Larung Sesajen
Bencana telah mengguncang Sulawesi Tengah manakala 3 daerah mengalami dampak terparah, yaitu : Palu, Donggala dan Sigi. Korban jiwa terbanyak ada di Palu. Bahkan, Palu mengalami 3 bentuk bencana sekaligus : gempa, tsunami dan likuifaksi alias lumpur bergerak yang mampu menyeret tanah dan bangunan di atasnya bergeser sekian ratus meter jauhnya. Subhanallah ! Kalau tidak menyaksikan langsung atau minimal menonton foto atau videonya rasanya sulit dipercaya. Ternyata tidak hanya itu ujian warga Sulawesi Tengah berakhir. Adalah Desa Tompe, Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala yang ketika tsunami dengan ganas menghantam desa – desa di tepi pantai barat Sulawesi tiga pekan lalu, desa ini relatif aman dari efek bencana. Namun, Rabu pekan lalu, Desa Tompe mengalami musibah dalam bentuk lain. Air laut naik sampai setinggi leher orang dewasa sehingga warga pun mengungsi mencari tempat yang lebih tinggi dan aman. Fenomena alam yang kata warga desa tersebut belum pernah terjadi sebelumnya.
Para pembaca rahimakumullah, diantara hikmah besar musibah Palu adalah kesadaran masyarakat mengenai bahaya kesyirikan, utamanya ritual larung sesajen. Festival budaya Palu Nomoni yang sedianya tahun ini diadakan untuk yang ketigakalinya berujung musibah dan bencana dahsyat. Ternyata, di balik festival itu ada ritual larung sesajen yang dalam pandangan Islam merupakan kesyirikan besar yang bisa mengeluarkan pelakunya dari Islam. Bertolak dari bencana Palu, masyarakat di beberapa daerah lain yang juga mengadakan ritual larung sesajen dihinggapi ketakutan dan penolakan terhadap ritual larung sesajen, sedekah bumi, sedekah laut dan nama – nama lain yang terdengar indah namun hakikatnya sama : kesyirikan kepada Allah, menyekutukan Allah. Kesadaran semisal ini bagus dan positif, walau sebenarnya yang lebih mengkhawatirkan kita adalah dosa kesyirikan dan balasan kelak di akhirat yang jauh lebih mengerikan.
Di sisi lain, sebagian masyarakat tidak peduli dan acuh tak acuh. Mereka tidak mau mengambil ibrah / pelajaran dari bencana Sulteng. Ritual larung sesajen tetap dilangsungkan. “Ini kan melestarikan budaya. Ini kan warisan leluhur. Buktinya selama ini sekian kali diadakan larung sesajen, ternyata tempat kita aman tidak ada tsunami”, dan sekian ragam ucapan senada.
Para pembaca rahimakumullah, kiranya kita semua perlu mengingat kembali bimbingan Islam berdasarkan Al-Quran dan hadits yang shahih tentang masalah ini. Jangan sampai kita berkomentar tanpa ilmu. Yang lebih parah adalah jika ternyata diantara kita justru membela, mendukung kesyirikan atau bahkan terlibat langsung di dalamnya. Na’udzubillahi min dzalik.
Ayat-ayat Al-Qur’an yang Menegaskan Haramnya Menyembelih Dalam Rangka Mendekatkan Diri & Meminta Bantuan Kepada Selain Allah
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman (artinya) : “Katakanlah (wahai Nabi) ! Sungguh shalatku, penyembelihanku, hidupku dan matiku adalah untuk Allah, Rabbul ‘alamin. Tiada sekutu bagi-Nya…” (Surah Al-An’am : 162–163 )
Pakar tafsir dari mazhab Syafi’iyah, al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata : “ Allah memerintahkan Nabi-Nya agar menyatakan kepada kaum musyrikin yang menyembah selain Allah dan menyembelih tanpa menyebut nama-Nya, bahwa beliau menyelisihi mereka dalam masalah ini. Hal ini karena shalat beliau adalah untuk Allah dan sembelihan beliau adalah dengan menyebut nama Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Ini semisal dengan firman-Nya yang lain (di dalam Surah Al-Kautsar) : “Fashalli lirabbika wanhar” , maksudnya : Murnikanlah shalatmu dan sesembelihanmu hanya untuk-Nya. Yang demikian karena orang – orang musyrik dahulu beribadah untuk berhala-berhala mereka dan menyembelih untuk mereka…”
Ayat lain yang menunjukkan haramnya menyembelih untuk selain Allah ialah firman-Nya (artinya) : “Diharamkan bagi kalian bangkai, darah dan maa uhilla lighairillah bih…” (Surah Al-Maidah : 3).
Semisal dengan ayat ini adalah ayat ke-173 dari Surah Al-Baqarah dan ayat ke-115 dari Surah An-Nahl.
Al-Alusi rahimahullah (pakar tafsir lain dari mazhab Syafi’i) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “uhilla lighairillah bih” ialah menyebutkan dengan jelas kepada siapa sembelihan untuk selain Allah itu ditujukan, apakah untuk Latta, ‘Uzza (nama-nama berhala milik musyrikin Quraisy), dan sebagainya. Semakna dengan penjelasan al-Alusi ini, apa yang dijelaskan oleh ahli tafsir lain dari mazhab Syafi’i semisal : al-Baidhawi dan as-Suyuthi rahimahumallah.
Hadits Nabawi Tentang Haramnya Menyembelih Untuk Selain Allah
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam pernah bersabda (artinya) : “Allah melaknat siapa saja yang menyembelih untuk selain Allah…” (HR. Muslim dari sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu)
Hadits semakna ini juga diriwayatkan dari sahabat mulia Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma oleh al-Imam Ahmad dan lainnya.
Al-Hafizh an-Nawawi rahimahullah (seorang ulama terkenal dari mazhab Syafi’i) berkata : “ Adapun menyembelih untuk selain Allah, maka yang dimaksud ialah menyembelih dengan nama selain Allah, seperti untuk patung, salib, Nabi Musa atau Isa ‘alaihima as-Salam, Ka’bah dan semisalnya. Maka, semuanya ini haram. Sembelihannya tidak halal dimakan, baik yang menyembelih seorang Muslim, Nasrani maupun Yahudi. Asy-Syafi’i (yaitu : al-Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi’i) telah menegaskan hal ini dan ulama-ulama kami (dari mazhab Syafi’iyyah) telah menyepakati tentangnya (haramnya masalah ini). Adapun jika dimaksudkan dengan penyembelihan tersebut adalah pengagungan kepada pihak yang diberi persembahan selain Allah, atau peribadatan kepadanya, maka perbuatan tersebut adalah kekufuran. Jika orang yang menyembelihnya ternyata sebelumnya seorang muslim, maka dengan penyembelihan tersebut ia menjadi murtad…” (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim)
Abu ‘Awwanah (seorang pakar hadits mazhab Syafi’i) dalam kitab Al-Musnad karya beliau, membuat judul bab terkait hadits di atas : “Penjelasan tentang kepastian datangnya laknat kepada siapa pun yang menyembelih untuk selain Allah”. Beliau juga berkata : “Demikian pula seluruh sesembelihan yang ditujukan untuk selain Allah”.
Al-Maqrizy (seorang ulama besar mazhab Syafi’i dari Mesir) menjelaskan bahwa menyembelih untuk Allah sejatinya termasuk kekhususan ilahiyah (hak Allah semata). Maksudnya, siapa saja yang menyembelih dan ditujukan untuk selain-Nya, berarti telah menyerupakan selain Allah dengan Allah.
As Suwaidi (seorang ulama besar mazhab Syafi’i yang lahir di Irak) ketika menjelaskan makna sesembelihan untuk selain Allah, berkata : “Yaitu : Apa saja yang dipersembahkan untuk selain Allah dalam rangka menolak bahaya atau mendatangkan keuntungan. (Persembahan itu) sebagai bentuk pengagungan terhadap yang diberi persembahan tersebut. Yang seperti ini termasuk kufur i’tiqadi (yang mengeluarkan pelakunya dari Islam) dan (termasuk) kesyirikan yang pernah dilakukan oleh pendahulu mereka (dari kalangan musyrikin)”.
Para pembaca rahimakumullah, masih banyak penjelasan para ulama tentang haramnya menyembelih dalam rangka mengagungkan selain Allah. Sengaja kami kutip disini pendapat para ulama mazhab Syafi’iyah karena mayoritas masyarakat Indonesia mengaku bermazhab Syafi’i.
Syubhat / Kerancuan & Bantahannya
Sebagian mereka yang melestarikan budaya sedekah bumi beralasan bahwa sedekah itu dipersembahkan kepada Yang Maha Kuasa.
Bantahannya : Kita bertanya kepada mereka : Siapa yang mereka maksudkan dengan Yang Maha Kuasa disini ? Apakah Allah Subhanahu Wa Ta’ala ?
Peringatan Penting
Sebagian orang berdalih mengingkari kemungkaran dan kesyirikan dengan bertindak main hakim sendiri, membubarkan acara sedekah laut dan larung sesajen. Padahal, tindakan seperti ini dapat menimbulkan bentrokan dengan masyarakat yang mendukung ritual tersebut. Akibatnya, muncul kekerasan fisik yang sangat mungkin menimbulkan korban jiwa.
Lantas, bagaimana tuntunan mengingkari kemungkaran dengan tangan kita ? Jawabannya : Para ulama menjelaskan bahwa ada beberapa syarat dalam masalah ini, diantaranya :
Para pembaca rahimakumullah, mari kita semua kembali kepada Allah dengan memperbanyak bekal ilmu agama yang benar. Di sisi lain, mari kita sedekahkan harta kita dengan cara yang benar, terlebih masih banyak saudara-saudara kita yang membutuhkan uluran tangan kita, termasuk para korban bencana di berbagai daerah. Jangan sebaliknya, kita hamburkan harta kita untuk sesuatu yang tidak bermanfaat dan justru berdampak negatif seperti bersedekah bumi, sedekah laut dan semisalnya. Mari kita memperbanyak introspeksi diri karena Allah Ta’ala tidak menyegerakan azab-Nya kepada kita, padahal kemaksiatan dan kesyirikan masih merebak di sekitar kita. Seandainya Allah kehendaki, niscaya Dia tidak akan menyisakan sedikit pun manusia di muka bumi ini karena dosa-dosa mereka. Namun, Allah masih memberikan kesempatan kepada kita semua untuk memperbaiki diri dan kembali kepada-Nya.
Wallahu a’lam