Para pembaca rahimakumullah, Iman kepada Hari Kiamat merupakan salah satu Rukun Iman, tepatnya Rukun Iman yang ke 5, juga termasuk ajaran Islam yang mendasar, begitu pentingnya hal tersebut hingga sering kita jumpai penyebutan tentang Iman kepada Hari Kiamat setelah Iman kepada Allah ta`ala. Seperti dalam firman Allah ta`ala (artinya): “Kebaikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu kearah timur ataupun barat, tetapi (kebaikan) ialah orang yang beriman kepada Allah, Hari Akhir (kiamat), Malaikat-malaikat dan Nabi-nabi.” (QS Al-Baqarah: 177). Bahkan amat jarang kita lewati satu halamanpun dari Al-Qur`an Al-Karim melainkan kita akan melihat ada penyebutan suatu hal yang berkaitan dengan Hari Kiamat.
Demikian pula dalam Hadits Nabi shallallahu `alaihi wasallam, Beliau bersabda (artinya): “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir (kiamat) maka hendaknya ia muliakan tamunya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Prinsip dasar dalam beriman kepada Hari Kiamat
Iman kepada Hari Kiamat adalah termasuk dalam Bab Iman terhadap perkara Gaib, yang tidak bisa diketahui rincian kejadiannya kecuali dengan dalil baik berupa Ayat-ayat Al-Qur`an ataupun Al-Hadits yang Shahih, karenanya prinsip mendasar dalam Iman kepada Hari Kiamat ialah mempercayai segala berita yang disampaikan oleh Allah ta`ala dan Nabi shallallahu `alaihi wa sallam tentang segala peristiwa yang terjadi setelah kematian, seperti Fitnah Kubur yaitu pertanyaan tentang “Siapa Rabmu? Siapa Nabimu? Apa Agama-mu?” Demikian pula tentang Nikmat dan Adzab Kubur, hari kebangkitan (Al-Ba`ts), hari perhitungan (Al-Hisab), Surga dan Neraka dan yang berkaitan dengannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah ta`ala ketika menjelaskan sifat-sifat orang-orang yang bertakwa (artinya): “(Yaitu) Mereka yang beriman kepada yang gaib.” (QS Al-Baqarah: 3). Allah ta`ala juga berfirman (artinya): “Dan mereka yakin akan adanya Hari Kiamat.” (QS Al-Baqarah: 4). Berkata Al-Imam Abdurrahman bin Nashir As-Sa`di dalam tafsirnya ketika menjelaskan ayat diatas : “Allah ta`ala kemudian menjelaskan tentang orang-orang yang bertakwa, terkait dengan akidah-akidah (keyakinan) lalu perbuatan yang batin serta perbuatan yang zahir, karena berkaitannya takwa dengan hal tersebut. Dalam firmannya (artinya) “mereka yang beriman kepada yang gaib.“
Hakikat Iman ialah : mempercayai dengan sepenuhnya segala sesuatu yang diberitakan oleh para Rasul, lalu membuat tunduk anggota tubuh (Al-jawarih). Tolok ukur keimanan bukanlah (percaya) pada suatu kejadian yang bisa disaksikan dengan panca indra, karena dalam hal tersebut tidak terbedakan antara orang yang muslim dengan orang yang kafir, tolok ukur keimanan ialah pada perkara gaib yang tidak kita lihat atau kita saksikan, hanyalah kita mempercayainya dikarenakan hal tersebut bersumber dari berita Allah ta`ala (dalam Al-Qur`an) dan Rasul-Nya (Dalam Hadits). Keimanan yang seperti inilah dengannya terbedakan antara muslim dan kafir. Orang yang mukmin mempercayai semuanya, baik yang telah ia saksikan atau tidak disaksikannya, bisa ia fahami dan cerna dengan akalnya atau tidak.” (Taisir karimir rahman: hal 26-27).
Buah keimanan kepada Hari Kiamat
Sungguh Beriman kepada Allah ta`ala dan Hari Kiamat serta balasan yang akan diterima oleh seseorang nanti baik berupa pahala atau siksa, merupakan motivator utama dalam berbuat kebaikan dan meninggalkan kejelekan, karena tatkala seseorang tahu dan meyakini bahwa nanti akan ada hari kebangkitan, kemudian ada perhitungan serta pembalasan maka akan muncul pada dirinya rasa takut, dan dia akan termotivasi untuk beramal, kebaikan akan ia lakukan, lalu kejelekan akan ia hindari. Bagaimana mungkin dia tidak takut sedangkan Allah ta`ala akan mem-balas segala perbuatannya, yang ia anggap besar ataupun yang ia anggap remeh baik berupa manfa`at (kebaikan) ataupun madharrat (kejelekan). Allah ta`ala berfirman (artinya): “Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarah (biji kecil), niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa mengerjakan kejelekan seberat zarah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (QS Al-Zalzalah: 7-8). Allah ta`ala juga berfirman (artinya) : “Dan takutlah pada hari (ketika) kalian semua dikembalikan kepada Allah, kemudian setiap orang diberi balasan sesuai dengan apa yang telah dilakukannya dan mereka tidak didzalimi (dirugikan).” (QS Al-Baqarah: 281). Allah ta`ala juga berfirman (artinya): “(Ingatlah) pada hari (ketika) setiap jiwa mendapatkan (balasan) atas kebaik-an yang telah dikerjakan, dihadapkan kepadanya, (begitu pula balasan) atas perbuatan jeleknya.” (QS Ali `Imran: 30).
Seseorang yang beriman dengan Hari Kiamat sadar bahwa kehidupan didunia ini adalah sementara, tidak seterusnya, akan ada masa dan waktu habis dan sirnanya kesempatan ini, sehingga ia gunakan masa hidupnya didunia ini sebagai ladang yang ia panen hasilnya nanti di akhirat. Ketika Allah ta`ala berikan kepada dia ujian kenikmatan berupa lapangnya rizki, sehatnya badan, adanya waktu yang luang dst maka dia akan bersyukur kepada Allah ta`ala. Itu semua akan dia manfaatkan sebaik-baiknya pada hal-hal yang membuatnya semakin dekat dengan Allah ta`ala dan untuk meraih ridha-Nya, sebaliknya jika Allah ta`ala berikan ujian kepada dia berupa musibah, kesusahan, penyakit, sempit-nya rizki dst maka otomatis akan tumbuh rasa sabar, bahkan ridha kepada Takdir-Nya, itu semua dia lakukan karena Imannya kepada Allah ta`ala dan Hari Kiamat, balasan berupa pahala dari Allah ta`ala di Hari kiamat lebih dia dahulukan.
Adapun tidak ada atau lemahnya keimanan kepada kepada Allah ta`ala serta Hari Kiamat, maka akan berefek negatif kepada seseorang, dia akan menjadi orang yang berusaha mewujudkan semua keinginan duniawinya, tanpa memperhatian aturan-aturan Agama, segala cara akan dia gunakan untuk mendapatkan hal tersebut, berbuat sesuka hatinya dan semau gue. Kita pasti tahu dengan mendengar atau membaca seperti apa akhlaq dan perbuatan kaum Musyrikin yang hidup di jaman Jahiliyyah, pembunuhan, perampokan, perbuatan khianat dan tipu daya dsm, karena tidak ada Iman kepada Allah ta`ala dan Hari Kiamat. Allah ta`ala berfirman (artinya): “Mereka juga mengatakan: Hidup hanyalah di dunia ini dan kami tidak akan dibangkitkan.” (QS Al-An`am: 29).
Begitu ambisius orang yang seperti ini untuk hidup di dunia, ingin untuk mencapai umur ribuan tahun karena tidak beriman kepada Al-Ba`ts (kebangkitan). Maka Allah ta`ala memerintahkan Nabinya untuk memberikan bantahan kepada mereka, dan menyatakannya sebagai kafir, sebagaimana dalam firman-Nya (artinya): “Orang-orang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah: “Memang, demi Rabbku, benar-benar kalian akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan.” Yang demi-kian itu ialah mudah bagi Allah.” (QS. At-Taghabun:7).
Para pembaca rahimakumullah, seorang muslim yang membaca Al-Qur`an, mempelajari tafsir dan maknanya akan mendapatkan ilmu tentang gambaran kondisi Hari Kiamat, dihempaskannya gunung-gunung bagaikan bulu-bulu, terbelahnya langit, bintang-bintang jatuh berserakan, goncangan yang dahsyat, orang-orang yang berdosa (mujrim) ingin sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari siksa dengan anak-anaknya, dengan istri demikian pula saudaranya, Begitu mengerikan. Tetapi ilmu tentang kapan tepatnya Hari Kiamat itu terjadi, pada tahun berapa, hal tersebut tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah ta`ala. Bahkan para malaikat demikian pula para Nabi juga tidak mengetahuinya, yakinilah sebagai suatu kedustaan jika ada seseorang yang memberikan berita, ramalan dsm berkaitan dengan kapan Hari Kiamat itu terjadi. Bagaimana mungkin jujur dan benar ucapan orang tersebut sedangkan Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wasallam serta malaikat Jibril `alaihissalam saja tidak mengetahuinya. Allah ta`ala berfirman (artinya): “Manusia bertanya kepadamu (Rasulullah) tentang hari Kiamat. Katakanlah: “Ilmu tentang Hari Kiamat itu hanyalah ada di sisi Allah . Dan tahukah engkau bisa jadi Hari Kiamat itu sudah dekat waktunya.” (QS Al-Ahzab: 63).`Aisyah radhiallahu anha mengisahkan, diantara sikap Nabi shallallhu `alaihi wasallam ketika ditanya tentang kapan terjadinya Hari Kiamat, seseorang datang kepada beliau shallallahu `alaihi wasallam dengan berkata : “Wahai Muhammad! Kapan Hari Kiamat itu?” beliau menjawab: “Celaka engkau! Hari Kiamat pasti akan datang, apa yang telah kamu persiapkan untuk menghadapinya?” (HR Al-Bukhari dan Muslim). Ber-kata Asy-Syaikh Hafidz bin Ahmad Al-hakami dalam kitab Ma`arijul Qabul : “Dalam hadits tsb terdapat suatu faidah, bahwa Nabi shallallahu `alaihi wasallam ketika ditanya tentang sesuatu yang tidak ada manfaat pada jawabannya (ilmu tentang kapan terjadinya hari kiamat), maka beliau memberikan bimbingan kepada sesuatu yang justru lebih bermanfaat, yaitu perintah untuk berbekal dan bersiap-siap sebelum terjadinya (Hari Kiamat), walaupun tanpa mengetahui secara pasti kapan waktu terjadinya.
Para pembaca rahimakumullah, yakinilah bahwa Hari Kiamat telah dekat, sesuai dengan penjelasan dari Allah ta`ala dan Rasullullah shallallahu `alaihi wa sallam, Allah ta`ala berfirman (artinya): “Sungguh mereka menyangkanya (hari kebangkitan) itu masih jauh. Sedangkan kami tahu bahwa (hari) itu dekat.” (QS Al-Ma`arij 6-7). Juga firman-Nya (artinya): “Waktu Hari Kiamat telah dekat dan bulan telah terbelah.” (QS Al-Qamar:1). Nabi shallallahu `alaihi wasallam bersabda (artinya): “Diutus-nya aku dengan datangnya hari kiamat seperti dua jari ini.” Beliau memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah. (HR Al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Anas bin Malik radhiallahu `anhu). Pertanyannya ialah, Sudahkah kita siap untuk menghadapinya?! Berapa banyak bekal berupa amal kebaikan yang telah kita kumpulkan?! Apakah amal kebaikan yang selama ini kita perbuat nanti akan diterima oleh Allah ta`ala?! Jika perbuatan baik kita yang diterima oleh Allah dibandingkan dengan perbuatan jelek yang telah kita perbuat, manakah yang lebih berat nanti?!
Nasalullahas salamah wallahu a`lam.