Mengambil Pelajaran Di Balik Tragedi Mina 1436 H
Beberapa media massa banyak memberitakan tragedi memilukan di Mina. Tragedi yang terjadi pada hari Kamis, tanggal 10 Dzulhijjah 1436 H yang bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha. Tragedi yang (hingga tulisan ini ditampilkan) mengakibatkan sekian ratus jamaah haji meninggal dunia, ditambah sekian banyak korban luka. Tragedi ini terhitung sebagai tragedi besar kedua di musim haji tahun ini, setelah tragedi runtuhnya alat berat (crane) di Masjidil Haram.
Sebagai seorang muslim yang ingin tetap terbimbing oleh agama dalam setiap keadaan, tentu yakin ada hikmah dan pelajaran dari setiap peristiwa yang terjadi di muka bumi ini. Pelajaran bagi muslim yang merasakan langsung akibat peristiwa tersebut maupun yang tidak langsung merasakannya.
Ada beberapa pelajaran (ibrah) yang kami coba utarakan berkenaan tragedi di atas. Semoga Allah memberi manfaat darinya, untuk kami dan para pembaca sekalian.
Pelajaran Pertama : Keimanan Terhadap Takdir dan Kekuasaan Allah
Pelajaran ini sering dianggap remeh oleh sebagian kaum muslimin, padahal keimanan terhadap takdir termasuk rukun iman. Tidak beriman seseorang hingga ia beriman terhadap takdir, baik yang dirasa nikmat maupun pahit. Bahkan tidak atau kurangnya iman terhadap takdir merupakan musibah yang lebih besar dibanding musibah kematian, luka badan maupun kesedihan.
Salah satu dalil yang mendasari pelajaran pertama ini adalah firman Allah (artinya) : “Tiada satu pun bencana yang menimpa di bumi dan tiada pula pada diri kalian, melainkan telah tertulis di dalam al-Lauh al-Mahfuzh sebelum Kami menciptakan musibah tersebut. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. (Al Hadid : 22)
Pelajaran Kedua : Keutamaan Meninggal Dunia Ketika Berhaji
Telah kita ketahui pada edisi ke-15 yang lalu tentang keutamaan seseorang yang meninggal dunia ketika berhaji. Ditambah lagi keutamaan seseorang yang meninggal dunia ketika sedang beramal shalih. Artinya di balik musibah ini, semoga Allah memberikan keutamaan dan pahala yang besar bagi saudara-saudara kita yang meninggal dunia.
Pelajaran Ketiga : Keutamaan Bersabar Ketika Tertimpa Musibah
Kesabaran itu dapat mendatangkan pahala yang tidak terbatas, sesuai tingkat kesabaran seseorang. Allah berfirman (artinya) : “Hanyalah orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahalanya tanpa batas”. (Az Zumar : 10)
Itu baru satu keutamaan dari sekian banyak keutamaan bagi seseorang yang bersabar ketika tertimpa musibah yang disebutkan di dalam Al Qur’an dan Hadits Nabi. Kesabaran yang hendaknya ada pada diri mereka yang terkena luka badan akibat peristiwa di atas, dan mereka yang ditinggal wafat keluarganya.
Pelajaran Keempat : Keutamaan Bertakziyah Kepada Keluarga Korban
Tidak hanya muslim yang meninggal dunia dalam kebaikan, atau yang bersabar ketika tertimpa musibah saja yang akan mendapatkan keutamaan. Bahkan muslim yang lainnya pun dapat meraih keutamaan, tatkala bertakziyah kepada keluarga duka. Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda (artinya) : “Tidaklah seorang mukmin bertakziyah kepada saudaranya karena suatu musibah, melainkan Allah Yang Maha Suci akan memakaikan perhiasan kemuliaan kepadanya pada hari kiamat”. (HR. Ibnu Majah yang dihasankan oleh asy-Syaikh al-Albani)
Hanya saja perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan syar’i dalam melakukan takziyah, sebagaimana telah disebutkan oleh para ulama.
Pelajaran Kelima : Tragedi Mina dan Sejenisnya Ketika Musim Haji Jangan Kerapkali Dijadikan Kesempatan Untuk Menyudutkan Negara Saudi Arabia
Ini pelajaran yang sangat penting kita ketahui, mengingat beberapa media massa tengah menyoroti kredibilitas Saudi Arabia dalam penyelenggaraan ibadah haji. Tragedi Mina dan tragedi-tragedi sebelumnya di musim haji kerapkali dijadikan kesempatan beberapa pihak untuk menyudutkan Saudi Arabia. Yang paling gencar melakukan hal ini terkait Tragedi Mina adalah negara Iran melalui pernyataan resmi pemerintah, dan dipropagandakan oleh beberapa media massa termasuk media massa di negeri kita.
Untuk menyikapi Tragedi Mina ini sekaligus menjawab upaya penyudutan dan propaganda di atas, maka dapat kita katakan :
1) Pemerintah Saudi Arabia telah berupaya semaksimal mungkin untuk menyelenggarakan acara tahunan terbesar di dunia ini dengan sebaik-baiknya. Evaluasi dan pembenahan dari setiap sisi terus mereka lakukan. Tentu tidak ada yang sempurna tanpa cacat pada apa telah dilakukan oleh manusia dan itu hendaknya kita maklumi bersama, seiring tetap ada upaya diantara muslimin untuk saling bekerja sama di atas kebaikan dan ketakwaan.
2) Pemerintah tengah menyelidiki Tragedi Mina ini dengan secermat mungkin sehingga tidak gegabah dalam memberikan kesimpulan di depan publik. Ini sudah menjadi sebuah ciri khas pada pemerintah Saudi Arabia ketika menangani masalah umat.
3) Hendaknya kita mengedepankan sikap berbaik sangka (husnuzhan) kepada pemerintah Saudi Arabia yang selama ini dikenal sangat serius, jujur dan terdepan dalam kebaikan. Apalagi telah banyak kebaikan tak terikat sejak dulu hingga saat ini yang telah diberikan oleh negara tauhid ini kepada banyak pihak, bukan sekedar penyelenggaraan haji. Bantuan kemanusiaan luar biasa kepada gelombang pengungsi Suriah yang berjumlah sangat banyak dan bantuan militer sekaligus kemanusiaan kepada rakyat Yaman merupakan 2 contoh pelayanan Saudi Arabia yang patut kita syukuri. Hanya saja sedikit sekali media massa yang mengungkap hal itu dan justru memutarbalikkan fakta atau mencari-cari celah kesalahan.
4) Belum ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa Tragedi Mina ini adalah kesalahan pemerintah Saudi Arabia. Sebaliknya, beberapa media massa lain membantah propaganda di atas dengan membawakan argumen cukup kuat. Bahkan media-media tersebut menyatakan bahwa beberapa jamaah Iran-lah yang justru menjadi sebab terjadinya insiden menyedihkan ini dengan membawakan bukti cukup kuat. Namun seiring itu, pemerintah Saudi Arabia masih terus menyelidiki kasus ini lebih dalam.
5) Hendaknya kita berhati-hati dari setiap pemberitaan media massa yang berbicara tentang Saudi Arabia karena negara ini (dengan izin Allah) sangat kokoh berpegang dengan bimbingan Islam dibanding negara-negara Islam lainnya.Sebagian sejarawan Islam mengatakan bahwa sejarah Islam tidak menyaksikan satu pun pemerintah yang menegakkan syariat Islam setelah masa Nabi dan para khalifah terbimbing, yang semisal Saudi Arabia. Negara ini banyak pihak yang mendengkinya, baik dari dalam maupun luar Saudi Arabia. Apalagi jika media massa tersebut mempropagandakan pernyataan negara Iran terhadap Saudi Arabia.K ita tidak sedang berbicara tentang hubungan politik kedua negara yang memang memanas. Akan tetapi kita sedang berbicara tentang kejahatan yang selalu ditebarkan oleh Iran, terkait misi agama Syi’ah untuk memberangus Islam dan muslimin di muka bumi ini. Misi jahat ini diungkap sendiri oleh mereka (kaum Syi’ah) karena sudah menjadi aqidah mereka. Sedangkan Iran tidak lain adalah negara yang memang berazaskan aqidah Syi’ah Rafidhah, sebagaimana dikenal oleh dunia Islam. Sangat mengerikan kejahatan mereka yang itu dibangun di atas prinsip-prisip aqidah mereka yang sangat batil. Al Qur’an, Hadits Nabi, para sahabat, apalagi kaum muslimin seperti kita (termasuk pemerintah Saudi Arabia) sama sekali tidak memiliki kehormatan di hadapan mereka. Kita khawatir Tragedi Mina termasuk makar jahat mereka, sekalipun mereka sendiri mengorbankan jiwa yang itu mereka anggap sebagai pengorbanan mulia. Akan tetapi sayangnya kejahatan mereka seakan-akan dianggap dingin, tidak atau sulit dipercaya oleh sebagian muslimin, karena (pada beberapa situasi tertentu) aqidah kemunafikan (taqiyyah, baca : bunglon) kaum Syi’ah yang penuh tipu daya menutupi kejahatan mereka, beberapa media massa yang berlaku tidak adil ditambah jauhnya sebagian muslimin dari bimbingan Islam. Semoga Allah Ta’ala menjaga kaum muslimin di nusantara ini dari kejahatan kaum Syi’ah beserta para pembelanya.
Pelajaran Keenam : Munculnya Komentar Yang Nyeleneh
Selain tuduhan tanpa bukti alias dusta, juga ada komentar atau masukan nyeleneh dari pihak yang sama. Iran memberi masukan yang sangat kental unsur makarnya, yaitu : agar pengurusan 2 kota suci (Makkah dan Madinah) diserahkan kepada internasional, tidak hanya kepada Saudi Arabia.Tentu saja di balik masukan tersebut, Iran ingin ikut cawe-cawe di 2 kota suci untuk selanjutnya lebih leluasa menebarkan dan memaksakan aqidah kufur mereka di tengah umat Islam, terkhusus jamaah haji yang berjumlah sekian juta dari penjuru dunia. Saat ini saja, kaum Syi’ah Rafidhah Iran tidak segan-segan menampakkan kesyi’ahannya ketika sudah masuk ke tanah suci. Seiring dengan itu, kita pun hendaknya berhusnuzhan kepada penguasa dan para ulama Saudi Arabia terkait langkah tepat menyikapi keberadaan mereka di tanah suci yang telah berulangkali membuat keresahan dalam pelaksanaan ibadah haji. Belum lagi jika negara-negara Islam lainnya yang tidak berazaskan Al Qur’an dan Sunnah Nabi (dengan latar belakang yang beraneka ragam) juga turut cawe-cawe. Lalu apa jadinya nanti kota suci Makkah dan Madinah, terkhusus penyelenggaraan ibadah hajinya ?! Semoga Allah menjaga pemerintah dan rakyat Saudi Arabia di atas kebaikan dan mematahkan makar-makar musuh Islam.
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i rahimahullah berkata : “Dan saya katakan bahwa sesungguhnya tidak ada satu pun pemerintah negara yang sanggup memberikan pelayanan kepada para jamaah haji semisal pemerintah Saudi dalam melayani para jamaah haji.Maka kebenaran haruslah diucapkan”. (Fadha’ih Wa Nasha’ih, www.albaidha.net)
Pemerintah Saudi Arabia pun tidak menutup diri dari masukan dan saran terkait pengelolaan 2 kota suci dari berbagai pihak, terkhusus pelaksanaan ibadah haji, asalkan masukan dan saran tersebut dapat memberikan kebaikan (maslahat) bersama dan tidak bertentangan dengan bimbingan syariat.
Pelajaran Ketujuh : Tidak Tergesa-gesa Menyampaikan Berita Kepada Khalayak Ramai
Manusia memiliki tabiat buruk berupa sikap tergesa-gesa.Allah berfirman (artinya) : “Manusia telah diciptakan bertabiat tergesa-gesa…”(Al Anbiya’ : 37)
Perkaranya menjadi lebih buruk jika terkait urusan umat yang dapat menimbulkan keresahan di tengah kaum muslimin, dan demikian ini yang selalu terjadi. Namun sikap tergesa-gesa (tanpa bersabar melakukan klarifikasi kepada pihak pemerintah yang berwenang atau para ulama terpercaya) inilah yang kerapkali ditempuh oleh beberapa media massa. Tak terkecuali, tergesa-gesa dan asal comot menyampaikan berita terkait Tragedi Mina ini di depan publik.Entah apa tujuan ditempuhnya hal itu. Namun yang jelas dalam kode etik jurnalistik apalagi agama, hal itu tidaklah diperkenankan. Allah berfirman (artinya) : “Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau ketakutan, maka mereka bergegas menyebarkannya. Kalau saja mereka menyerahkan berita tadi kepada Rasul dan Ulul Amri diantara mereka, maka tentulah orang-orang yang berilmu diantara mereka akan dapat mengetahui hakikat berita tadi. Kalau bukan karena keutamaan dari Allah dan rahmat-Nya atas kalian, tentu kalian akan mengikuti syaithan, kecuali sedikit saja diantara kalian (yang tidak mengikutinya)”. (An Nisa’ : 83)
Wallahu a’lamu bish-Shawab