Darussalaf
Darussalaf oleh Admin

hukum menyembelih pada hari tertentu untuk mayit

12 tahun yang lalu
baca 2 menit

Soal :
“ Seorang muslim meninggal dunia, sementara itu dia memiliki banyak anak dan harta. Bolehkah anak-anaknya menyembelih kambing untuknya atau membuatkan roti (makanan) pada hari ketujuh atau keempat puluh sebagai hadiah atas nama bapaknya dengan mengundang kaum muslimin ?

Jawab :
Sedekah yang di berikan atas nama orang yang meninggal dunia adalah disyari’atkan. Memberi makan fakir miskin dan para tetangga, serta memuliakan kaum muslimin (dengan menjamunya), adalah bentuk-bentuk kebajikan dan kebaikan yang di anjurkan oleh syari’at.
Akan tetapi, menyembelih kambing, sapi, onta, unggas atau hewan-hewan lainnya pada hari kematian atau pada hari-hari tertentu (sesudahnya), seperti hari ketujuh ataub keempat puluh adalah perbuatan bid’ah. Demikian pula membuat roti (makanan) pada hari-hari tertentu, hari ketujuh atau keempat puluh, atau pada hari Kamis dan Jum’at atau malam harinya, untuk di sedekahkan atas nama si mayyit adalah bid’ah yang tidak pernah ada pada masa As-Salafush Sholih (yakni masa sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam).
Karena itulah wajib meninggalkan bid’ah ini sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam : “Barang siapa yang membuat perkara baru dalam urusan agama kami ini yang bukan berasal darinya, maka (amal itu) tertolak !” ( HR. Bukhari).
Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam lainnya : “Tinggalkanlah perkara-perkara yang baru dalam agama ini. Sesungguhnya setiap perkara baru dalam urusan agama adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat. “

Yang di syari’atkan bagi ahli waris adalah bersedekah untuk yang meninggal dunia tanpa harus menentukan (membatasi) hari-hari tertentu, dan tanpa meyakini bahwa sedekah yang di lakukan pada waktu-waktu itu memiliki keutamaan. Kecuali apa yang memang telah di syari’atkan, seperti sedekah pada bulan Ramadhan dan hari kesepuluh bulan Dzulhijjah, karena adanya keutamaan dan lipat ganda pahala pada waktu-waktu itu.
Wallahu a’lamu bis shawwab.

Maroji’:
Dijawab oleh Lajnah Ad Daaimah lilbuhuts al Ilmiyyah wal Ifta’ (Panitia Tetap untuk fatwa, Kerajaan Saudi Arabia), sebagaimana dalam fatawa li Al-Lajnah Ad-Daimah (1/217).

Sumber : BULETIN DAKWAH AT-TASHFIYYAH, Surabaya Edisi : 16 / Robi’ul Awal / 1425