Upaya penyaringan terhadap segala hal yang bukan berasal dari ajaran Islam, baik dalam hal Aqidah, Ahkam (hukum) maupun Akhlaq, selayaknya terus dilakukan, agar Islam kembali bersih berseri, murni dalam naungan risalah sebagaimana risalah yang telah diturunkan kepada Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dan diajarkan pada Sahabatnya, yang diteruskan oleh pengikutnya hingga hari kiamat.
Maka untuk tujuan tersebut, maka perlu digencarkan pendidikan atas generasi muslim dengan Islam yang murni dengan Tarbiyah Imaniyyah (pendidikan keimanan), sehingga membekas di lubuk hati para kader Islam. Maka disinilah peran Dakwah Salafiyyah, yang berpegang dengan pemahaman Rasulullah beserta Sahabatnya, yang terus berupaya menegakkan tonggak Islam di atas tonggak yang mengokohkan Islam di masa lalu.
Menjadi suatu keharusan mutlak bagi setiap Muslim, yang menginginkan kesuksesan dan merindukan kehidupan yang mulia, serta kemenangan di dunia dan di akhirat, bahwa dalam memahami Al Qur’an dan As Sunnah yang shahih harus dengan pemahaman Muslimin yang terbaik (Salaful Ummah) yaitu para Sahabat Rasulullah dan Tabi’in (murid Sahabat), serta siapapun yang mengikuti jalan mereka dengan baik hingga hari kiamat.
Dipilihnya metode ini, karena tidak dapat dibandingkan (dengan siapaun, selain dengan Rasulullah) kelurusan, kebenarannya, dalam fikrah, pemahaman dan manhaj yang lebih benar dan lebih lurus dibanding pemahaman dan manhaj Salafus Shalih (jalannya para Salaf yakni Sahabat Rasulullah, Tabi’in dan Pengikutnya, yang Shalih hingga hari kiamat).
Oleh karena itu tidak akan pernah bisa baik kehidupan umat yang akhir ini kecuali dengan apa yang telah menjadikan baik generasi awal.
Apabila kita teliti dengan seksama dalil-dalil dari Al Qur’an maupun As Sunnah serta ijma’ dan qiyas maka bisa disimpulkan dari dalil-dalil tersebut tentang wajibnya memahami Al Qur’an dan As Sunnah dalam bimbingan manhaj Salafus Sholih, karena itu merupakan pemahaman yang disepakati kebenarannya sepanjang abad perjalanan dakwah ini.
Maka itu tidak dibenarkan bagi siapa saja, setinggi apapun kedudukannya, memahami Islam ini selain pemahaman Salafus Sholih (pemahamannya dapat dilihat di tafsir Al Quran karya para Sahabat, penjelasan hadits dalam kitab-kitab Hadist dan tulisan-tulisan para Sahabat & pengikutnya). Dan siapapun juga yang membenci pemahaman Salaf lalu menggantinya dengan bid’ah-bid’ah orang belakangan (orang-orang sesudah generasi Salaf ) yang diracuni dengan berbagai pemahaman yang membahayakan dan yang tidak selamat dari pemahaman asing, akan mengakibatkan tercerai-berainya kamu muslimin.
Sesungguhnya Salafus Shalih Radiyallahu anhum telah nyata kebaikan mereka baik dalam nash maupun istimbat, Allah berfirman dalam surat At-Taubah ayat 100. “Dan generasi yang terdahulu dan pertama-tama (masuk Islam) diantara kaum Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah telah ridha kepada mereka (Muhajirin & Anshar = Sahabat/Salafus Sholih) dan mereka ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung. Dengan dalil ayat ini (QS At Taubah 100) dapat diambil pemahaman bahwa Allah Sang Pencipta telah memuji terhadap mereka yang mengikuti kepada sebaik-baik manusia. Telah diketahui bahwa apabila sebaik-baik manusia itu mengatakan suatu perkataan, kemudian ada seseorang yang mengikuti mereka, maka dia wajib untuk mendapatkan pujian dan berhak untuk mendapatkan keridhaan.
Kalau seandainnya sikap ittiba’ mereka tidak membedakan dengan selain mereka (yang tidak ittiba’) maka dia tidaklah berhak mendapatkan pujian dan keridhaan. Siapakah sebaik-baik manusia itu? Mereka adalah para shahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an surat Al Bayyinah : 7 “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih merekalah sebaik-baik manusia”. Allah berfirman dalam surat Ali Imran : 110 : “Kalian adalah umat terbaik yang telah ditampilkan untuk manusia, kalian telah beramar makruf dan bernahi munkar dan beriman kepada Allah”.
Dari sini kita mendapatkan petunjuk bahwa Allah telah memuji dan menyatakan keutamaan mereka (Sahabat) atas segala umat, dan apabila ingin dipuji ALLAH juga, maka ummat ini harus istiqamah dalam segala hal mengikuti Salafus Sholih.
Disamping itu Salafus Sholih sesungguhnya memang tidak pernah menyimpang dari cahaya (petunjuk Ilmu Al Quran dan Sunnah) yang terang benderang (Al Haq) ini. Maka jika ada yang berkata :”Ini (gelar sebaik-baik umat, pen.) bersifat umum dalam umat ini, tidak hanya terbatas pada generasi Sahabat saja,”saya katakan bahwa mereka (para sahabat) adalah obyek pembicaraan yang pertama, dan orang yang mengikuti mereka dengan baik tidak masuk dalam pembicaraan ayat diatas, kecuali kalau ada penjelasan dengan qiyas atau dalil lain sebagaimana dalam dalil pertama.
Secara umum dan ini yang benar, Sahabat adalah yang pertama kali masuk dalam obyek pembicaraan karena merekalah yang pertama kali mengambil ilmu dan amal langsung dari Rasullullah Shalallahu ‘alaihi wa salam tanpa perantara, dan merekalah yang mendapat kabar gembira dengan wahyu ini.
Oleh karena itu, merekalah yang paling pertama masuk dalam pembicaraan ayat ini dibanding yang lain disebabkan sifat-sifat yang telah diberikan kecuali kepada mereka (para Sahabat). Pun kecocokan sifat dengan pensifatan Allah adalah merupakan bukti bahwa mereka lebih berhak mendapatkan pujian dari pada yang lain. Sabda Rasullullah Shalallahu ‘alaihi wa salam : “Sebaik-baik manusia adalah generasiku (generasi Rasulullah & Shahabat), kemudian orang-orang sesudah mereka (Tabi’in) kemudian orang-orang sesudah mereka (Tabi’ut Tabi’in.). Sesudah itu akan datang kaum yang kesaksian mereka mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului kesaksiannya.” (HR. Bukhari IV/189, Muslim VII/184-185, Ahmad I/424 dll).
Apakah kebaikan yang ditetapkan kepada para Sahabat yang dimaksudkan adalah dalam hal bentuk mereka? Atau jasad mereka, harta mereka, tempat tinggal mereka, atau ?? Tidak diragukan lagi bagi orang yang memiliki akal yang sempurna, memahami Al Qur’an dan As Sunnah dengan benar, bahwa bukan itu semua yang dimaksudkan disini, sama sekali bukan.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam tidaklah berbicara dengan hawa nafsunya. Apa saja yang berasal darinya adalah Ar-Rusyd (Al Haq) dan Al Huda (petunjuk). Para sahabat semuanya adil (jujur). Mereka tidak berbicara kecuali dengan jujur dan tidak beramal kecuali dengan haq. Demikian para sahabat. Mengikuti mereka akan memberi keselamatan dari kegelapan syahwat (kebrutalan hawa nafsu) dan subhat (bahaya pengaburan), dan siapapun yang berpaling dari pemahaman para sahabat maka dia berada dalam kesesatan dimana kegelapan demi kegelapan semakin melilitnya sehingga kalau dia mengulurkan tangannya hampir tidak akan terlihat. Dengan pemahaman sahabat, kita membentengi Al Qur’an dan As Sunnah dari berbagai bid’ah setan dari jenis manusia ataupun jin. Mereka hanya menginginkan timbulnya fitnah dan menghendaki takwilnya untuk merusak apa yang dimaksudkan Allah dan Rasul-Nya. Maka pemahaman sahabat radhiallahu anhum adalah benteng dari segala keburukan dan benteng dari sebab-sebab yang menimbulkannya. Kalau pemahaman para sahabat tidak bisa dijadikan hujjah maka mustahil pemahaman generasi setelah para sahabat menjaga pemahaman para sahabat dan menjadi benteng baginya. Apabila pengkhususan dan pembatasan ini ditolak yaitu wajibnya memahami Al Qur’an dan as Sunnah yang shahih dengan pemahamannya ‘ maka akan semakin jauhlah seorang muslim dari “kebenaran yang mutlak,” dan (yang lebih buruk lagi) berbagai firqah dan partai akan menjadi terhalang untuk kembali ke jalan yang benar.
Sesungguhnya Al Qur’an dan As Sunnah adalah merupakan penangkal berbagai pemahaman yang menyimpang seperti : Mu’tazilah, Murji’ah, Jahmiyyah, Syi’ah, Tasawwuf/Sufi, Khawarij, Bathiniyyah, dan selain mereka, maka tidak boleh tidak harus ada pemisahan.
Wallahu a’lam