Darussalaf
Darussalaf oleh Admin

hukum wanita berobat kepada laki-laki dan sebaliknya

12 tahun yang lalu
baca 4 menit

Pertanyaan:

 

Apa hukumnya seseorang wanita berobat kepada laki-laki dan sebaliknya?


Jawab:

 

Yang wajib adalah seorang laki-laki berobat kepada laki-laki dan seorang wanita berobat kepada wanita. Tetapi, apabila darurat, maka seorang dokter boleh melihat ke tempat (anggota tubuh) yang diperlukan saja. Demikian pula seorang dokter wanita, apabila tidak ada dokter laki-laki yang memeriksa pasien laki-laki. Dan bagi rumah sakit Islam dan para dokter-dokternya wajib bertakwa kepada Allah sehingga mereka harus menjauhi fitnah-fitnah dan perkara-perkara yang bisa menyampaikan kepadanya, seperti campur baur dengan wanita, berbincang-bincang, dan bersenda gurau bersama sekretaris wanita dan para perawatnya. Ini adalah kerusakan yang besar bagi hati. Nabi shallallahu `alaihi wasallam telah bersabda,


أَلا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلا وَهِيَ الْقَلْبُ


“Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad ada segumpal darah, yang apabila ia rusak, maka rusaklah seluruh jasad, dan apabila segumpal darah itu baik, maka baiklah seluruh jasad. Ketahuilah itu adalah hati.”

 

Dan Rabb kita subhanahu wa ta`ala telah berfirman,


ۚ وَإَذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَسْئَلَوهُنَّ مِنْ وَرَآءِ حِجَابٍۚ ذَالِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّۚ


“Apabila kalian meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka.” (Al-Ahzaab: 53)


فَلا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلا مَعْرُوفًا


“Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Al-Ahzaab: 32)

 

Dan Imam Muslim telah meriwayatkan hadits di dalam kitab Shahihnya dari hadits Abu Sa`id Al-Khudri bahwa Nabi shallallahu `alaihi wasallam bersabda,


فَاتَّقُوا الدُّنْيَا، وَاتَّقُوا النِّسَاءَ؛ فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيْلَ كَانَتْ فِي النِّسَاء


“Waspadailah dunia. Dan waspadailah wanita. Sesungguhnya fitnah pertama yang menimpa Bani Isra’il adalah urusan wanita.”

 

Dan sesungguhnya perkara ini, demi Allah adalah termasuk musibah, kejelekan dan fitnah yang menimpa negri-negri kaum muslimin, yaitu menyengaja mempekerjakan wanita untuk mengobati laki-laki pada saluran-saluran kencing dan mempekerjakan laki-laki pada bidang kebidanan (membantu proses kelahiran). Dan ini pada hakikatnya adalah pengobatan untuk badan, tetapi penyakit bagi hati. Sedangkan penyakit hati itu lebih bermudharat bagi badan dan agama sebagaimana yang telah lewat dalam hadits (Abu Sa`id Al-Khudri). Dan pengobatan sakitnya hati tidak bisa kecuali dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam.

 

Ibnu Qayyim dalam Zaadul Ma’ad fi Hadyi Khairil `Ibad (4/7) berkata,

 

“Adapun dokternya hati, maka diserahkan kepada para rasul dan tidak ada jalan untuk mencapainya (sehatnya hati) kecuali dari arah mereka dan oleh tangan-tangan mereka. Karena sesungguhnya baiknya hati adalah hati tersebut mengenal Rabbnya, Penciptanya dan mengenal nama-nama, sifat-sifat, perbuatan-perbuatan, serta hukum-hukum Rabbnya. Dan hati tersebut harus mengutamakan keridhaan-Nya, dan kecintaan kepada-Nya, serta menjauhi larangan-larangan dan kemurkaan-Nya.

 

Tidak ada kesehatan untuk hati, tidak pula ada kehidupan bagi hati sama sekali kecuali dengan hal itu. Dan ada jalan pula untuk didapatkan kecuali dari arah para rasul, dan apa-apa yang disangkakan bahwasanya kesehatan hati bisa didapatkan dengan tanpa mengikuti mereka, maka ini adalah kesalahan dari orang yang menyangka demikian. Dan orang yang tidak bisa membedakan antara yang ini dan yang itu, maka tangisilah kehidupan hatinya karena sesungguhnya hatinya telah mati. Dan tangisilah pula cahaya hatinya karena sesungguhnya telah tenggelam di dalam samudera kegelapan.” (Sekian nukilan dari Ibnu Qayyim).(

 

Sumber: Buku Terjemahan: Berbahagialah Muslim yang Sakit karya Asy-Syaikh Yahyâ bin ‘Alî Al-Hajûrî,  Penerbit Al-Ilmu)