BERLINDUNG DARI EMPAT BAHAYA SETELAH TASYAHHUD
حَدَّثَنِيْ شَيْخُنَا الوَالِد الشَّيْخُ المُحَدِّثُ الحَافِظُ المُعَمَّرُ الفَقِيْهُ أَحْمَدُ بنُ يَحْيَى بنِ مُحَمَّد شَبِيْر النَّجْمِيُّ آل شَبِيْر الأَثَرِيُّ –حفظه الله –
عَنْ مُحَمَّد خَيْرِ الحَجِّيِّ عَنْ أَمَةِ اللهِ الدَّهْلَوِيَّةِ عَنْ أَبِيْهاَ عَبْدِ الغَنِيِّ الدَّهْلَوِيِّ المَدَنِيِّ عَنْ مُحَمَّد عَابِدِ السِّنْدِيِّ,
(ح) وَعَنْ مُحَمَّدِ بنِ عَبدِ الرَّحْمَنِ بنِ إِسْحَاقَ آلُ الشَّيْخِ عَن سَعْدِ بنِ حَمَدِ بنِ عَتِيْقٍ عَنْ صَدِّيْق حَسَن خَان القَنُوْجِيِّ عَن عَبْدِ الحَقِّ بنِ فَضْلِ اللهِ العُثْمَانِيِّ,
كِلاَهُمَا عَنْ عَبْدِ اللهِ بنِ مُحَمَّدِ بنِ إِسْمَاعِيلَ الأَمِيرِ عَنْ أَبِيْهِ مُحَمَّدِ بنِ إِسْمَاعِيلَ الأَمِيْرِ الصَّنْعَانِيِّ عَنْ عَبدِ اللهِ بنِ سَالِمِ البَصْرِيِّ المَكِّيِّ عَن إِبْرَاهِيْمَ الكَوْرَانِيِّ عَنْ سُلْطَانِ المُزَاحِيِّ عَن النُّوْرِ الزِّيَادِيِّ عَن الشَّمْسِ مُحَمَّدِ الرَّمْلِيِّ عَن زَكَرِيَّا الأَنْصَارِيِّ عَنِ العِزِّ بنِ الفُرَاتِ عَن عُمَرَ ابنِ أميلة عَنِ ابنِ البُخَارِيِّ عَنِ الإِمَامِ الحَافِظِ أَبِي مُحَمَّدٍ عَبدِ الغَنِيِّ بنِ عَبدِ الوَاحِدِ المَقْدِسِيِّ-رحمه الله- صَاحِبِ عُمْدَةِ الأَحْكَامِ, أَنَّهُ قَالَ :
عَن أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : ((كَانَ رَسُوْلُ اللهِ يَدْعُوْ : اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ القَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ وَمِنْ فِتْنَةِ المَحْيَا وَالمَمَاتِ وَمِنْ فِتْنَةِ المَسِيْحِ الدَّجَّالِ)).
وَفِي لَفْظٍ لِمُسْلِمٍ : ((إِذَا تَشَهَّدَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَعِذْ بِاللهِ مِنْ أَرْبَعٍ : يَقُوْلُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ … ثُمَّ ذَكَرَ نَحْوَهُ)).
Telah menyampaikan kepada saya Syaikhuna As-Syaikh Al Muhaddits Al Hafizh Al Faqih Mufti Kerajaan Saudi Arabia Bagian Selatan, Ahmad bin Yahya bin Muhammad Syabir An-Najmi Alu Syabir Al Atsari –hafizhahullah- dengan sanad yang bersambung sampai kepada Al Imam Al Hafizh Abu Muhammad Abdul Ghani bin Abdul Wahid Al Maqdisi –Rahimahullah-, beliau berkata dalam kitabnya Umdatul Ahkam :
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata :
Dahulu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berdoa : Allahumma innii a’udzubika min adzaabil qabri wa ‘adzaabin-naari wa min fitnatil mahyaa wal mamaati wa min fitnatil masiihid-dajjaal. (Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab kubur dan adzab neraka dan dari fitnah hidup dan mati dan dari fitnahnya al masih Dajjal).
Dan dalam lafazh Muslim :
“Apabila salah seorang dari kalian telah bertasyahhud, maka hendaknya dia memohon perlindungan kepada Allah dari empat perkara dengan berdoa : Allahumma innii a’udzubika min adzaabi jahannam…kemudian seperti hadits sebelumnya”.
Syaikhuna Ahmad An-Najmi –hafizhahullah- berkata :
Tema Hadits :
Doa setelah tasyahhud.
Kosa Kata :
(أَعُوْذُ) : Artinya aku berlindung dan memohon penjagaan dari-Mu wahai Rabbku dari apa yang telah disebutkan berupa adzab kubur.
(العَذَاب) : Adalah (sesuatu) yang tidak disukai oleh manusia dari hal-hal yang menyakitkan dengan panas seperti api, atau dengan beban seperti benturan dengan benda berat atau jatuh dari ketinggian, atau dengan kesempitan seperti penjara bawah tanah, atau dengan tusukan di tubuh seperti tusukan jarum ke dalam tubuh. Oleh sebab itu Allah Ta’ala berfirman :
كَلَّا إِنَّ كِتَابَ الْفُجَّارِ لَفِي سِجِّينٍ (المطففين:7).
Artinya : Sekali-kali jangan curang, karena sesungguhnya kitab orang yang durhaka tersimpan dalam sijjin.
Hal ini ditinjau dari adzab di dunia, sedangkan adzab barzakh dan adzab akherat adalah sesuatu yang tidak bisa digambarkan.
(فِتْنَة المَحْيَا) : Adalah malapetaka yang merupakan ujian bagi hamba agar terlihat keteguhannya diatas kebenaran atau penyimpangannya dari kebenaran karena terpengaruh dengan fitnah yang sedang dihadapinya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala :
وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ (الأنبياء: مِن الآية35).
Artinya : Dan Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.
Dan firman Allah Ta’ala :
إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً (الكهف:7).
Artinya : Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.
Dan firman Allah Ta’ala :
لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ (آل عمران: مِن الآية 186).
Artinya : Kalian sungguh-sungguh akan diuji terhadap harta dan diri kalian.
(المَحْيَا) : Adalah kehidupan. Dan fitnah kehidupan adalah apa yang dihadapi oleh manusia dalam kehidupannya dari berbagai dinamika yang terkadang bisa menjerumuskannya kedalam jurang maksiat dan terkadang kedalam kekufuran serta terkadang kedalam kesyirikan.
Fitnah tersebut bisa berupa kekayaan, kemiskinan dan himpitan kebutuhan, penyakit, dan bisa berupa kegoncangan politik dan tekanan masyarakat, dan bisa berupa kecintaan kepada keluarga dan anak, dan bisa berupa cinta dan tamak terhadap dunia, dan bisa berupa takut terhadap musuh atau selainnya dari hal-hal yang dihadapi manusia dalam kehidupannya.
(فِتْنَة المَمَاتِ) : Berkemungkinan maksudnya adalah kejadian saat sakaratul maut di penghujung hidup, sebab terdapat keterangan bahwa setan selalu berusaha (membujuk) manusia untuk merubah keimanannya sampai akhir penghujung umurnya, sebagaimana hikayat yang diriwayatkan dari Imam Ahmad di penghujung hidupnya.
Dan bisa juga maksudnya adalah setelah kematian saat dikubur berupa fitnah pertanyaan dari dua malaikat Nakir dan Munkar yang dihadapi oleh hamba. Dan telah shahih dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang hal ini beberapa hadits yang saya tidak berpanjang lebar menyebutkannya. Dalam hal ini Allah Azza Wa Jalla berfirman :
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمِنوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ (إبراهيم : 27).
Artinya : Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zhalim dan Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.
Ya Allah berikan keteguhan kepada kami ya Rabb.
(المَسِيْح) : Dengan sin dan ha, dan dikatakan dengan kha dari kata (المَسْخُ). Dan yang benar adalah yang pertama. Lafazh ini dipakai untuk menyebut Dajjal dan menyebut Nabiyullah Isa Alaihis-salam.
Apabila yang dimaksud adalah Dajjal, maka kata tersebut harus digandengkan dengan namanya. Adapun (jika yang dimaksud) adalah Isa Alaihis-salam, maka kata tersebut adalah gelar baginya. Sebab tidaklah dia mengusap orang yang berpenyakit melainkan orang tersebut sembuh, atau karena dia keluar dari rahim ibunya dalam keadaan rambutnya berminyak.
Sedangkan Dajjal (disebut dengan almasih) karena dia mendatangi seluruh tempat di muka bumi kecuali Makkah dan Madinah, dan dikatakan karena buta mata sebelah kanannya.
(الدَّجَّال) : Berasal dari kata (الدَجْل) yang berarti menyesatkan. Sebab dia menyesatkan manusia Dia berkata kepada mereka (bahwa) dia adalah rabb mereka. Dia perintahkan langit untuk menurunkan hujan, maka turunlah hujan. Dia perintahkan bumi untuk menumbuhkan tanaman, maka tumbuhlah tanaman. (Ini) adalah fitnah dari Allah kepada hamba-Nya. Wal ‘iyadzu billah.
Makna Umum :
Allah Azza Wa Jalla mensyariatkan kepada hamba-Nya melalui lisan Rasul-Nya untuk berlindung kepada-Nya dalam menghadapi berbagai fitnah dan agar menjaga mereka dari adzab kubur dan adzab neraka. Sebab tidak ada daya bagi mereka untuk menolaknya dan tidak ada kemampuan bagi mereka untuk menghindari bahaya perkara-perkara yang berbahaya ini dari diri mereka, jika mereka tidak mendapatkan pertolongan, hidayah dan taufik dari Allah.
Dan doa ini dibaca setelah tasyahhud, agar ia menjadi penutup shalat yang merupakan tempat terdekat kepada Allah dan agar lebih mudah dikabulkan. Wallahu a’lam.
Fikih Hadits :
1. Dipahami darinya disyari’atkannya berlindung kepada Allah dari perkara-perkara yang sangat berbahaya dan fatal ini atas hamba.
2. Dipahami darinya bahwa doa ini dibaca setelah tasyahhud, sebab lebih mudah dikabulkan.
3. Dipahami darinya bahwa yang disyari’atkan kepada hamba pertama kali adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan menjalankan perintah-Nya kemudian dia berdoa kepada-Nya setelah itu. Maka yang demikian lebih mudah dikabulkan. Sebab penerimaan Allah terhadap doa hamba terkait dengan penerimaan hamba dalam menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Sebagaimana Allah isyaratkan hal tersebut di dalam Al Qur’an, dimana Allah Ta’ala berfirman :
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَني فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ (البقرة : 186).
Artinya : Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), sesungguhnyanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
4. Dipahami darinya sangat berbahayanya fitnah-fitnah yang dihadapi oleh hamba dalam kehidupannya dan setelah kematiannya. Dan dia tidak bisa terlepas darinya melainkan dengan daya dan kekuatan dari Allah.
5. Dipahami darinya sangat berbahayanya Dajjal dan sangat besar fitnahnya. Inilah diantara yang menyebabkan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan umatnya dan memerintahkan mereka untuk berlindung kepada Allah dari kejelekannya.
6. Berlindung dari adzab kubur dan adzab neraka adalah berlindung dari sebab-sebab datangnya adzab yang pedih tersebut kepadanya.
7. Persamaan nama antara seorang mukmin dan kafir tidak berbahaya. Sebab Nabi Isa Alaihis-salam disebut dengan Al Masih sementara Dajjal juga disebut al masih. Jika yang dimaksud adalah Dajjal, (maka) dijelaskan sifatnya. Wallahu a’lam.
8. Para Fuqaha’ mengkhususkan doa ini dan selainnya pada tasyahhud akhir.
Ibnu Daqiqil Id berkata : “Dan hendaknya diketahui bahwa sabda Nabi e :
((إِذَا تَشَهَّدَ أَحَدُكُمْ)).
Artinya : “Apabila salah seorang dari kalian telah bertasyahhud”.
Adalah mencakup umum mencakup tasyahhud awal dan tasyahhud akhir. Dan tersebar diantara Fuqaha’ mustahabnya meringankan tasyahhud awal dan tidak mustahabnya berdoa setelahnya, sampai ada dari sebagian mereka yang memberikan toleransi (untuk tidak) membaca shalawat untuk keluarga Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam padanya…
Sampai pada ucapannya : “Keumumannya yang telah kami sebutkan menunjukkan dipanjatkannya doa ini (pada tasyahhud awal dan akhir). Barangsiapa mengkhususkannya (pada tasyahhud akhir), maka harus (menyertakan) dalil yang kuat, apabila berupa nash, maka harus nash yang shahih”.
Saya berkata : Nashnya adalah hadits Abu Ubaidah bin Abdullah bin Mas’ud. Dan anda telah mengetahuinya bahwa hadits ini dikritik karena Abu Ubaidah tidak mendengar dari ayahnya. Akan tetapi hadits ini didukung oleh hadits Ibnu Mas’ud riwayat Ahmad Rahimahullah :
((عَلَّمَنِي رَسُوْلُ اللهِ التَّشَهُّدَ فِي وَسَطِ الصَّلاَّةِ وَآخِرِهَا, فَإِذَا كَانَ فِي وَسَطِ الصَّلاَةِ نَهَضَ إِذَا فَرَغَ مِنَ التَّشَهُّدِ)).
Artinya : “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengajari saya tasyahhud di pertengahan dan di akhir shalat. Apabila berada di pertengahan shalat, beliau bangkit jika telah menyelesaikan tasyahhud”.
Al Haitsami berkata : “Para periwayatnya ditsiqahkan”. Dan Ahmad Syakir(1 ) menshahihkannya. Dengan demikian jelaslah keunggulan pendapat para Fuqaha dalam masalah ini. Wallahu a’lam. Selesai.
Al Faqir ila ‘afwi Rabbihi
Abu Abdillah Muhammad Yahya
1 Dzulqa’dah 1428 H/11 November 2007 M
Nijamiyah-Shamithah- Jazan
Kerajaan Saudi Arabia
(1) وأخرجه ابن خزيمة رقم 708 وحسنه الألباني لأن في سنده محمد بن إسحاق وهو مختلف في تصحيح حديثه كَمَا تقدم والأقرب أنه من قبيل الحسن .