Karena seringnya membaca, melihat, dan mendengar hal-hal yang haram melalui berbagai media, rasa malu pun akan terkikis dari hati, bahkan bisa jadi hilang sama sekali. Padahal rasa malu adalah unsur pokok yang menghidupkan hati.
Islam datang membawa syariat yang mulia lagi sempurna. Allah ‘azza wa jalla berfirman dalam kitab-Nya,
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (al-Maidah: 3)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memberitakan tentang misi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus oleh Allah ‘azza wa jalla,
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ
“Hanyalah aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
(HR. Ahmad, Malik, dan al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad, dan dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam ash-Shahihah (1/75)
Akan tetapi, kemuliaan dan kesempurnaan syariat Islam tidak akan disadari dan diyakini selain oleh orang-orang yang diberi hidayah taufik dari Allah ‘azza wa jalla.
Apalagi di zaman sekarang, yang disebut era globalisasi dan teknologi informasi. Cepat dan dahsyatnya informasi ternyata tidak identik dengan kemajuan pada bidang yang lain. Terkhusus bidang agama, moral dan spiritual kaum muslimin secara umum dan generasi mudanya secara khusus telah dirusak oleh berbagai asupan yang bersumber dari media massa, baik elektronik maupun cetak.
Media massa yang ada saat ini umumnya dimiliki oleh Yahudi dan Nasrani. Kalaupun ada yang dimiliki oleh kaum muslimin, tetap tidak terlepas dari berbagai hal mungkar yang terjadi di dalamnya. Karena itu, berbagai bentuk media penyaji informasi tersebut dimanfaatkan untuk menghancurkan moral dan agama bangsa ini, terkhusus generasi muda kaum muslimin. Perhatikanlah acara-acara televisi, terkhusus film, sinetron, hiburan, iklan, dan bahkan berita yang disajikan pun mengandung kemungkaran.
Hal ini diperparah oleh ketersediaan layanan internet yang mudah, murah, dan cepat; yang bisa diakses melalui ponsel pintar yang tergenggam di tangan generasi muda muslimin. Belum lagi kalau kita mengengok media cetak, seperti majalah, koran, dan tabloid, yang dipenuhi gambar-gambar tidak pantas yang membangkitkan nafsu syahwat. Akibatnya, tidak ada yang selamat dari kerusakan yang ditimbulkan oleh media massa selain orang-orang yang dijaga oleh Allah ‘azza wa jalla.
Di antara bentuk kerusakan moral terbesar yang ditimbulkan oleh media massa adalah sebagai berikut.
Hilangnya Rasa Malu
Karena seringnya membaca, melihat, dan mendengar hal-hal yang haram melalui berbagai media, rasa malu pun akan terkikis dari hati, bahkan bisa jadi hilang sama sekali. Padahal rasa malu adalah unsur pokok yang menghidupkan hati. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الْإِيمَانِ
“Rasa malu adalah salah satu cabang keimanan.” (Muttafaqun alaih dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskan keutamaan rasa malu melalui sabdanya,
الْحَيَاءُ لاَ يَأْتِي إِلاَّ بِخَيْرٍ
“Rasa malu tidaklah mendatangkan selain kebaikan.” ( Muttafaqun alaih dari Imran bin Hushain radhiallahu ‘anhu)
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan, “Di antara hukuman akibat perbuatan dosa adalah hilangnya rasa malu yang merupakan unsur pokok yang menentukan hidupnya hati. Rasa malu adalah dasar seluruh kebaikan. Maka dari itu, hilangnya rasa malu akan menyebabkan sirnanya seluruh kebaikan.” (ad-Da’ wad-Dawa’ hlm. 105)
Berdasarkan penjelasan di atas, barang siapa yang sudah tidak memiliki rasa malu disebabkan oleh kemaksiatannya, dia akan melakukan berbagai kemaksiatan yang lain tanpa rasa malu pula. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلَامِ النُّبُوَّةِ إِذَا لَمْ تَسْتَحْيِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ
“Sesungguhnya, di antara perkataan nubuwah terdahulu yang masih didapatkan oleh manusia ialah apabila engkau tidak malu, berbuatlah sesukamu.” (HR. al-Bukhari dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu)
Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah menjelaskan, “Perintah dalam hadits ini (‘berbuatlah sesukamu’) bermakna berita. Artinya, barang siapa tidak memiliki rasa malu, dia akan berbuat semaunya. Sebab, yang menghalangi seseorang berbuat jelek adalah rasa malu. Jadi, ketika seseorang tidak memiliki rasa malu, niscaya dia akan bersemangat melakukan seluruh perbuatan keji dan mungkar.” (Jami’ al-‘Ulum wal Hikam 1/498)
Di antara akibat buruk yang ditimbulkan oleh hilangnya rasa malu dalam kehidupan masyarakat ialah sebagai berikut.
Hal ini terjadi di sekolah, perguruan tinggi, kantor, dan tempat lainnya. Mereka bercampur baur dengan berbagai bentuk penampilan, dandanan, dan wewangian, meniru apa yang dilihat di televisi.
Hal ini tentu akan menimbulkan berbagai keburukan dan godaan terhadap lawan jenis. Padahal Allah ‘azza wa jalla berfirman kepada Nabi-Nya dan istri-istri beliau—yang menjadi teladan bagi kaum muslimah,
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah yang dahulu.” (al-Ahzab: 33)
Asy-Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah menjelaskan ayat ini dalam tafsirnya, “Tetaplah kalian tinggal di rumah-rumah kalian, karena hal itu lebih selamat dan lebih menjaga kehormatan. Janganlah kalian sering keluar rumah dalam keadaan bersolek dan memakai wewangian sebagaimana halnya kebiasaan orang-orang jahiliah sebelum kedatangan Islam yang tidak memiliki ilmu dan agama. Sebab, semua hal itu akan menyeret ke dalam berbagai kejelekan dan sebabnya.”
Di antara fitnah yang terjadi karena ikhtilath ialah khalwat (pacaran), terkhusus di tempat-tempat hiburan/wisata. Ini pun mereka lakukan karena meniru apa yang mereka dapatkan dari berbagai media.
Perlu diketahui, ikhtilath dan khalwat akan menyeret kepada perbuatan keji yang lain, seperti onani, zina, dan pemerkosaan. Oleh karena itu, Allah ‘azza wa jalla melarang berbagai hal yang menyeret manusia menuju zina.
Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. (al-Isra: 32)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang umatnya melakukan khalwat,
لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ
“Janganlah salah seorang di antara kalian berkhalwat dengan seorang wanita kecuali bersama mahramnya.” (Muttafaqun alaih dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan hadits di atas, “Yang dimaksud adalah wanita yang bukan mahramnya, seperti anak perempuan bibi atau paman, atau yang tidak memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan Anda. Jadi, berdua-duaan dengan wanita yang seperti ini hukumnya haram. Tidaklah seseorang lelaki berkhalwat dengan perempuan kecuali setan akan menjadi pihak yang ketiga. Bagaimana menurut Anda tentang orang yang berkhalwat (berpacaran) yang disertai oleh setan? Sungguh, kita yakin keduanya akan menceburkan diri ke dalam kejelekan. Kita memohon perlindungan kepada Allah ‘azza wa jalla.” (Syarh Riyadhish Shalihin, 4/167)
Karena itu, benarlah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنْ الزِّنَا مُدْرِكٌ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الِاسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلَامُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Ditetapkan bagian dari perbuatan zina bagi anak Adam, dia pasti akan mendapatkannya, tidak mungkin selamat.
Dua mata zinanya dengan melihat (halhal yang haram dilihat), dua telinga zinanya dengan mendengarkan (hal-hal yang haram didengar). Lisan zinanya dengan mengucapkan (hal-hal yang keji). Tangan zinanya dengan menyentuh/meraba. Adapun kalbu menginginkan dan berangan-angan (melakukan zina). Yang akan membenarkan atau mendustakannya adalah kemaluan.” (Muttafaqun alaih dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)
Ikhtilath dan khalwat yang terjadi di tengah-tengah masyarakat sudah menjadi adat kebiasaan. Bahkan, sebagian orang tua mengkhawatirkan anak mereka yang sudah menginjak dewasa namun belum punya pacar. Mereka khawatir, jangan-jangan anaknya memiliki kelainan. Na’udzu billah min dzalik.
Kerusakan yang ditimbulkan oleh pergaulan bebas dan pacaran ialah merebaknya perzinaan. Padahal, Allah ‘azza wa jalla dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang semua itu sebagai bentuk kasih sayang kepada para hamba. Allah ‘azza wa jalla menyebutkan salah satu sifat calon penghuni surga Firdaus,
Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (al-Mukminun: 5—7)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ الْفَمُ وَالْفَرَجُ
“Yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam neraka adalah mulut dan kemaluan.” (HR. ar-Tirmidzi)
Ketika menerangkan hadits,
لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللهِ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ الثَّيِّبُ الزَّانِي وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالتَّارِكُ لِدِينِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ
“Tidak halal darah seorang muslim, yang bersaksi bahwa tidak ada sembahan yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan bahwa aku adalah Rasulullah, ditumpahkan kecuali dengan tiga sebab, zina muhshan, membunuh jiwa (qishash), dan yang meninggalkan agamanya, memisahkan diri dari jamaah.” (HR. Muslim)
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Hadits ini menyebutkan perbuatan zina beriringan dengan kekafiran dan membunuh jiwa, sebagaimana surat al-Furqan ayat 68. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai dengan menyebutkan dosa yang paling banyak dilakukan, kemudian yang berikutnya. Jadi, zina adalah perbuatan dosa yang paling sering dilakukan dibandingkan dengan membunuh jiwa. Membunuh jiwa lebih sering dilakukan dibandingkan dengan kemurtadan.
Penyebutan perbuatan dosa dalam hadits ini dimulai dari yang besar menuju yang lebih besar lagi. Kerusakan yang ditimbulkan oleh perbuatan zina bertentangan dengan kepentingan umat manusia. Ketika berbuat zina, seorang wanita telah memasukkan aib yang memalukan dalam keluarga, suami, dan kerabatnya. Dia menyebabkan kepala mereka tertunduk malu di hadapan masyarakatnya. Terlebih lagi apabila sampai hamil karena zina, lalu dia membunuh bayinya. Dia telah mengumpulkan dua macam dosa, yaitu zina dan membunuh jiwa.
Apabila dia mengaku-aku bahwa hamilnya adalah karena suami, berarti dia menyisipkan anak hasil zina tersebut ke dalam keluarga suaminya, padahal anak tersebut bukan bagian dari mereka. Selanjutnya, anak tersebut akan mendapat warisan dari mereka padahal dia tidak berhak. Selain itu, anak tersebut akan melihat, bercampur, dan dinasabkan kepada keluarga suaminya, padahal sama sekali bukan bagian dari mereka. Masih banyak lagi kerusakan lain yang disebabkan oleh perbuatan zina seorang wanita.
Jika lelaki yang berbuat zina, akan mengakibatkan tercampurnya nasab, merusak wanita yang sudah bersuami, dan menyebabkan kerusakan serta kebinasaan wanita yang dizinainya. Jadi, perbuatan dosa besar yang satu ini akan menghancurkan urusan dunia dan agama.” (ad-Da’ wad-Dawa’, hlm. 232)
Tasyabbuh
Di antara kerusakan yang timbul karena gencarnya media massa baik elektronik maupun cetak adalah kekaguman mayoritas kaum muslimin terkhusus generasi muda terhadap tokoh yang sering ditampilkan di media massa, baik bintang iklan, bintang sinetron/film, bintang sepak bola, maupun lainnya.
Mereka mengagumi cara berpakaian, penampilan, gaya hidup, gaya bicara, dll. Bahkan, tidak sedikit pula kaum muslimin yang kagum dengan gaya hidup orang kafir atau fasik di suatu negara/wilayah sehingga mayoritas kaum muslimin terkena penyakit “tasyabuh” (penyerupaan yang diharamkan dalam agama).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barang siapa menyerupai suatu kaum, ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud, dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 6149)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepada umat tentang akan terjadinya wabah tasyabuh ini dalam hadits Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu ‘anhu,
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَذْوَ الْقُذَّةِ بِالْقُذَّةِ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَدَخَلْتُمُوهُ. قاَلُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى؟ قَالَ: فَمَنْ؟
“Sungguh, akan ada di antara kalian orang-orang yang mengikuti cara/adat orang-orang sebelum kalian sebagaimana bulu anak panah terhadap yang lainnya. Sampai-sampai jika mereka masuk ke dalam liang kadal padang pasir, sungguh kalian akan ikut memasukinya.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah maksudnya orang Yahudi dan Nasrani?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Siapa lagi?” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Jenis tasyabuh yang diharamkan ialah sebagai berikut.
لَعَنَ رَسُولُ اللهِ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat para laki-laki yang menyerupai perempuan dan para perempuan yang menyerupai laki-laki.” (HR. al-Bukhari no. 5885 dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma)
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata,
لَعَنَ رَسُولُ اللهِ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لِبْسَةَ الْمَرْأَةِ وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لِبْسَةَ الرَّجُلِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang memakai pakaian perempuan dan perempuan yang memakai pakaian laki-laki.” (HR. Abu Dawud, dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam Shahih Abi Dawud no. 3454)
Jika kita perhatikan kehidupan masyarakat, betapa banyak orang yang berhak mendapat laknat Rasulullah dengan sebab ini. Laki-laki berpenampilan seperti perempuan, baik berambut panjang, memakai perhiasan wanita, dsb. Wanita menyerupai laki-laki dalam hal potongan rambut, bahkan sampai botak, demikian pula cara berpakaian dan berpenampilan. Semua hal tersebut terjadi salah satu sebabnya adalah pengaruh media massa.
Di antara dampak negatif media massa, terkhusus televisi, ialah menyebabkan kaum muslimin tasyabuh dengan orang-orang fasik. Misalnya, bermudah-mudahan dalam kawin-cerai sebagaimana yang dilakukan oleh para selebritis dalam kehidupan rumah tangga mereka. Jika salah satu pasangan tidak cocok atau salah paham, ujungnya adalah perceraian. Dampaknya, sebagian kaum muslimin meniru mereka ketika menghadapi problem rumah tangga.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan nasihat,
لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
“Janganlah seorang suami membenci istrinya (secara total). Apabila dia membenci salah satu perangai istrinya, dia akan senang terhadap perangai yang lainnya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِكُمْ
“Orang-orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling bagus akhlaknya. Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.” (HR. at-Tirmidzi, dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)
Contoh lain, seorang istri berani membentak suaminya, bahkan memukulnya lantaran istri sering menonton sinetron. Padahal Allah ‘azza wa jalla berfirman,
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (lakilaki) atas sebagian yang lain (wanita).” (an-Nisa’: 34)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Tidaklah seorang istri menyakiti suaminya di dunia kecuali calon istrinya dari bidadari-bidadari akan berkata, ‘Jangan engkau sakiti dia, mudah-mudahan Allah ‘azza wa jalla memerangimu,’ hanya saja dia (suamimu) itu ibarat tamu di sisimu yang hampir-hampir akan berpisah denganmu menuju kami.” (HR. at-Tirmidzi)
radhiallahu ‘anhuma. Tasyabuh dengan orang kafir dan setan
Melalui media massa inilah ditanamkan simpati, kecintaan, dan pembelaan terhadap orang-orang kafir. Dengan gencar dipropagandakan bahwa peradaban modern adalah peradaban Barat. Tidak jarang kita dapatkan sikap dan perbuatan yang menyerupai orang kafir Barat.
Allah ‘azza wa jalla telah memperingatkan,
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar).” Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (al-Baqarah: 120)
Asy-Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Firman Allah ‘azza wa jalla ini memuat larangan keras mengikuti hawa nafsu orang Yahudi dan Nasrani. Selain itu, terkandung pula larangan menyerupai mereka, terkhusus dalam hal agama. Walaupun ditujukan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, larangan ini juga tertuju kepada kaum muslimin. Sebab, pelajaran itu diambil dengan sebab keumuman makna, bukan karena kekhususan yang diajak bicara. Hal ini sebagaimana pelajaran itu diambil dengan sebab keumuman lafal, bukan kekhususan sebab.” (Tafsir as-Sa’di, hlm. 65)
Tasyabuh yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin terhadap Barat terjadi dalam banyak hal. Sampai-sampai dalam urusan pakaian dan rambut pun meniru mereka, misalnya gaya berpakaian dan rambut punk. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarangnya,
نَهَى رَسُولُ اللهِ عَنِ الْقَزَعِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari al-qaza’.” (Muttafaqun alaih)
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan, “Al-Qaza’ bermakna mencukur sebagian rambut kepala dan membiarkan sebagian yang lainnya. Sama saja apakah pada satu sisi kepala atau seluruh sisi, baik dari sebelah atas, sebelah kanan, maupun sebelah kiri; sisi belakang ataupun depan. Yang jelas, mencukur sebagian rambut kepala dan membiarkan sebagian yang lain, itulah qaza’ yang dilarang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Syarh Riyadhus Shalihin, 4/174)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang tasyabuh terhadap setan,
لاَ تَأْكُلُوا بِالشِّمَالِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ وَيَشْرَبُ بِشِمَالِهِ
“Jangan kalian makan dengan tangan kiri, karena setan makan dan minum dengan tangan kiri.” (HR. Muslim)
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Sungguh, engkau heran terhadap suatu kaum pada masa kini yang membaur dengan orang kafir dan menyaksikan kehidupan mereka (lewat media massa), lantas meniru pimpinan mereka, yaitu setan, dalam hal makan dan minum dengan tangan kiri. Engkau heran terhadap sekelompok muslimin yang makan dan minum dengan tangan kiri, padahal mereka mendakwahkan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi, mereka justru menyerupai setan dan orang kafir. Mereka tidak mencontoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, justru menyelisihi petunjuk dan sunnah beliau.” (Syarh Riyadhus Shalihin, 4/172)
Tulisan ini hanyalah contoh kecil kerusakan yang ditimbulkan oleh media
massa. Mudah-mudahan Allah ‘azza wa jalla akan senantiasa menjaga kita, keluarga, dan anak-anak kita secara khusus dan kaum muslimin secara umum dari berbagai hal yang menghancurkan moral dan agama.
Amin.
Ditulis oleh Al-Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan
Sumber : asysyariah.com