Darussalaf
Darussalaf oleh Admin

kedudukan dan peran mulia ahlul hadits di dalam syari’at islam

12 tahun yang lalu
baca 8 menit

Sesungguhnya Allah mengutus Muhammad shallallahu’alaihi wasallam dengan petunjuk dan agama yang haq dengan tujuan meninggikan agama Islam di atas agama-agama lain di muka bumi ini, meskipun orang-orang kafir membencinya. Sesungguhnya manusia yang paling mulia dan tinggi kedudukannya di dalam menjalankan, mengikuti, mencintai, memberikan loyalitas dan pertolongan pada al haq (kebenaran) yang dibawa oleh Muhammad shallallahu’alaihi wasallam adalah para shahabat beliau yang mulia, generasi tabi’in, atba’ut tabi’in dan orang-orang yang mengikuti jalan dan petunjuk mereka sampai akhir zaman.
Sesungguhnya siapapun yang mengetahui atau mempelajari keadaan kaum muslimin terdahulu, yang mereka secara umum menisbatkan dirinya sebagai umat Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam, akan menemukan bahwa sesungguhnya ahlul hadits adalah orang-orang yang paling tinggi di dalam mengikuti, mentaati dan menyandarkan seluruh amalan mereka sesuai petunjuk yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam yang berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah, baik dalam permasalahan aqidah, ibadah, mu’amalah, dakwah dan hujjah.
Golongan ahlul hadits adalah orang-orang yang paling tinggi kepercayaannya dalam meyakini manhaj (jalan) yang haq, yaitu manhaj yang dibawa secara sempurna oleh Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam, dan itu adalah jalan yang selamat dan lurus. Selain jalan tersebut, merupakan jalan yang tidak disyari’atkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan tidak Diridhoi oleh-Nya, yang dapat menghantarkan kita kepada kebinasaan dan adzab.

Siapakah Ahlul Hadits ?
Ahlul hadits adalah orang-orang yang berjalan di atas manhaj atau jalan yang ditempuh oleh para shahabat Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dan tabi’in, yang berhujjah di atas dasar Al Qur’an dan As Sunnah. Mereka berpegang teguh kepada keduanya dan mendahulukan keduanya di atas seluruh perkataan dan petunjuk, baik dalam permasalahan aqidah, ibadah, mu’amalah (hubungan), akhlak, pemerintahan, atau bentuk organisasi yang masyru’ (disyari’atkan).
Mereka adalah orang-orang yang tetap di atas perkara yang asas (pokok) dalam agama dan cabangnya sesuai dengan apa yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya yaitu Muhammad ‘alaihishalaatu wasallam.
Mereka adalah orang-orang yang selalu menegakkan dakwah kepada Al Qur’an dengan kesungguhan, kejujuran dan ‘azzam yang kuat, dan merekalah yang membawa ilmu hadits, membatalkan dan membantah penyimpangan orang-orang yang ghuluw (melampaui batas), penganut madzhab dan ta’wilnya orang-orang jahil.
Kedudukan ahlul hadits adalah sebagai pengawas seluruh golongan sesat dalam Islam, seperti golongan Jahmiyyah, Mu’tazilah, Khawarij, Rowafidh, Murji’ah, Qodariyyah dan lainnya yang menyimpang dari jalan Allah atau sebagai pengikut hawa nafsu, kapan dan di manapun. Mereka tidak takut cercaan manusia kecuali hanya Allah. Mereka adalah kelompok yang dipuji dan di jamin oleh Rasulullah ‘alaihishalaatu wasallam lewat sabdanya yang artinya : “Akan selalu ada sekelompok dari umatku yang tetap mendhohirkan (menampakkan) yang haq. Mereka tetap tegar di atasnya, tidak dapat digoyahkan oleh orang-orang yang mencerca dan menyelisihi sampai tegaknya hari kiamat”.{1}
Mereka adalah al-firqah an-najiyah (kelompok yang selamat) yang tetap di atas petunjuk Rasulullah ‘alaihishalaatu wasallam dan sahabatnya. Sifat dan tanda mereka telah dikhabarkan oleh beliau shallallahu’alaihi wasallam ketika menyebutkan bahwa umatnya akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya masuk neraka kecuali satu kelompok, yaitu :”mereka yang tetap di atas petunjukku dan para sahabatku”.{2}
Kami katakan demikian bukan sekedar dakwahan dusta dan isapan jempol belaka, akan tetapi kenyataan ini dipersaksikan di atas nash-nash Al Qur’an dan As Sunnah, sejarah dan persaksian dari perkataan, keadaan, dan karangan-karangan mereka (ahlul hadits).
Mereka adalah kelompok yang menempatkan pandangan hidupnya di atas firman Allah yang artinya :
“Dan berpegangteguhlah kalian semua kepada tali Allah (Al Qur’an) dan janganlah berpecah-belah”.(QS.’Ali Imran :103)
“maka peringatkanlah orang-orang yang menyelisihi perintah-Nya untuk takut akan terkena fitnah atau adzab yang pedih .” (QS. An Nuur : 63)
Ahlul Hadits adalah kelompok yang sangat jauh dari penyimpangan terhadap perintah Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dan sangat jauh dari fitnah.
Ahlul Hadits adalah kelompok yang menjadikan undang-undangnya di atas hujjah firman Allah’Azza wa Jalla yang artinya:
“Maka demi Rabb-mu, mereka tidak dikatakan beriman hingga menjadikan dirimu (Muhammad shallallahu’alaihi wasallam) sebagai hakim dari perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa di dalam hati mereka suatu keberatan terhadap keputusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. (QS.An Nisaa’:65)
Ahlul hadits adalah kelompok yang menjunjung tinggi dan mengagungkan nash-nash Al Qur’an dan Sunnah sesuai kedudukannya. Mereka dahulukan keduanya (Al Qur’an dan Sunnah) di atas seluruh perkataan manusia. Mereka dahulukan petunjuk Rasul-Nya di atas petunjuk seluruh manusia. Mereka berhukum dengannya dalam seluruh urusan dengan keridha’an yang sempurna, jiwa yang lapang, dan tidak ada rasa sempit dan berat. Mereka serahkan diri sepenuhnya untuk Allah dan Rasul-Nya dengan penyerahan yang sempurna dalam aqidah, ibadah, dan mu’amalah.
Mereka adalah kelompok yang siap menerima panggilan Allah ‘Azza wa Jalla (yang artinya) :
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin apabila mereka diseru kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menetapkan hukum pada mereka adalah :”kami mendengar dan kami ta’at (patuh)”.Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung “.(QS.An Nuur : 51)

Mereka (ahlul hadits) setelah para shahabat Rasulullah ‘alaihisshalaatu wasallam adalah golongan tabi’in, diantaranya adalah: Said bin Al Musayib (90 Hijriah), Urwah bin Az Zubair (94 H), Ali bin Al Husain Zainal Abidin (93 H) , Muhammad bin Al Hanafiyah (80 H), Ubaidillah bin Abdillah bin ‘Utbah bin Mas’ud (94 H), Salim bin Abdullah bin ‘Umar (106 H), Al Qosim bin Muhammad bin Abi Bakr As Shiddiq (106 H), Al Hasan Al Bashri (110 H) , Muhammad bin Sirrin (110 H), Umar bin Abdul Aziz (101 H), Muhammad bin Syihab Az Zuhri (125 H).

Kemudian Atba’ut Tabi’in, mereka diantaranya adalah: Imam Malik (179 H), Al Auza’i (157 H), Sufyan bin Sa’id Ats Tsauri (161 H), Sufyan bin Uyainah (198 H), Ismail bin ‘Aliyah (193 H), Al Laits bin Sa’ad (175 H).

Generasi kemudian yang mengikuti mereka diantaranya adalah: Abdullah bin Al Mubarok (181 H), Waqi’ bin Al Jarroh (197 H), Al Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi’i (204 H), Abdurrahman Ibnu Mahdi (198 H), Yahya bin Sa’id Al Qoththon (198 H), Affan bin Muslim (219 H).

Kemudian murid mereka (murid Atba’ Atba’ut Tabi’in) diantaranya yaitu : Al Imam Ahmad bin Hambal (241 H), Yahya bin Ma’in (233 H), ‘Ali bin Al Madini (234 H).

Kemudian murid-murid mereka diantaranya : Al Imam Al Bukhari (256 H), Muslim (261), Abu Hatim (277), Abu Zur’ah (264), Abu Dawud (275 H), At Tirmidzi (279 H), An Nasa’i (303).

Kemudian generasi setelahnya yang mengikuti mereka diantaranya : Al Imam Ibnu Jarir (310 H), Ibnu Khuzaimah (311 H), Ad Daruquthni dan Al Khatib Al Baghdadi (463 H), Ibnu Abdil Barr (463 H), Abdul Ghani Al Maqdisi (600 H), Ibnu Qudamah (620 H), Ibnu Ash Shalah (643 H), Ibnu Taimiyah ( 728 H), Al Mizzi (743 H), Adz Dzahabi (748 H), Ibnu Katsir (774 H).

Dan orang-orang yang mengikuti mereka di setiap generasi, yang berpegang teguh kepada Al Qur’an dan as sunnah sampai pada zaman sekarang disebut sebagai ahlul hadits.

Kesungguhan Ahlul Hadits dalam berkhidmat di atas Sunnah
Sungguh Allah telah menjunjung dan memuliakan ahlul hadits untuk mencintai, memuliakan, mementingkan dan mengambil pelajaran atau kaidah dari sunnah nabi ‘alaihishalaatu wasallam yang suci bersama Al Qur’an sebagai rujukan tunggal untuk pengajaran Islam yang berkaitan dengan masalah akidah maupun syariat. Dalam ibadah, muamalah dan seluruh sendi-sendi kehidupan manusia.
Mereka berjalan dengan arif dan kesungguhan yang tinggi untuk menghafal hadits, mengajarkan, membukukan, rihlah (melakukan perjalanan) yang panjang dan melelahkan, membedakan antara yang sahihdan tidak, membukukan nama-nama periwayat hadits dan menerangkan keadaan mereka dari sisi keadilan dan sisi kepercayaan atau dari sisi kedustaan, dan sifat tadlis (menyembunyikan) serta sifat-sifat lain dari seluruh macam yang berkaitan dengan jarh dan at ta’dil ( cacat dan tidaknya) baik yang berkaitan dengan sanad (keterhubungan perawi) dan matan (isi) hadits, tanpa melebih-lebihkan perawi, dan mereka melakukan itu semua tanpa perasaan takut atas cercaan, dan hanya mengharap keridho’an Allah Ta’ala.
Yang demikian itu adalah kekhususan yang hanya diberikan kepada umat nabi Muhammad ‘alaihishalaatu wasallam dan tidak diberikan kepada umat-umat yang lainnya. Allah berikan pada tangan-tangan imam ahlul hadits permulaan kesempurnaan untuk menguasai ilmu hadits yang penuh dengan hal-hal yang menakjubkan.
Tidak ada satupun dari para ahlu ilmi yang sejajar dan menyamai kedudukan serta keahlian para imam ahli hadits.
Allah telah membukakan dan menerangkan kepada seluruh umat manusia akan amalan, kesungguhan dan sesuatu yang sangat mulia yang ditingggalkan para imam ahli hadits, yaitu kitab-kitab karangan mereka yang didasari dengan tingkat kejeniusan, bakat atau pembawaan dan akal yang sangat luar biasa, sehingga mereka Mampu menguasai ilmu hadits dan macam-macamnya yang sarat dengan kesulitan.

(Diterjemahkan Oleh Al Ustadz abu ‘Isa Nurwahid dari Kitab Makaanah Ahlul Hadts wa Ma’tsarahum wa Atsarahum al Hamidah fid Diin )

{1} (Hadits Shahih dikeluarkan oleh : Imam Muslim III/1523, Imam Ahmad (Al Musnad V/278-279), Imam Abu Dawud (As Sunan III/4), Imam Tirmidzi (As Sunan IV/420), Imam Ibnu Majah (As Sunan I/4-5), Al Hakim ( Al Mustadrak IV/449-450), Ath Thabrani (Al Mu’jam Al Kabir,7643), Ath Thayalisi ( Al Musnad Hal.94, No.689)}.(Lihat Ash Shahihah : Al ‘Allamah Syaikh Al Albani : 270,1955)
{2} ( Hadits Shahih Diriwayatkan oleh Imam Ahmad ( Al Musnad II/332), Imam Abu Dawud ( As Sunan IV/197), Imam Tirmidzi ( As Sunan V/25), Al Hakim (Al Mustadrak I/129)}.(Lihat : Ash Shahihah Al ‘Allamah Syaikh Al Albani hal 203)

Sumber : Buletin Da’wah Al ATsary, Semarang Edisi 8/1427H