Darussalaf
Darussalaf oleh Admin

hukum menamai negeri yahudi dengan israel

12 tahun yang lalu
baca 9 menit

Fadhilatul ‘Allamah Dr. Rabi’ bin Hadi bin ‘Umair Al-Madkhali menjelaskan:

الحمد لله ، والصلاة والسلام على رسول الله ، وعلى آله وصحبه ومن اتبع هداه. أما بعد

Di sana ada sebuah fenomena aneh yang tersebar di tengah-tengah kaum muslimin, yaitu penamaan negeri Yahudi -yang dimurkai- dengan nama Israel. Dan saya belum melihat seorang pun yang mengingkari fenomena yang berbahaya ini[1]. Sebuah fenomena yang menyinggung kemuliaan seorang rasul yang mulia, salah satu dari pemimpin para rasul, yaitu Ya’qub[2] ‘alaihish shalatu wassalam, yang dipuji oleh Allah bersama kedua ayahnya yang mulia, Ibrahim dan Ishaq di dalam kitab-Nya yang mulia dengan firman-Nya:

وَاذْكُرْ عِبَادَنَا إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ أُولِي الأَيْدِي وَالأَبْصَارِ . إِنَّا أَخْلَصْنَاهُم بِخَالِصَةٍ ذِكْرَى الدَّارِ . وَإِنَّهُمْ عِندَنَا لَمِنَ الْمُصْطَفَيْنَ الأَخْيَارِ.

“Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq, dan Ya’qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang Tinggi. Sesungguhnya kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. Dan sesungguhnya mereka pada sisi kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik.” (Shad: 45-47)

Inilah kedudukan seorang rasul yang mulia ini, maka bagaimana mungkin beliau dikaitkan dengan orang-orang yahudi dan orang yahudi dikaitkan dengan beliau!?

Kebanyakan kaum muslimin menyebutkan negeri ini dalam konteks celaan, misalnya mengatakan ‘Israel berbuat demikian’, ‘Israel melakukan tindakan demikian dan demikian’, dan ‘Israel akan berbuat demikian’. Dan ini -menurut pandangan saya- adalah kemungkaran yang tidak boleh terjadi di tengah-tengah kaum muslimin, terlebih lagi jika menjadi sebuah fenomena yang telah tersebar di tengah-tengah mereka tanpa ada pengingkaran.

Dari sinilah kami lontarkan pertanyaan ini dan sekaligus jawabannya. Kami katakan:

‘Bolehkah memberi nama negeri Yahudi -yang kafir lagi jahat- dengan Isra’il atau Negara Israel yang kemudian ketika mengarahkan kecaman dan celaan kepadanya, menyebutkan nama Israel!?

Yang benar adalah hal itu tidak boleh, dan sungguh orang-orang Yahudi telah membuat makar yang sangat besar ketika menjadikan haknya sebagai hak yang sesuai syari’at di dalam mendirikan negara untuk menggulingkan negeri-negeri muslimin atas nama warisan Nabi Ibrahim, dan juga Nabi Isra’il. Mereka (Yahudi) juga telah membuat makar yang amat besar di dalam penamaan terhadap negerinya As-Suhaiwaniyyah dengan nama

negara Israel, dan tipu daya mereka telah mengalahkan kaum muslimin -saya tidak mengatakan mengalahkan kalangan awam saja bahkan para cendikia pun juga-.

Mereka menyebutkan negara Israel, bahkan (mencatut) nama Nabi Isra’il di dalam berita-berita, surat kabar-surat kabar, majalah-majalah, dan pembicaraan-pembicaraan mereka, baik dalam konteks murni berita maupun dalam konteks kecaman, celaan, dan bahkan laknat. Semua itu terjadi di tengah-tengah kaum muslimin, dan sangat memprihatinkan sekali kami tidak mendengar satu pengingkaran pun terhadapnya.

Sungguh Allah subhanahu wata’ala telah mencela orang-orang Yahudi di dalam banyak ayat-ayat Al-Qur’an, melaknat mereka, dan memberitakan kepada kita kemurkaan-Nya atas mereka dengan menyebutkan nama Yahudi, dan nama orang-orang kafir dari Bani Isra’il, bukan atas nama Isra’il, seorang nabi yang mulia -Ya’qub-, putra seorang yang mulia -Ishaq Nabiyullah-, putra seorang yang mulia -Ibrahim Khalilullah ‘alaihimush shalatu wassalam.

Orang-orang Yahudi tidak memiliki kaitan keagamaan dengan Nabiyullah Isra’il -Ya’qub ‘alaihis salam-, dan tidak juga dengan Ibrahim Khalilullah ‘alaihish shalatu wassalam, dan mereka juga tidak memiliki hak terhadap agama warisan kedua Nabi tersebut, akan tetapi (warisan agama keduanya) itu hanya khusus bagi kaum mukminin saja. Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِإِبْرَاهِيمَ لَلَّذِينَ اتَّبَعُوهُ وَهَذَا النَّبِيُّ وَالَّذِينَ آمَنُواْ وَاللهُ وَلِيُّ الْمُؤْمِنِينَ.

“Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan nabi ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah pelindung semua orang-orang yang beriman.” (Ali ‘Imran: 68)

Dan Allah berfirman -dalam rangka membersihkan Khalil-Nya, Ibrahim dari agama Yahudi, Nashrani, dan musyrikin-:

مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلاَ نَصْرَانِيًّا وَلَكِن كَانَ حَنِيفًا مُّسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ.

“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.” (Ali ‘Imran: 67)

Kaum muslimin tidaklah mengingkari bahwa Yahudi adalah anak cucu nabi Ibrahim dan Isra’il, akan tetapi mereka (muslimin) menetapkan bahwa Yahudi termasuk musuh-musuh Allah dan para Rasul-Nya, di antaranya: Muhammad, Ibrahim, dan Isra’il ‘alaihimush shalatu wassalam, dan mereka juga menetapkan bahwa tidak ada warisan antara para nabi dengan musuh-musuh mereka dari kalangan orang-orang kafir, baik Yahudi,  Nashara, atau dari kalangan musyrikin arab dan selain mereka. Sesungguhnya orang yang paling dekat dengan Ibrahim dan seluruh para nabi adalah kaum muslimin yang beriman kepada mereka, mencintai dan memuliakan mereka, beriman dengan segala yang diturunkan kepada mereka berupa kitab-kitab dan shuhuf, dan kaum muslimin menganggap hal itu merupakan pokok agama mereka, mereka adalah para pewaris para nabi dan orang-orang yang paling dekat dengan mereka.

Bumi Allah ini hanyalah diperuntukkan bagi hamba-hamba-Nya yang beriman kepada-Nya, dan kepada para Rasul yang mulia. Allah ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِن بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ . إِنَّ فِي هَذَا لَبَلاغًا لِّقَوْمٍ عَابِدِينَ . وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ.

“Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauhul Mahfuzh, bahwasanya bumi ini diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang shalih. Sesungguhnya (apa yang disebutkan) dalam (Surat) ini, benar-benar menjadi peringatan bagi kaum yang beribadah (kepada Allah). Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Al-Anbiya’: 105-107)

Musuh-musuh para nabi tidak memiliki warisan di muka bumi ini, -terlebih orang-orang Yahudi- di dunia ini, dan di akhirat bagi mereka siksa neraka yang kekal. Dan sangat  mengherankan kondisi mayoritas kaum muslimin yang menerima klaim Yahudi bahwa mereka adalah pewaris negeri Palestina, dan mencari Haikal Sulaiman yang mereka (Yahudi) mengkufurinya dan menuduhnya dengan tuduhan yang keji. Mereka (orang-orang Yahudi) adalah paling keras permusuhannya terhadap Nabi Sulaiman dan selain beliau para nabi dari kalangan Bani Isra’il. Allah ta’ala berfirman:

أَفَكُلَّمَا جَاءَكُمْ رَسُولٌ بِمَا لاَ تَهْوَى أَنفُسُكُمُ اسْتَكْبَرْتُمْ فَفَرِيقاً كَذَّبْتُمْ وَفَرِيقًا تَقْتُلُونَ.

“Apakah setiap datang kepadamu seorang Rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu menyombong, maka beberapa orang (di antara mereka) kamu dustakan dan beberapa orang (yang lain) kamu bunuh?” (Al-Baqarah: 87)

Bagaimana bisa sebagian kaum muslimin -minimalnya dengan perbuatan mereka- menerima klaim yang batil ini!? Dan bersamaan dengan itu mereka pun juga menamai negeri Yahuid dengan Isra’il, dan dengan nama Negara Israel!

Dan -demi Allah- tidak pernah ada seharipun mereka lebih berhak atas kaum mukminin dalam warisan agama Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, para rasul, dan yang mengamalkan risalah mereka itulah wali-wali Allah, wali-wali para nabi dan para rasul-Nya.

Hendaknya kaum muslimin mengembalikan jati diri mereka dalam akidah dan manhajnya dengan bersumber dari Kitabullah, sunnah Nabi mereka shallallahu ‘alaihi wasallam, dan prinsip beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, para shahabatnya, orang-orang yang mengikutinya dengan baik dari generasi terbaik tabi’in, para ulama yang senantiasa memberikan bimbingan dalam agama ini. Ini merupakan sebab terbesar datangnya pertolongan Allah kepada mereka dalam menghadapi musuh-musuhnya, dan sebab datangnya kejayaan bagi mereka, kebahagiaan, dan kemuliaan di dunia dan akhirat.

Dan hendaknya kaum muslimin juga membersihkan tangan-tangan mereka dari jeratan hawa nafsu dan bid’ah, sikap fanatik terhadap kebatilan dan para pengusungnya, kemudian hendaknya mereka berusaha dengan sungguh-sungguh di dalam mempersiapkan perlengkapan berupa persenjataan dengan segala bentuknya, dan hal-hal yang mendukung itu semua berupa perhatian dan pelatihan terhadap pasukan, sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah ta’ala berfirman:

وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ.

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu.” (Al-Anfal: 60)

Dan kekuatan yang disebutkan di dalam ayat ini mencakup semua bentuk kekuatan yang bisa menggentarkan musuh dari berbagai bentuk persenjataan.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

( ألا إن القوة الرمي . ألا إن القوة الرمي . ألا إن القوة الرمي )

“Ketahuilah bahwasanya kekuatan itu adalah lemparan, ketahuilah bahwasanya kekuatan itu adalah lemparan, ketahuilah bahwasanya kekuatan itu adalah lemparan.”

Ar-Ramyu (lemparan) dalam hadits tersebut adalah termasuk di dalamnya segala bentuk senjata yang digunakan untuk melempar (menembak, menusuk, memukul, dsb), semua itu harus didapatkan, baik dengan membuatnya, atau dengan membelinya, atau dengan selain keduanya.

Dan sungguh -sekali lagi- saya sangat terheran dengan adanya penetapan nama Nabi yang mulia lagi terhormat ini terhadap sebuah negeri yang jahat, umat yang dimurkai, dan umat yang sangat pendusta. Disebutkanlah negeri tersebut ketika membicarakan tentangnya, ketika menyebutkan berita tentangnya, atau ketika mencelanya dengan Isra’il dan atau Negara Israel. Seolah-olah bahasa Islam dan bahasa arab yang luas ini telah menjadi sempit bagi mereka, sehingga mereka tidak mendapatkan nama kecuali nama ini. Kemudian apakah mereka (muslimin) memikirkan hal ini? Apakah ini diridhai Allah atau Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam!? Dan apakah juga diridhai oleh nabiyullah Isra’il, atau bahkan sebaliknya, sesuatu yang menyakitkan hati beliau seandainya beliau hidup!?

Tidakkah mereka tahu bahwa celaan dan cercaan yang mereka tujukan kepada Yahudi dengan menyebutkan nama beliau (Isra’il) akan bisa tertuju kepada beliau sendiri dalam keadaan mereka tidak menyadarinya!?

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ألا تعجبون كيف يصرف الله عني شتم قريش ولعنهم !؟ يشتمون مذممًا ويلعنون مذممًا ، وأنا محمد.

“Tidakkah kalian heran bagaimana Allah menghindarkan aku dari celaan dan laknat Quraisy!? Mereka mencela dan melaknat, sedangkan aku adalah Muhammad.” (HR. Ahmad, Al-Bukhari di dalam shahihnya no. 3533, dan An Nasa’i).

Maka bagaimana kalian bisa memalingkan celaan, laknat, dan cercaan kalian terhadap musuh Allah kepada nama seorang nabi yang mulia di antara para nabi Allah dan rasul-Nya, serta makhluk pilihan-Nya!?

Jika ada yang mengatakan bahwa yang semisal dengan penetapan ini ada juga di dalam Taurat!

Maka kami katakan: sangat mungkin ini merupakan salah satu perubahan yang dilakukan Ahlul Kitab, sebagaimana yang Allah saksikan tentang mereka bahwa mereka telah mengubah Al-Kitab dengan tangan-tangan mereka sendiri kemudian mereka menyatakan: ini dari Allah. Bahkan di dalam Taurat yang sudah diubah-ubah pun juga terdapat tuduhan terhadap para nabi dengan kekufuran dan kekejian, maka bagaimana mungkin bisa bersandar dan berhujjah dengan kitab mereka yang demikian kondisinya!?

Kita memohon kepada Allah agar memberikan taufiq-Nya kepada kaum muslimin semuanya untuk bisa menjalankan hal-hal yang dicintai dan diridhai-Nya, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. Sesungguhnya Rabb kita Maha Mendengar do’a.

Diterjemahkan dari: http://sahab.net/home/index.php?Site=News&Show=663
[1] Permasalahan seperti ini pernah juga difatwakan oleh Asy-Syaikh Shalih bin Muhammad Al-Luhaidan (lihat http://asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=379). Sehingga Asy-Syaikh Rabi’ menyatakan ungkapan seperti ini ada kemungkinan beliau belum mengetahui adanya fatwa Asy-Syaikh Shalih Al-Luhaidan tersebut, atau mungkin juga beliau lebih dahulu dalam menyampaikan fatwa ini sebelum Asy-Syaikh Shalih Al-Luhaidan. Wallahu a’lam.

[2] Isra’il adalah nama lain bagi nabiyullah Ya’qub ‘alaihissalam. Orang-orang Yahudi bermaksud menyandarkan nama negara mereka dengan nama beliau ‘alaihissalam ini. Dan kemudian nama ini lebih dikenal di kalangan masyarakat internasional dengan Israel, transliterasi bahasa dari Isra’il.
http://www.assalafy.org/mahad/?p=489#more-489