Darussalaf
Darussalaf oleh Admin

hukum seputar iedul fitri

12 tahun yang lalu
baca 2 menit

Soal 3 : Jika ‘iedul fitri bertepatan dengan hari Jum’at, apakah boleh aku menjalankan sholat ‘ied dan meninggalkan sholat Jum’at atau sebaliknya ?

Jawab : Jika keadaannya demikian, bagi seorang muslim yang telah menjalankan sholat ‘ied sebagai makmum maka gugur kewajibannya untuk menjalankan sholat Jum’at dan sunnah baginya bila ingin menjalankan sholat jum’at .Jika dia tidak menjalankan sholat Jum’at maka wajib baginya untuk sholat dzuhur, ini bagi ma’mum. Adapun seorang imam maka wajib baginya menjalankan sholat Jum’at bersama kaum muslimin setelah dia manjalankan sholat ‘ied (Syaikh Sholih Fauzan)

Soal 4 : Apakah boleh menampakan kegembiraan dan suka cita di hari raya ‘iedul fitri, ‘iedul adha, malam 27 Rajab, malam niysfu Sya’ban, hari Asy syura ?

Jawab : Apabila yang demikian dilakukan pada ‘iedul fitri/ ‘iedul adha maka boleh selama dalam batasan-batasan syari’at. Seperti bersuka cita dengan hidangan makan dan minum sebagaimana sabda Nabi (yang artinya) : “Hari-hari Tasyrik adalah hari hari makan dan minum serta dzikrulloh.” Yaitu 3 hari setelah ‘iedul adha menikmati nikmat Allah azza wa jalla. Demikian juga ‘iedul fitri selama dalam batasan batasan syar’i.
Adapun pada malam 27 Rajab, Malam niysfu Sya’ban, hari Asy syura maka tidak boleh merayakan/ memperingatinya dengan kegembiraan sebagaimana sabda Nabi (yang artinya) : “Berhati-hatilah kalian dengan perkara baru dalam agama, sesunguhnya setiap bid’ah (perkara baru) dalam agama adalah sesat “.
Kemudian, anggapan malam 27 Rajab adalah malam isra mi’rajnya Nabi Muhammad adalah tidak benar dalam sejarah Islam. Pun kalau seandainya itu benar, maka tidak boleh dirayakan sebagaimana ‘ied dan dirayakan dengan ibadah, karena yang seperti ini tidak pernah ada pada zaman Nabi . Adapun hari Asy syura’ yang dianjurkan adalah berpuasa pada hari itu. Puasa pada hari itu dikatakan oleh Nabi : “menghapuskan dosa dosa tahun sebelumnya”.
Nabi pun memerintahkan agar berpuasa sehari sebelum dan sesudah puasa Asy syura dalam rangka menyelisihi yahudi yang hanya berpuasa pada hari Asy syura saja. (Syaikh Utsaimin)

(Diterjemahkan oleh Al Ustadz Abu ‘Isa Nurwahid dari Fataawa Lajnah ad Da’imah, Syarhul Mumthi’ Ibnu Utsaimin, Fataawa wa Rasaail Ibnu Utsaimin, dan Majmu’Fataawa Syaikh Shalih Fauzan)

Sumber : Buletin Da’wah Al-Atsary, Semarang. Edisi 18 / 1427 H
Dikirim via email oleh Al-Akh Dadik

Oleh:
Admin