Hari Kasih Sayang
(Sebuah Perayaan Yang Amat Disayangkan)
Layakkah seorang muslim mengikuti sebuah ucapan atau perbuatan yang tidak ia ketahui asal muasalnya ? Pantaskah pula seorang muslim bersikukuh di atas ucapan atau perbuatan yang ternyata keliru, padahal nasihat telah sampai kepadanya ? Demikianlah 2 pertanyaan yang semoga mengingatkan kita semua atas pentingnya berilmu sebelum berkata atau berbuat, dan tunduk dan menerima setiap nasihat kebaikan.
Hari Kasih Sayang yang kerap disebut dengan istilah Valentine’s Day adalah sebuah tema yang ingin kita angkat, meski tema ini bukanlah baru bagi kita. Akan tetapi Allah berfirman (artinya) : “Dan berilah peringatan, karena peringatan itu dapat memberi manfaat bagi orang-orang yang beriman”.(Adz Dzaariyaat : 55)
Ayat ini memberi pelajaran kepada :
Asal Muasal Perayaan Valentine’s Day
Bagi orang yang membaca sejarah perayaan ini, maka ia akan melihat bahwa asal muasal perayaan ini ada beberapa riwayat atau versi yang berbeda-beda. Demikian pula masing-masing riwayat tersebut tidaklah memiliki jalur periwayatan, apalagi mau diketahui kejujuran orang yang meriwayatkannya. Singkat kata, asal muasal perayaan ini tidak lebih dari “katanya dan katanya”. Karena “katanya dan katanya” ini berupa sebuah alur cerita, maka tak salah jika dibahasakan lain dengan dongeng. Setiap muslim hendaknya tahu atau ingat bahwa “katanya dan katanya” adalah salah satu perkara yang dibenci oleh Allah Ta’ala, sebagaimana pernah disabdakan Rasul Shallallahu ‘alaihi Wasallam.
Riwayat-riwayat dongeng tersebut adalah :
Yang Tak Kalah Penting Untuk Kita Ketahui
Ada beberapa pemandangan dalam perayaan Valentine’s Day yang perlu kita ketahui hakikat sebenarnya atau kita cermati, yaitu :
Atas dasar ini, mungkinkah seorang muslim selamat dari keharaman tatkala ia ikut-ikutan berpartisipasi dalam perayaannya orang-orang kafir ini ?!Akankah seorang muslim yang masih menghargai agamanya, masih saja latah mengikuti perayaan mungkar tersebut ?! Semoga Allah menumbuhkan sifat muhasabah (introspeksi diri), rasa takut kepada murka-Nya dan mengokohkan iman kepada kita semua hingga ajal menjemput kita…aamiin.
Fatwa Para Ulama Tentang Perayaan Valentine’s Day
Beberapa ulama telah berfatwa tentang perayaan ini, diantaranya :
1) Fatwa al-Lajnah ad-Daimah Saudi Arabia.
Komite Tetap Fatwa yang telah banyak menerima dan menjawab ribuan pertanyaan dari penjuru dunia ini, mengatakan : “Beberapa dalil yang jelas dari Al Qur’an dan as-Sunnah yang di atas itu para salaf bersepakat, menunjukkan bahwa perayaan dalam Islam itu hanya ada 2 saja : Idul Fithri dan Idul Adha. Selain 2 perayaan itu, baik perayaan yang berkaitan dengan orang, kelompok, peristiwa atau makna apapun, maka perayaan itu adalah perayaan yang dibuat-buat. Tidak boleh bagi kaum muslimin untuk menyelenggarakan, menyetujui, menampakkan kegembiraan, atau membantu perayaan tersebut sedikit pun. Hal itu karena termasuk melanggar hukum-hukum Allah, sedangkan barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, maka ia telah menzalimi dirinya sendiri. Apabila keberadaan perayaan yang dibuat-buat tersebut termasuk perayaan orang-orang kafir, maka ini adalah dosa di atas dosa. Hal itu karena mengandung unsur menyerupai orang-orang kafir dan suatu bentuk loyalitas kepada mereka. Allah Subhanahu telah melarang kaum mukminin dari menyerupai orang-orang kafir dan loyalitas kepada mereka di dalam Al Qur’an. Telah shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bahwasanya beliau bersabda (artinya) : “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk kaum tersebut”. Perayaan Hari Kasih Sayang termasuk jenis yang disebutkan tadi. Sebab, perayaan ini termasuk perayaan para penyembah berhala dan orang-orang Nasrani. Tidak halal bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir untuk menyelenggarakan perayaan tersebut, menyetujui atau mengucapkan selamat atasnya. Bahkan yang wajib adalah meninggalkan dan menjauhinya, sebagai wujud menyambut seruan Allah dan Rasul-Nya sekaligus menjauhi sebab-sebab datangnya murka dan siksa Allah. Sebagaimana pula diharamkan bagi seorang muslim untuk membantu perayaan ini atau semisalnya dari perayaan-perayaan yang haram dalam bentuk apapun, baik berupa makanan, minuman, jual beli, pembuatan aksesoris, hadiah, surat menyurat, promosi atau selain itu.Itu semua dikarenakan termasuk tolong menolong di atas dosa dan permusuhan, bermaksiat kepada Allah dan Rasul. Allah Jalla Wa ‘Alaa berfirman (artinya) : “Dan tolong menolonglah kalian di atas kebaikan dan ketaqwaan. Janganlah kalian tolong menolong di atas dosa dan permusuhan. Takutlah kalian kepada Allah, karena sesungguhnya Allah itu sangat pedih siksa-Nya.” Wajib bagi seorang muslim untuk berpegang teguh dengan Al Qur’an dan as-Sunnah dalam segenap keadaan dirinya, terlebih di masa-masa penuh kejelekan dan banyak kerusakan. Hendaknya dirinya tanggap dan waspada dari keterjerumusan ke dalam kesesatan-kesesatan kaum yang dimurkai oleh Allah (Yahudi, pen), kaum sesat (Nasrani, pen) dan kaum fasik yang memang tidak berharap kehormatan di sisi Allah dan tidak menghargai Islam. Wajib bagi seorang muslim untuk kembali kepada Allah Ta’ala dengan memohon hidayah dan keteguhan di atas hidayah tersebut. Sesungguhnya tidak ada yang dapat menentukan hidayah, kecuali Allah. Tidak ada yang dapat meneguhkan hidayah, kecuali Dia Subhanahu. Hanya milik-Nyalah taufik itu. Shalawat dan salam telah Allah curahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabat beliau.”
2) Fatwa Fadhilatu asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah.
Ulama yang telah menghabiskan usianya dengan bimbingan dan fatwa hingga terasa manfaatnya di penjuru dunia ini berkata : “Merayakan Hari Kasih Sayang tidaklah boleh karena beberapa sisi :
Pertama | : | Bahwasanya perayaan tersebut adalah perayaan yang dibuat-buat, tidak ada asalnya sama sekali dalam syariat Islam. |
Kedua | : | Perayaan tersebut mengajak kepada kerinduan dan cinta yang bergejolak. |
Ketiga | : | Perayaan tersebut mengajak untuk menyibukkan hati dengan perkara-perkara rendahan yang menentang petunjuk as-salaf ash-shalih radhiyallahu ‘anhum. |
Maka bagi seorang muslim hendaknya merasa mulia dengan agamanya, dan tidak oportunis (bunglon) yang mengikuti setiap teriakan. Saya memohon kepada Allah Ta’ala agar melindungi kaum muslimin dari setiap kejelekan, baik yang tampak jelas maupun yang samar, sekaligus menjaga kita dengan kecintaan dan taufik-Nya.”
(Sebagian keterangan diambil dari situs www.ajurry.com)
Wallahu a’lamu bish-Shawab