۱۳۸۹- وَعَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ:وَمَنْ سَلَكَ طَرِيْقًايَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا,سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقًا إِلَى الجَنَّةِ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
۱۳۹۰- وَعَنْهُ أَيْضًا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: مَنْ دَعَاإِلىٰ هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الاَجْرِمِثْلُ أُجُرِمَنْ تَبِعَهُ لاَيَنْقُصُ ذٰلِكَ مِنْ اُجُوْرِهِمْ شَيْئًا.رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
۱۳۹۱-وَعَنْهُ قَالَ:قَالَ رَسُوْلُ اللهِ :إِذَا مَاتَ ابْنُ ﺁدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ:صَدَقَتٍ جَارِيَةٍ,أَوْعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ,أَوْوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
1389. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu , sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.”(H.R Muslim)
1390. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu , sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa menyerbu kepada hidayah (petunjuk) maka baginya pahala seperti pahala orang-orang yamh mengikutinya tanpa mengurangi dari pahala mereka sedikitpun.”(H.R Muslim)
1391. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu , dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:”Jika anak Adam mati, maka terputuslah semua amalannya melainkan tiga hal; shadaqah jariyyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akannya.”(H.R Muslim)
قَالَ:وَمَنْ سَلَكَ طَرِيْقًايَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا,سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقًا إِلَى الجَنَّةِ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
۱۳۹۰- وَعَنْهُ أَيْضًا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: مَنْ دَعَاإِلىٰ هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الاَجْرِمِثْلُ أُجُرِمَنْ تَبِعَهُ لاَيَنْقُصُ ذٰلِكَ مِنْ اُجُوْرِهِمْ شَيْئًا.رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
۱۳۹۱-وَعَنْهُ قَالَ:قَالَ رَسُوْلُ اللهِ :إِذَا مَاتَ ابْنُ ﺁدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ:صَدَقَتٍ جَارِيَةٍ,أَوْعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ,أَوْوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
1389. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu , sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.”(H.R Muslim)
1390. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu , sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa menyerbu kepada hidayah (petunjuk) maka baginya pahala seperti pahala orang-orang yamh mengikutinya tanpa mengurangi dari pahala mereka sedikitpun.”(H.R Muslim)
1391. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu , dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:”Jika anak Adam mati, maka terputuslah semua amalannya melainkan tiga hal; shadaqah jariyyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akannya.”(H.R Muslim)
Ketiga hadits tersebut menjelaskan tentang keutamaan ilmu dan pengaruh serta dampaknya yang baik.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Dan barang siapa menempuh satu jalan (cara) untuk mendapatkan ilmu, maka Allah pasti mudahkan baginya jalan menuju surga”. (H.R Muslim)
“Menempuh Jalan” disini mencakup: Jalan secara indrawi yaitu jalan yang dilalui kedua kaki, seperti sesorang pergi dari rumahnya menuju tempat untuk menimba ilmu baik berupa masjid, madrasah, ataupun universitas dan lain sebagainya.
Dan termasuk hal ini adalah rihlah (mengadakan perjalanan) dalam rangka mencari ilmu yaitu seseorang yang rihlah dari negerinya ke negeri lain untuk mencari ilmu, maka hal ini adalah termasuk menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu.
Sungguh Jabir bin Abdillah Al Anshori radhiallahu ‘anhu, seorang shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengadakan rihlah untuk mendapatkan satu hadits selama perjalanan sebulan di atas onta, beliau menempuh perjalanan dari negerinya ke negeri yang lain selama sebulan untuk mendapatkan satu hadits, yang diriwayatkan Abdullah bin Unais radhiallahu ‘anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang diriwayatkan Imam Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad No. 746)
Kedua: Jalan yang bersifat maknawi, yaitu mencari ilmu dari pendapat dan perkataan para ulama’ dan kitab-kitab.
Maka orang yang menelaah kitab-kitab untuk mengetahui dan mendapatkan hukum permasalahan syari’at walaupun
dia duduk diatas kursinya maka ia telah
menempuh satu jalan mendapatkan ilmu.
Barang siapa duduk dihadapan seorang syaikh(ahlul ilmi) dia belajar darinya, maka ia telah menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu walaupun ia duduk.
Barangsiapa menempuh jalan tersebut maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga, karena dengan ilmu syar’i engkau akan mengerti hukum-hukum Allah Subhanahu wa ta’ala. Engkau mengetahui syari’at Allah, apa yang diperintahkan dan apa yang dilarang-Nya, sehingga engkau ditunjuki ke jalan yang Allah Azza wa Jalla ridhoi dan menghantarkan engkau ke jannah. Manakala bertambah semangat dalam menempuh jalan yang mengantarkan kepada ilmu maka bertambah pula kemudahan jalan yang mengantarkanmu ke surga.
Dalam hadits ini terdapat dorongan spirit untuk “tholabul ilmi” (mencari ilmu) tanpa diragukan oleh seorangpun. Maka sudah sepantasnya bagi manusia untuk segera mempergunakan kesempatan. Terlebih bagi pemuda yang dia lebih mampu menghafal dengan cepat, lebih kuat melekat pada pikirannya, maka sudah sepantasnya untuk bersegera menggunakan waktu dan umurnya sebelum datang masa-masa yang menyibukkan dirinya.
Hadits Kedua:
Juga dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda” (artinya)
“Barang siapa menyeru kepada petunjuk maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dari pahala mereka sedikitpun.” (H.R Muslim)
“Barang siapa yang menyeru kepada petunjuk” yaitu dengan mengajarkan ilmu kepada manusia, karena da’i (penyeru) kepada Al-huda (petunjuk) adalah orang yang mengajarkan kepada manusia dan menjelaskan dan membimbing mereka
kepada Al haq, maka dia mendapat pahala seperti orang yang mengikutinya.
Satu contoh: Engkau memberi petunjuk kepada orang agar dia semestinya menjadikan (sholat) witir sebagai akhir sholat malamnya. Sebagaimana perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
اِجْعَلُوا آخِرَ صَلاَتِكُمْ فِى الَّيْلِ وِتْرًا
“Jadikan akhir sholat kalian di malam hari adalah witir”
Engkau menganjurkan dan mendorong untuk sholat witir, kemudian ada seseorang yang melakukan witir berdasarkan bimbinganmu maka engkau mendapat pahala seperti dia, yaitu orang yang mengetahui hal itu dari kamu, dan hal itu bisa mengalir hingga hari kiamat.
Dalam hadits tersebut terdapat dalil yang menunjukkan banyaknya pahala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam karena beliau telah menunjuki umat ini kepada “Al huda” maka setiap ada orang yang beramal dari ummat ini dengan petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan pahalanya juga tanpa mengurangi pahala orang-orang yang mengamalkannya sedikitpun.
Sehingga pahala itu sempurna baik bagi pelaku maupun da’i (orang yang menunjukinya)
Jika telah jelas bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapat pahala apa yang diamalkan ummat, maka dengan hal ini menjadi jelas pula kesalahan orang yang “menghadiahkan” pahala ibadah kepada Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Misalnya sebagian orang ada yang melakukan shalat dua raka’at kemudian berkata “ ya Allah jadikan pahala amalan (sholat) ini untuk Rasul”. Ada lagi yang membaca Al Qur’an, ia pun berkata “ ya Allah jadikan pahalanya untuk Rasul” maka ini adalah perbuatan yang keliru.
(Maka tidak ada dari kalangan para shahabat, tabi’in(murid para shahabat), para imam, baik Imam Ahmad bin Hambal, Asy Syafi’i, Malik, dan Abu Hanifah yang menghadiahkan amalan untuk Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam)
(tanda kurung adalah penukilan secara ringkas, pent.)
Jadi kita ambil faedah dari hadits ini berupa keutamaan ilmu, karena dengan sebab ilmulah yang menunjuki kepada Al Huda, yang mendorong kepada taqwa, maka ilmu lebih utama dibanding banyaknya harta bahkan sekalipun bersedekah dengan harta yang luar biasa banyaknya, berilmu dan menyebarkan ilmu adalah lebih afdhol.
Sekarang sebuah contoh nyata untuk anda semua:
Di zaman Abu Hurairah terdapat raja yang memiliki kekuasaan dunia, di zaman imam Ahmad ada orang-orang kaya yang memiliki harta kekayaan melimpah dan mereka bersedekah dan wakaf, di zaman setelah mereka seperti zaman Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, ada juga orang-orang kaya yang bershadaqah, berinfaq dan wakaf. Mana atsar (pengaruh) harta yang mereka infaqkan?, mana shadaqah mereka yang kita rasakan sampai hari ini? Telah hilang itu semua…
Sementara itu, hadits-hadits-nya Abu Hurairah tetap dibaca setiap saat malam dan siang, dia pun mendapatan pahalanya, para imam-imam juga demikian, ilmu mereka, fiqih mereka tersebar di tengah-tengah ummat, sehingga terus mengalir pahala untuk mereka.
Demikian juga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim dan yang lainnya dari para ulama, walau mereka telah meninggal, nama-nama mereka masih senantiasa hidup seakan mereka tetap mengajarkan kepada manusia sementara mereka di kubur-kuburnya. Mereka terus dapat pahala walaupun mereka telah tiada.
Hal ini menunjukkan bahwa ilmu itu lebih afdhal dan lebih bermanfaat bagi manusia dibandingkan banyaknya harta.
(bersambung…)
Diterjemahkan oleh Al Ustadz Muhammad Rifa’i dari kitab Syarah Riyadhus Shalihin Bagian Kitabul Ilmi karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin cetakan Darul Atsar (3/424-426).
Referensi: Buletin Da’wah Islam Riyadhus Shalihin Edisi 005/Jumadil Tsani/1427 H.