Kitab Sunan an-Nasa`i telah dikenal secara luas oleh umat Islam terutama di kalangan para penuntut ilmu agama. Namun, kebanyakan kita belum begitu mengenal secara lebih mendalam tentang sosok pengarang kitab tersebut. Siapakah beliau?
Nama dan Kelahiran Beliau
An-Nasa`i adalah Abu Abdirrahman Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin Sinan bin Bahr al-Khurasani al-Qadhi an-Nasa`i.
Beliau adalah seorang imam (tokoh agama), seorang hafizh (penghafal hadits) yang kuat, pakar dalam berbagai disiplin ilmu Islam, lautan ilmu, cerdas, kritikus perawi dan memiliki berbagai karya tulis yang bermanfaat.
An-Nasa`i adalah sebuah nisbah (penyandaran) kepada kota Nasa`, karena beliau dilahirkan di kota tersebut pada tahun 215 H, dan nisbah kepada kota Nasa bisa pula disebut dengan an-Nasawi.
Nasa sendiri adalah sebuah kota di negeri Khurasan. Nasa adalah sebuah kota yang subur, kaya akan air dan banyak terdapat kebun. Kota-kota lain yang terkenal di negeri Khurasan adalah seperti Maru dan Naisabur. Jarak antara Nasa dengan Maru adalah sejauh perjalanan 5 hari. Jarak antara Nasa dengan Naisabur adalah sejauh perjalanan 6-7 hari. Di antara ulama yang berasal dari Nasa adalah Abu Khaitsamah Zuhair bin Harb an-Nasa`i.
Perjalanan Menuntut Ilmu
Beliau menuntut ilmu semenjak kecil. Pada awalnya, beliau tumbuh dan berkembang di daerah Nasa. Beliau berhasil menghafal Al-Qur`an di madrasah yang ada di desa kelahirannya. Mulai menuntut ilmu kepada Qutaibah bin Said di kota Baghlan pada tahun 230 H yaitu dalam usia 15 tahun. Beliau tinggal bersama Qutaibah bin Said selama 1 tahun lebih 2 bulan dan banyak menyerap ilmu dari beliau. Beliau meriwayatkan hadits dari para ulama senior, bertemu dengan para penghafal hadits, sehingga beliau dapat menghafal banyak hadits, mengumpulkan dan menuangkannya ke dalam berbagai karya tulis, sampai akhirnya beliau memperoleh derajat yang tinggi dalam disiplin ilmu hadits.
Guru-guru beliau yang lain adalah al-Imam Ishaq bin Rahuyah, al-Imam Abu Dawud, al-Imam at-Tirmidzi, Hisyam bin ‘Ammar, al-Harits bin Miskin, al-Hasan bin ash-Shabbah al-Bazzar, ‘Ali bin Hujr, ‘Amr bin Zurarah al-Kilabi, ‘Amr bin ‘Ali al-Fallas, Muhammad bin Ismail bin ‘Ulayyah, Muhammad bin Basyar, Muhammad bin al-’Ala al-Hamdani, Mahmud bin Ghailan, Nashr bin Ali al-Jahdhami, Hannad bin Sari dll.
Al-Imam an-Nasa`i memiliki hafalan dan pemahaman yang jarang dimiliki oleh tokoh-tokoh pada zamannya, sebagaimana beliau memiliki kejelian dan ketelitian yang sangat mendalam.
Beliau melanglang buana dalam menuntut ilmu seperti ke Khurasan, Hijaz, Mesir, ‘Iraq, al-Jazirah, Syam, dan daerah-daerah lainnya. Di negeri Syam, beliau berguru kepada Hisyam bin ‘Ammar. Di Mesir, berguru kepada Abdullah bin Shalih dan Sa’id bin ‘Ufair. Di negeri Qaisariyah, Himsh, dan ‘Iraq berguru kepada Yazid bin Harun, an-Nadhr bin Syamil, Abu Nu’aim, dan Abu ‘Ashim an-Nabil. Kemudian beliau tinggal di Mesir di sebuah tempat yang amat sederhana. Banyak para penghafal hadits yang belajar kepada beliau.
Murid-murid beliau di antaranya Abu Bisyr ad-Daulabi, Abu Ja’far ath-Thahawi, Abu ‘Ali an-Naisaburi, Hamzah bin Muhammad al-Kinani, Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad an-Nuhas an-Nahwi, Abdul Karim bin Abi Abdirrahman an-Nasa`i, al-Hasan bin al-Khadhir al- Usyuthi, Abul Qasim ath-Thabarani dll.
Beliau adalah seorang ulama yang disegani dan berparas tampan. Beliau memiliki 4 orang istri.
An-Nasa`i memiliki karya tulis yang berjudul Khasha`ish Ali. Mengenai latar belakang ditulisnya karya tulis tersebut adalah sebagaimana penuturan Muhammad bin Musa al-Ma’muni (sahabat an-Nasa`i), “Aku mendengar sekelompok orang yang mengingkari an-Nasa’i seputar kitab Khasha`ish Ali. Menurut mereka mengapa beliau tidak menulis keutamaan Abu Bakr dan Umar? Kemudian aku menceritakan hal ini kepada beliau. Maka beliau mengatakan, “Aku masuk kota Damaskus, sementara di sana banyak orang-orang yang memusuhi Ali. Maka aku pun menulis kitab al-Khasha`ish yang aku berharap dengan kitab tersebut Allah memberi hidayah kepada mereka.” Tidak lama kemudian, beliau menulis kitab tentang keutamaan para sahabat.
Al-Imam an-Nasa`i tidak hanya ahli dalam bidang hadits, bahkan beliau juga mumpuni dalam bidang fikih.
Al-Imam al-Hakim mengatakan, “Ucapan an-Nasa’i dalam bidang fikih (pemahaman) hadits banyak sekali. Barang siapa mencermati kitab Sunan karya beliau itu maka dia akan tertarik dengan bagusnya ucapan beliau.”
Ad-Daraquthni pernah mengatakan bahwa an-Nasa`i termasuk salah seorang syaikh di Mesir yang ahli dalam bidang fikih pada masanya dan paling mengetahui tentang hadits dan para perawi hadits.
Di samping mengoleksi hadits-hadits yang shahih, beliau juga mengoleksi hadits-hadits yang dha’if (lemah), di mana pekerjaan ini hanya mampu dilakukan oleh para ulama pakar hadits. Al-Imam an-Nasa`i mampu melakukan pekerjaan ini, bahkan beliau memiliki kekuatan kritik yang detail dan akurat.
Ibnul Atsir mengatakan dalam kitab Jami’ al-Ushul bahwa beliau dahulu bermadzhab Syafi’i. Beliau menerapkan tata cara ibadah berdasarkan madzhab Syafi’i. Beliau adalah seorang yang wara’ dan seorang yang teliti.
Tidak ada seorang pun pada penghujung tahun 300 H, yang lebih kuat hafalannya daripada an-Nasa`i. Kitab Sunan an-Nasa`i paling sedikit hadits dha’if (lemah)-nya setelah Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim.
Pujian Para Ulama
1. Abu Abdillah bin Mandah berkata, “Yang mengeluarkan hadits-hadits shahih, memisahkan hadits-hadits yang kuat dari yang berpenyakit dan memisahkan hadits-hadits yang salah dari yang benar ada 4 orang: al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan an-Nasa`i.”
2. Abu Bakr al-Haddad asy-Syafi’i menuturkan, “Aku ridha dia sebagai hujjah antara aku dengan Allah subhaanahu wa ta’aalaa.”
3. Abu Sa’id bin Yunus menuturkan, “Beliau adalah seorang imam dalam bidang hadits, terpercaya, penghafal hadits dan kuat hafalannya.”
4. Ad-Daraquthni menuturkan, “Abu Abdirrahman lebih didahulukan dari semua orang yang disebutkan dalam disiplin ilmu ini (hadits) pada masanya.”
5. Al-Khalili menuturkan, “Beliau adalah seorang penghafal hadits yang tidak diragukan lagi kemampuannya, diridhai oleh para ulama penghafal hadits, para ulama sepakat atas kekuatan hafalannya, ketekunannya, dan perkataannya bisa dijadikan sebagai sandaran dalam masalah jarh wa ta’dil (vonis baik atau jeleknya perawi).”
6. Al-Mizzi menuturkan, “Beliau adalah seorang imam yang menonjol, dari kalangan ulama penghafal hadits, dan para tokoh yang terkenal.”
Karya Tulis Beliau
Al-Imam an-Nasa`i rahimahullaah memiliki beberapa karya tulis, di antaranya adalah;
1. As-Sunan ash-Shughra (Sunan an-Nasa’i)
2. As-Sunan al-Kubra
3. Al-Kuna
4. Khashaish ‘Ali
5. Fadhail ash-Shahabah
6. ‘Amalul Yaum wal Lailah
7. At-Tafsir
8. Adh-Dhu’afa wal Matrukin
9. Tasmiyah Fuqaha’ al-Amshar
10. Tasmiyah man lam yarwi ‘anhu ghairu rajulin wahid
11. Dzikru man haddatsa ‘anhu Ibnu Abi Arubah
12. Musnad ‘Ali bin Abi Thalib
13. Musnad Hadits Malik
14. Asma` ruwah wat tamyiz bainahum
15. Al-Ikhwah
16. Al-Ighrab
17. Musnad Manshur bin Zadzan
18. Al-Jarh wa ta’dil
Karya tulis beliau yang paling masyhur adalah Sunan an-Nasa`i. Sebelum dikenal dengan sebutan Sunan an-Nasa`i, kitab ini dikenal dengan nama as-Sunan al-Kubra. Setelah selesai menulis kitab ini, beliau kemudian menghadiahkan kitab ini kepada walikota Ramalah (Palestina) sebagai tanda penghormatan. Sang walikota kemudian bertanya kepada an-Nasa`i, “Apakah kitab ini seluruhnya berisi hadits shahih?” Beliau menjawab dengan kejujuran, “Ada yang shahih, hasan, dan adapula yang hampir serupa dengannya.”
Kemudian sang walikota berkata kembali, “Kalau demikian halnya, maka pisahkanlah hadits yang shahih-shahih saja.” Atas permintaan walikota ini, beliau kemudian menyeleksi dengan ketat semua hadits yang telah tertulis dalam kitab as-Sunan al-Kubra, dan akhirnya beliau berhasil melakukan perampingan terhadap as-Sunan al-Kubra, sehingga menjadi as-Sunan ash-Shughra yang kemudian lebih dikenal dengan nama Sunan an-Nasa`i. Maka dilihat dari segi penamaan, sudah bisa dinilai bahwa kitab yang kedua merupakan bentuk perampingan dari kitab yang pertama.
Nah, karena hadits-hadits yang termuat di dalam kitab as-Sunan ash-Shughra merupakan hadits-hadits pilihan yang telah diseleksi dengan sangat ketat, maka kitab ini juga dinamakan al-Mujtaba. Pengertian al-Mujtaba sinonim dari al-Mukhtar (yang terpilih), karena memang kitab ini berisi hadits-hadits pilihan, hadits-hadits hasil seleksi dari kitab al-Sunan al-Kubra.
Di samping al-Mujtaba, dalam salah satu riwayat, kitab ini juga dinamakan dengan al-Mujtana. Pada masanya, kitab ini terkenal dengan sebutan al-Mujtaba, sehingga nama as-Sunan ash-Shughra seperti tenggelam ditelan keharuman nama al-Mujtaba. Dari al-Mujtaba inilah kemudian kitab ini terkenal dengan sebutan Sunan an-Nasa`i, sebagaimana yang kita kenal di zaman sekarang.
Wafat Beliau
Setahun menjelang wafatnya, beliau rahimahullaah pindah dari Mesir ke Damaskus. Terjadi perselisihan di kalangan para ulama tentang tempat meninggalnya beliau. Ad-Daraqutni mengatakan, beliau meninggal di Makkah dan dikebumikan di sana. Pendapat yang senada dikemukakan oleh Abdullah bin Mandah dari Hamzah al-’Uqbi al-Mishri.
Sementara ulama yang lain, seperti al-Imam adz-Dzahabi, menolak pendapat tersebut. Ia mengatakan, al-Imam an-Nasa`i meninggal di Ramalah, sebuah kota di Palestina. Pendapat ini didukung oleh Ibnu Yunus, Abu Ja’far ath-Thahawi (murid an-Nasa’i) dan Abu Bakar ibnu Nuqthah. Menurut pendapat yang terakhir ini, al-Imam an-Nasa`i meninggal pada hari Senin tanggal 13 Shafar tahun 303 H dan dikebumikan di Palestina. Ada pula yang mengatakan meninggal pada bulan Sya’ban tahun 303 H.
Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Semoga jerih payah beliau rahimahullaah dalam mengemban wasiat Rasullullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam guna menyebarluaskan hadits mendapatkan balasan yang berlipat di sisi Allah subhaanahu wa ta’aalaa. Amin.
Wallahu a’lam bish shawab.
Penulis: Ustadz Rifqi hafizhahullaahu ta’aalaa
http://www.mahadassalafy.net