Muslimah Di Bulan Ramadhan
Wahai saudari muslimah, ada sebuah berita dari manusia yang paling jujur ucapannya.Beliau Shallallahu ‘alaihi Wasallam dahulu pernah bersabda (artinya) : “Sesungguhnya penduduk surga yang paling sedikit jumlahnya adalah para wanita”.(HR.Muslim)
Beliau juga pernah bersabda (artinya) : “Aku pernah menengok surga dan aku melihat kebanyakan penduduknya adalah orang-orang fakir.Aku pun pernah menengok neraka dan aku melihat kebanyakan penduduknya adalah wanita”.(HR.al-Bukhari dan Muslim)
Lantas, apa penyebab para wanita menjadi penduduk surga yang paling sedikit atau penduduk neraka yang paling banyak ? Ternyata pertanyaan serupa ini pernah ditanyakan kepada Nabi, dan beliau pun menjawab (artinya) : “Kalian banyak mencela manusia dan menentang hak suami…”(HR.al-Bukhari dan Muslim)
Ini adalah satu berita sekaligus peringatan bagi wanita.Belum lagi berita dan peringatan yang lainnya.Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam sendiri memerintah kita agar memberikan nasihat kebaikan kepada para wanita.
Berpijak dari inilah, beberapa nasihat kami sampaikan seiring saat ini adalah waktu yang tepat untuk para muslimah meraih banyak kebaikan padanya.Tidak luput pula beberapa fiqih seputar kewanitaan akan kami utarakan.
Ketentuan-ketentuan Bagi Muslimah di Bulan Ramadhan
Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah pernah ditanya : “Apa ketentuan-ketentuan yang harus dipegang oleh para muslimah di bulan mulia ini ?”
Beliau menjawab : “Ketentuan-ketentuan yang harus dipegang para muslimah di bulan mulia ini adalah :
1) Menunaikan puasa dengan cara yang paling sempurna, mengingat puasa Ramadhan adalah salah satu rukun Islam.Apabila terjadi padanya sesuatu yang melarang puasa, seperti haid, nifas atau sesuatu yang memberatkan puasa, seperti sakit, safar (bepergian), hamil atau menyusui, maka ia dapat berbuka dan bertekad mengqadha di hari lain.
2) Senantiasa mengingat Allah dengan membaca Al Qur’an, bertasbih, bertahlil, bertahmid, bertakbir, menunaikan shalat wajib pada waktunya dan memperbanyak shalat sunnah di selain waktu terlarang.
3) Menjaga lisan dari ucapan haram seperti ghibah (menggunjing), namimah (adu domba), dusta, mencela, mencaci, menundukkan pandangan dari perkara haram yang disajikan oleh film-film buruk, gambar-gambar yang tidak tahu malu dan melihat pria (bukan mahram) dengan syahwat.
4) Tetap tinggal di dalam rumah dan tidak keluar kecuali jika ada kebutuhan, (ketika keluar) itu pun dengan menutup aurat, sopan, malu, tidak berbaur dengan pria (bukan mahram) dan tidak berbicara mencurigakan dengan pria (bukan mahram) secara langsung maupun melalui telepon.Allah Ta’ala berfirman (artinya) : “…maka janganlah kalian melembutkan suara hingga orang yang di kalbunya ada penyakit, memiliki hasrat (kepada kalian).Ucapkanlah dengan perkataan yang baik”.
Sesungguhnya sebagian wanita atau banyak dari mereka melanggar adab-adab syariat di Ramadhan maupun selain Ramadhan.Mereka keluar ke pasar-pasar dengan perhiasan yang lengkap, memakai wewangian dan tidak menutup aurat sebagaimana mestinya.Mereka bercanda dengan para penjual, membuka wajah, melepas kain penutup dan membuka lengan tangan.Ini adalah haram, menimbulkan kejelekan dan dosanya di Ramadhan lebih besar karena kehormatan yang ada pada bulan Ramadhan”.(www.albaidha.net)
Terkait wanita tinggal di dalam rumah dan jika keluar hendaknya memakai hijab / jilbab yang sesuai ketentuan syar’i, maka Allah memerintahkan hal tersebut sebagaimana di dalam Surat Al Ahzab ayat ke-33 dan 59.Jadi, hijab / jilbab yang syar’i itu adalah aturan Allah dan Rasul-Nya, bukan budaya Arab atau simbol kelompok tertentu.Bahkan Nabi menegaskan bahwa wanita yang berpakaian tapi telanjang (karena tipis atau masih memperlihatkan lekuk tubuh), tidaklah mencium aroma surga.Ini menunjukkan bahwa wanita tersebut melakukan dosa besar dan kebatilan.Jika ini terjadi ketika ia berpuasa, maka tidakkah ia khawatir pahala puasanya berkurang ?! Bukankah Nabi menyatakan bahwa barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta (batil), perbuatan dusta (batil) dan kesia-siaan, maka Allah tidak butuh terhadap perbuatan dirinya menjauhi makan dan minum ?!
Tetaplah Mengingat Allah Meski Tengah Beraktivitas Rumah Tangga
Asy-Syaikh Sulaiman ar-Ruhaili hafizhahullah ditanya : “Apa kegiatan seorang muslimah di bulan Ramadhan, sehingga ia dapat beribadah kepada Allah sekaligus membantu keluarganya ?”
Maka beliau menjawab : “Kegiatan seorang muslimah sama dengan kegiatan seorang pria.Akan tetapi seorang muslimah memiliki tambahan berupa ibadah.Yaitu, wanita jika bersungguh-sungguh membantu suami dan keluarganya, menyiapkan makanan yang mencukupi mereka, maka ia berada dalam ibadah kepada Allah ‘Azza Wa Jalla selama ia berharap pahala.Padanya terdapat pahala dan penambahan kebaikan.Selayaknya bagi seorang muslimah jika menyiapkan makanan, dia menyibukkan lisannya dengan zikrullah.Dia memasak sambil bertasbih, bertahlil dan berzikir.Bagi dia pahala yang besar.Jangan sampai menyiapkan makanan ternyata menghalangi dirinya dari ibadah kepada Allah di siang hari Ramadhan.Kegembiraanlah bagi muslimah yang dapat membantu suami dan keluarganya dalam keadaan berharap pahala dari Allah ‘Azza Wa Jalla.Seiring dengan itu, dia tidak lalai dari zikrullah dan menegakkan ibadah yang sanggup dia lakukan di siang Ramadhan.Sesungguhnya dia menang dengan kemenangan yang besar”.(www.ajurry.com)
Hukum Menggunakan Obat Penunda Haid di Bulan Ramadhan
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya tentang hal di atas dan menjawab bahwa hal itu tidak apa-apa selama tidak menimbulkan efek negatif dari sisi kesehatan dan dengan izin dari sang suami. Akan tetapi, sejauh yang beliau ketahui, obat ini dapat menimbulkan efek negatif pada wanita. Telah dimaklumi bahwa keluarnya darah haid itu merupakan suatu hal biasa (normal).Suatu hal yang biasa jika dicegah waktu tibanya, maka mesti menimbulkan efek negatif pada tubuh. Demikian pula efek negatif obat ini adalah membuat tidak beraturannya siklus datang bulan, sehingga wanita berada dalam kegelisahan dan keraguan terkait shalat, hubungan dengan suaminya dan selain itu. Oleh karena itu beliau tidak mengatakan bahwa obat ini haram, namun beliau tidak menyukai jika wanita menggunakan obat tersebut. Selayaknya bagi wanita untuk bersabar atas takdir Allah dan berharap pahala. Jika terhalang melakukan puasa dan shalat karena haid, maka pintu mengingat Allah tetaplah terbuka. Dia dapat berzikir, bertasbih, bersedekah, berlaku baik kepada orang lain dengan ucapan maupun perbuatan. Ini adalah seutama-utama amalan. (Diringkas dari Majmu’ Fatawa Ibni Utsaimin, Maktabah Syamilah)
Apabila Suci Dari Haid di Siang Ramadhan, Apakah Wajib Ketika Itu Untuk Berpuasa ?
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata : “Apabila wanita haid atau nifas ternyata suci di tengah siang (Ramadhan), maka tidak wajib baginya berpuasa. Silakan baginya makan dan minum.Puasa tidak memberinya manfaat sedikit pun karena telah diwajibkan baginya untuk mengqadha. Ini adalah mazhab Malik, asy-Syafi’i dan salah satu riwayat dari al-Imam Ahmad.Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau berkata : “Barangsiapa yang makan di awal siang, maka silakan dia makan di akhir siang”. Yakni, barangsiapa yang diperbolehkan tidak berpuasa di awal siang, maka boleh baginya untuk (tetap) tidak berpuasa (hingga) di akhir siang”.(Majmu’ Fatawa Ibni Utsaimin, Maktabah Syamilah)
Bolehkah Wanita Haid Memegang Mushaf Al Qur’an Dan Masuk Masjid ?
Asy-Syaikh Ubaid al-Jabiri hafizhahullah menyatakan bahwa wanita haid yang memegang mushaf Al Qur’an langsung (tanpa kain penghalang) adalah makruh. Jika wanita tersebut memegang mushaf langsung, maka tidak apa-apa Insya Allah.
Adapun masuk masjid, jika dikarenakan ada kebutuhan, seperti menghadiri majelis ilmu yang sulit untuk mendapatkan faidah darinya kecuali dengan masuk masjid, maka tidak apa-apa Insya Allah.Sedangkan jika masuk masjid tanpa ada kebutuhan atau darurat, maka beliau menganjurkan wanita haid untuk tidak masuk masjid. Larangan wanita haid masuk masjid adalah makruh, dan menurut beliau kemakruhannya lebih keras dibanding kemakruhan memegang mushaf langsung. (Diringkas dengan bebas dari www.miraath.net)
Hukum Wanita Keluar Shalat Tarawih di Masjid Tapi Hak-hak Rumah Terabaikan
Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah ditanya : “Apabila keluarnya wanita untuk shalat tarawih ternyata berakibat terlantarnya sebagian hak rumah meski sedikit, maka apa hukum keluarnya wanita tersebut ?”
Beliau memberikan jawaban : “Apabila keluarnya wanita untuk shalat tarawih ternyata berakibat terlantarnya sebagian pekerjaan rumah yang memang dituntut darinya, maka wanita tersebut jangan keluar.Bahkan dia tetap berada di rumah dan mengerjakan tugas rumahnya.Sebabnya, dimungkinkan bagi dia untuk shalat di rumah dan (itu) lebih mudah.Sebabnya pula, mengerjakan tugas rumah itu hukumnya wajib menurut pendapat yang benar, sedangkan keluar (shalat) ke masjid hukumnya (sekedar) boleh jika tidak berdampak negatif”.(www.albaidha.net)
Diantara hak rumah yang wajib ditunaikan seorang muslimah (tentu sebatas kemampuannya) adalah menata rumah, menjaga harta dan mengatur anak.
Nasihat Bagi Wanita Yang Keluar Shalat Tarawih Dalam Keadaan Berhias Dan Memakai Wewangian
Asy-Syaikh Ubaid al-Jabiri hafizhahullah berfatwa bahwa para wanita seperti itu telah mencampur amalan baik dengan amalan buruk.Yang wajib bagi mereka adalah :
1) Bertaubat dan beristighfar, jika mengetahui hukum berhias dan memakai wewangian ketika keluar rumah.
2) Tetap tinggal di rumah.
3) Tidak ada larangan bagi mereka untuk keluar ke masjid dalam keadaan tidak berhias dan tidak memakai wewangian.Sesungguhnya berhias dan memakai wewangian seperti ini adalah dosa besar.
Maka wajib bagi muslimah jika keluar ke masjid :
1) Untuk ibadah.
2) Dalam keadaan tidak menampakkan aurat, tidak berhias dengan minyak wangi atau selainnya.
(Dikutip bebas dari www.miraath.net)
Nabi sendiri telah mengingatkan (artinya) : “Wanita mana pun yang memakai wewangian lalu keluar ke masjid, maka tidak diterima shalatnya hingga dia mandi (dengan tata cara mandi junub, pen)”.(HR.Ibnu Majah yang dikatakan oleh al-Albani : Hasan shahih.Lihat Sunan Abi Dawud)
Hukum Mencicipi Masakan Ketika Berpuasa
Hal ini diperbolekan jika memang dibutuhkan oleh wanita maupun pria, selama masakan tersebut tidak sampai tertelan.(Lihat www.binbaz.org.sa)
Al-Imam al-Bukhari rahimahullah membawakan ucapan seorang sahabat Nabi, yaitu Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma : “Tidak apa-apa mencicipi (masakan yang ada di) kuali atau selain itu”.(Shahih al-Bukhari Kitab ash-Shaum)
Wallahu a’lamu bish-Shawab