Darussalaf
Darussalaf oleh Admin

benarkah, tidaklah wajib bagi kita untuk taat kepada pemimpin suatu daerah karena kita warga dari daerah lain??!!

10 tahun yang lalu
baca 5 menit
Benarkah, Tidaklah Wajib Bagi Kita Untuk Taat kepada Pemimpin suatu Daerah karena Kita Warga dari Daerah Lain??!!

Benarkah, tidaklah wajib bagi kita untuk taat kepada pemimpin suatu daerah karena kita warga dari daerah lain??!!

بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji hanya milik Allah تعالى, dan semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah beserta keluarga, para shahabat dan setiap orang yang mengikuti petunjuk beliau. Amma ba’du:

Ini adalah pertanyaan dari sebagian Da’i Salafy di Indonesia, kami ajukan kepada Syaikh dan Bapak kami Al-Mujahid Al-‘Allamah Muhammad bin Abdillah Al-Imam حفظه الله:

Salah seorang da’i turotsy di Indonesia berkata: ”Yang diwajibkan taat kepada pemimpin pada suatu daerah hanyalah penduduk daerah tersebut. Adapun warga dari luar daerah tersebut tidaklah diharuskan untuk taat kepada pemimpin tersebut, tidak secara sya’i tidak pula secara undang-undang. Semua warga hanyalah diwajibkan taat kepada pemerintah yang tertinggi, yaitu Presiden. Oleh karena itu, apabila ada warga dari luar daerah pemerintah tersebut membicarakan pemerintah itu maka itu tidak menjadi masalah.”

Pertanyaannya: Apakah perkataan ini benar lalu bisa dijadikan sebagai kaedah yang benar?

Jawaban:

Asy-Syaikh kita Muhammad bin Abdillah Al-Imam حفظه الله menjawab:

Segala puji hanya milik Allah subhanahu wata’ala. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah تعالى, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada beliau, keluarga, dan para shahabat beliau.

Amma ba’du:

Telah diketahui bersama bahwa di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah terdapat suatu landasan yang sangat agung, yaitu ketaatan kepada pemerintah (muslim). Dan ketaatan kepada pemerintah tidaklah terbatas kepada pemimpin yang tertingi dan terbesar. Namun ketaatan kepada pemerintah itu mencakup juga ketaatan kepada pemimpin tertinggi dan para pemimpin yang di bawahnya, yang sudah ditunjuk olehnya.

Dalil akan hal ini sangatlah banyak, diantaranya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ

“Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya serta para pemimpin diantara kalian.” (An Nisa’: 59)

Dan Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

مَنْ أَطَاعَ أَمِيرِي فَقَدْ أَطَاعَنِي، وَمَنْ عَصَى أَمِيرِي فَقَدْ عَصَانِي

“Barang siapa yang taat kepada pemimpin yang aku tunjuk maka dia telah taat kepadaku, dan barang siapa yang tidak taat kepada pemimpin yang aku tunjuk maka dia tidak taat kepadaku.” Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari hadits Abi Hurairah رضي الله عنه.

Maka ketaatan kepada pemerintah itu juga mencakup ketaatan kepada para pemimpin/pejabat yang telah ditunjuk untuk mengurus masyarakat. Dan prinsip inilah yang telah dipahami oleh masyarakat umum.

Adapun orang ini berkata: ”Tidaklah wajib bagi kita untuk taat kepada pemimpin suatu daerah karena kita warga dari daerah lain.” kelihatannya ucapan ini benar. Namun dalam ucapan ini terkandung kecenderungan terhadap hizbiyyah (menyempal dari ajaran islam yang benar), bahkan kecenderungan yang lebih berbahaya dari hizbiyyah. Yaitu mereka berusaha untuk menjatuhkan pemerintah daerah. Karena prinsip itu akan melegalitas para warga dari luar suatu provinsi, atau daerah, atau kota tertentu untuk berkumpul menentang suatu pemimpin di daerah tersebut, dan berusaha untuk menjatuhkan pemimpin tersebut dengan berbagai cara.

Ini adalah suatu perbuatan yang diharamkan.

Meskipun para pemimpin tersebut memiliki kesalahan dan penyelewengan, kita tetap diwajibkan untuk bermu’amalah dengan mereka sesuai dengan koridor syari’at. Bukan dengan cara yang akan memperlebar kericuhan dan kerusakan. Beberapa kesalahan memang muncul dari pemerintah, baik dari kalangan atas maupun bawah -kecuail yang dirahmati oleh Allah ‘Azza wa Jalla-. Kesalahan juga timbul dari dari masyarakat dan warga -kecuail yang dirahmati oleh Allah ‘Azza wa Jalla-.

Dan kesalahan juga timbul para da’i dan ulama yang berloyalitas kepada hizbiyyah, revolusi, dan pemikiran yang diselubungi oleh ketidakjelasan dan keraguan. Berupa upaya-upaya untuk mengganggu keamanan dan ketenangan. Dengan ini mereka akan menanggung dosa yang sangat besar berdasarkan hal-hal yang telah lewat. Misalnya hal-hal yang mereka kejar berupa upaya menjatuhkan para pemimpin dan pejabat, dengan tujuan untuk meraih jabatan mereka dan pengaruh di kalangan masyarakat.

Cara-cara (prinsip) ini sangat berbahaya dan merusak. Prinsip tersebut menyelisihi pokok ajaran ahlus sunnah wal jama’ah.

Diantara pokok ajaran ahlus sunnah wal jama’ah adalah:

  1. Saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan. (bukan dalam membuat kerusakan atau memperparahnya)
  2. Berbaiat (mengakui dan siap taat) kepada pemerintah (muslim), dan tidak kepada selainnya. Tidak ada baiat kepada individu tertentu atau kepada pemimpin-pemimpin partai, kelompok, atau sekte.
  3. Menjauhkan diri dari menyusun suatu pemerintahan dalam kondisi pemerintah resmi masih ada.

Menyusun sebuah pemerintahan disaat pemerintah resmi masih berkuasa termasuk dari kaedah yang bid’ah (yang disusupkan dari luar ajaran islam). Dan baiat kepada selain pemerintah yang sah termasuk pokok ajaran hizbiyyah (kelompok yang menyempal dari ajaran islam yang benar). Dan termasuk dari ajaran bid’ah (yang disusupkan ke dalam ajaran islam) adalah menyusun suatu organisasi dan gerakan rahasia yang sering kita temui. (Contohnya: Al-Qaeda dan yang setipe dengannya).

Hanya kepada Allah عز وجلkita meminta pertolongan.

Download naskah arabnya di sini.

 

Sumber : thalibmakbar