggalkan sesuatu yang kurang bermanfaat dari perkara yang halal. Ini adalah zuhudnya orang-orang yang khusus.
3. Meninggalkan sesuatu yang menyibukkan dari Allah. Ini adalah zuhudnya orang-orang yang telah mengenal Rabbnya.

Sikap dalam shalat

Beliau pernah ditanya: “Apa makna dari meletakkan tangan yang kanan diatas tangan yang kiri?”

Beliau menjawab: “Merendahkan diri dihadapan Allah Subhanallahu wa Ta’ala.”

Ketakwaan hati

‘Ali bin Al-Madini rahimahullah berkata: “Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata kepadaku, ‘Sebenarnya aku ingin menemanimu  pergi ke Makkah dan tidaklah ada yang menghalangiku untuk menemanimu kecuali aku khawatir akan membuatmu bosan atau engkau yang membuatku bosan.’

Ali rahimahullah berkata: “Ketika  aku akan berpisah, kukatakan kepadanya: ‘Wahai  Abu ‘Abdillah, berilah aku suatu wasiat?’

Ahmad rahimahullah berkata: “Ya, tetapkanlah ketakwaan itu dalam hatimu, dan tegakkanlah akhirat itu dihadapanmu.”

Bersegera dalam kebaikan

Setiap sesuatu dari kebaikan hendaklah engkau memberi perhatian padanya, kemudian bersegera untuk memperolehnya sebelum terhalang antaramu dengan kebaikan tersebut.

Ringan dalam hisab

Suatu yang sedikit dari perkara dunia maka kelak hisab (perhitungan)nya akan ringan di akhirat

Berkurangnya keimanan

Iman bisa bertambah dan berkurang. kebaikan semuanya adalah bagian dari iman (menambah keimanan -red) dan kemaksiatan dapat mengurangi keimanan.

Semangat belajar

Tidaklah seseorang akan patah semangat di dalam menuntut ilmu kecuali orang yang bodoh.

Keikhlasan

Al-Ikhlas adalah hendaklah amalanmu diniatkan dalam rangka ibadah dan meninggalkan sesuatu yang haram, serta meniatkan setiap kebaikan dan ketakwaan hanya semata-mata ditujukan kepada Allah. Ikhlas adalah ruhnya amalan. Amalan tanpa ruh ibarat mayit. Allah tidak menerima amalan tersebut dan tidaklah dia akan selamat dari api neraka.

Semangat beramal

Tidaklah aku menulis sebuah hadits kecuali aku telah mengamalkannya walaupun cuma satu kali supaya tidak menjadi hujjah pada diriku kelak, sampaipun shalat 2 rakaat Maghrib antara adzan dan iqamat (aku telah mengamalkannya).

Doa beliau

Ya Allah, janganlah Engkau sibukkan hati kami dengan sesuatu yang telah Engkau bebankan kepada diri kami.

Dan janganlah Engkau menghalangi diri kami dari kebaikan yang ada pada-Mu dengan suatu kejelekan yang ada pada diri kami.

Dan janganlah Engkau perlihatkan pada diri kami apa yang telah Engkau larang.

Dan janganlah Engkau luputkan bagi diri kami apa-apa yang telah Engkau perintahkan.

Muliakanlah diri kami dan janganlah Engkau hinakan diri kami.

Muliakanlah diri kami dengan ketaatan dan janganlah Engkau hinakan diri kami dengan kemaksiatan.

Maraji’:

1. Mawa’izh Al-Imam Ahmad
2. Musthalah Hadits karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah, hal. 63-66.
3. Kitab Fadhail Shahabah jilid I
4. Siyar A’lamin Nubala
5. Bidayah wa Nihayah

http://www.assalafy.org/mahad/?p=524#more-524