Daarul Ihsan
Daarul Ihsan oleh admin daarulihsan

beberapa faidah di awal bulan dzulhijjah

10 tahun yang lalu
baca 7 menit
Beberapa Faidah Di Awal Bulan Dzulhijjah

kaligrafi-bismillahirrahmanirrahim-i3

Beberapa Faidah Di Awal Bulan Dzulhijjah

            Melengkapi kajian tentang 10 hari awal bulan Dzulhijjah pada edisi ke-34 lalu, kali ini kami sebutkan beberapa faidah ilmiah tentang hal yang sama.

Rincian Penjelasan Tentang Lebih Utamanya 10 Awal Dzulhijjah Dibanding 10 Akhir Ramadhan

            Sejumlah ulama menyebutkan bahwa 10 hari awal Dzulhijjah lebih utama dibanding 10 hari akhir Ramadhan apabila ditinjau siang harinya, karena di siangnya terdapat hari Arafah dan Idul Adha.Sedangkan 10 hari akhir Ramadhan lebih utama dibanding 10 hari awal Dzulhijjah apabila ditinjau malam harinya, karena di malam harinya terdapat Lailatul Qadr.Diantara ulama yang berpendapat ini adalah Syaikhul Islam dan murid beliau, Ibnul Qayyim rahimahumallah dan sungguh ini adalah pendapat yang sangat bagus.

            Seiring dengan ini, ternyata perkaranya telah dilalaikan dan disia-siakan banyak manusia, sampai-sampai 10 hari awal Dzulhijjah lewat begitu saja seperti hari-hari biasa yang tidak memiliki keutamaan dan keistimewaan.Apalagi amal shalih di 10 awal Dzulhijjah itu lebih utama daripada amal shalih di hari-hari lain, sekalipun perang di jalan Allah yang merupakan puncak tertinggi dalam Islam.

Apakah I’tikaf di Masjid Juga Disyariatkan di 10 Awal Dzulhijjah ?

            Mungkin saja terlintas di benak kita bahwa i’tikaf juga disyariatkan di 10 awal Dzulhijjah.Alasannya karena hadits yang menyebutkan keutamaan amal shalih di 10 awal Dzulhijjah itu sifatnya umum, maksudnya mencakup seluruh amal shalih temasuk i’tikaf.Apakah memang demikian ?

            Pertanyaan ini dapat kita jawab dengan menukilkan perkataan al-‘Allamah Ibnu Utsaimin yang kemudian kami jabarkan, bahwa i’tikaf di 10 awal Dzulhijjah itu tidaklah disyariatkan.Hal ini dikarenakan i’tikaf termasuk amalan yang dikhususkan pada hari-hari tertentu.Nabi beri’tikaf di 10 akhir Ramadhan tujuannya agar mendapatkan keutamaan Lailatul Qadr yang memang lebih diharapkan tiba di 10 akhir Ramadhan.Buktinya beliau pernah beri’tikaf di awal dan pertengahan Ramadhan.Namun tatkala beliau mengetahui bahwa Lailatul Qadr itu lebih diharapkan tiba di 10 akhir Ramadhan, maka beliau berpindah i’tikaf di 10 akhir tersebut.

Beberapa Keterangan Tentang Larangan Mengambil Kulit, Rambut atau Kuku di 10 Awal Dzulhijjah

1)    Beberapa orang memiliki kulit yang kering bekas luka lalu ia mencabutnya.Ini tidak boleh.Demikian pula, beberapa orang yang telapak kakinya pecah-pecah, terutama bagian tumit lalu ia mencabutnya.Adapun kalau ada kulit yang terkelupas dan mengganggu, maka tidak mengapa kulit yang mengganggu tadi dicabut karena adanya kebutuhan.(Liqa’ Bab al-Maftuh oleh asy-Syaikh Ibnu Utsaimin)

2)    Seorang wanita yang berniat kurban namun tidak sanggup membiarkan rambutnya tidak disisir selama 10 hari, maka tidak mengapa menyisir rambutnya asalkan dengan lembut.Apabila ternyata ada rambut yang jatuh tanpa ada kesengajaan saat menyisir, maka dirinya tidaklah berdosa.(Liqa’ Bab al-Maftuh)

3)    Apabila seseorang tidak tahu, lupa atau baru berniat kurban di salah satu hari dari 10 awal Dzulhijjah, maka larangan mengambil kulit, rambut atau kukunya berlaku sejak dirinya tahu, ingat atau berniat.

4)    Apabila seseorang melakukan larangan ini dengan sengaja, maka dirinya berdosa tapi tidak mempengaruhi keabsahan kurbannya.

5)    Larangan ini hanya berlaku bagi pemilik hewan kurban, tidak berlaku bagi keluarganya atau orang (wakil) yang ditunjuk untuk menyembelih hewan kurban.

6)    Larangan ini tetap berlaku bagi seseorang yang tidak memotong kumis, kuku, bulu ketiak atau bulu sekitar kemaluan lebih dari 40 hari karena tidak tahu, lupa atau sengaja.Apabila dirinya tetap memotong kumis, kuku, bulu ketiak atau bulu sekitar kemaluan ketika itu, maka  dia telah melakukan 2 kesalahan :

a)    Baru melakukan hal itu setelah lebih dari 40 hari.

b)    Melakukan hal itu di 10 awal Dzulhijjah.

Dengan demikian sangat penting, seseorang yang hendak berkurban untuk segera memotong kumis, kuku, bulu ketiak atau bulu sekitar kemaluan sebelum tiba tanggal 1 Dzulhijjah.

Sebagai catatan : Pada edisi ke-51 tahun ke-3, pernah disebutkan bahwa kita dilarang untuk membiarkan kumis, kuku, bulu ketiak atau bulu sekitar kemaluan memanjang lebih dari 40 hari.

Memahami Hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha

            Telah kita ketahui bahwa puasa di awal-awal Dzulhijjah adalah perkara yang disunnahkan.Hanya saja ada sebuah hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata : “Tidaklah aku melihat sama sekali Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam berpuasa di 10 hari (awal Dzulhijjah)”.(HR.Muslim)

            Sekarang, bagaimana memahami hadits ini ? Pertanyaan ini dapat kita jawab :

1)    Sebagian ulama mengkritik jalan periwayatan hadits ini.

2)    Namun apabila kritikan tersebut tidak kita pilih karena sebagian ulama lain memang tidak mengkritik jalan periwayatan hadits tadi, maka ada beberapa jawaban yang dapat kita sampaikan :

a)    Bisa jadi Nabi sama sekali tidak berpuasa karena beliau sakit, safar (bepergian) atau alasan lainnya.

b)    Bisa jadi pula karena ketika itu Nabi khawatir puasa tersebut akan menjadi wajib bagi umat beliau, apabila beliau tidak pernah meninggalkannya.

c)    Peniadaan ‘Aisyah tentang puasa Nabi dalam hadits tadi tidaklah menunjukkan tidak

adanya syariat puasa awal Dzulhijjah.

Membayar Hutang (Qadha) Puasa Ramadhan di 10 Awal Dzulhijjah

 

            Hal ini dilakukan karena keutamaan amal shalih di 10 awal Dzulhijjah dan puasa qadha Ramadhan termasuk amal shalih.Memang lebih baik bagi seseorang untuk bersegera membayar hutang puasa Ramadhan usai Idul Fithri.Namun tatkala dirinya baru memiliki kesempatan membayarnya di 10 awal Dzulhijjah, maka tidak mengapa dia berpuasa di hari-hari itu dengan niat qadha.Tidak menutup kemungkinan dirinya akan mendapatkan 2 pahala sekaligus, yaitu pahala qadha dan pahala puasa di 10 awal Dzulhijjah.Wallahu a’lam.

Berpuasa Selang-seling di 10 Awal Dzulhijjah

            Al-‘Allamah Ibnu Utsaimin rahimahullah memberikan penjabaran yang cukup bagus dan layak kita cermati, sebagaimana berikut ini :

1)    Apabila seseorang melakukan hal itu (selang-selang) bukan karena keyakinan bahwa selang-seling itu adalah sunnah, maka tidaklah mengapa berpuasa selang-seling.

2)    Apabila seseorang melakukan puasa hanya pada tanggal 7, 8 dan 9 Dzulhijjah dengan niat puasa 3 hari setiap bulan yang memang biasa dia kerjakan di setiap bulan, maka hal itu tidaklah mengapa.

3)    Adapun bila ia mengerjakan puasa tanggal 7, 8 dan 9 Dzulhijjah karena keyakinan bahwa mengkhususkan 3 hari (berturut-turut) tersebut adalah sunnah, maka yang demikian tidak ada asalnya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam.

4)    Tidak ada kemestian untuk berpuasa setiap hari di awal Dzulhijjah pada setiap tahun.

Sebagai catatan tentang no.2 : Maksud puasa 3 hari tiap bulan adalah puasa sunnah 3 hari di setiap bulan yang dapat dilakukan di awal, pertengahan atau akhir bulan.Puasa ini tentu berbeda dengan puasa Ayyamul Bidh, yaitu puasa sunnah yang dikerjakan pada tanggal 13, 14 dan 15 di setiap bulan Hijriyah.    

Beberapa Keutamaan Hari Arafah (9 Dzulhijjah)

            Ada beberapa keutamaan yang terdapat pada hari Arafah, diantaranya :

1)    Puasa di hari itu akan menghapus dosa 1 tahun yang lalu dan 1 tahun yang akan datang.(Lihat Shahih Muslim)

2)    Doa di hari tersebut lebih dikabulkan oleh Allah.(Lihat Sunan at-Tirmidzi yang dihasankan asy-Syaikh al-Albani)

Keutamaan ini berlaku bagi orang yang sedang berhaji maupun yang tidak sedang berhaji.Hanya saja orang yang sedang berhaji lebih dikabulkan doanya dibanding yang tidak sedang berhaji karena keutamaan waktu (hari Arafah) ditambah keutamaan tempat (padang Arafah).

3)    Tidak ada hari yang manusia lebih banyak dibebaskan dari neraka dibandingkan hari tersebut.(Lihat Shahih Muslim)

4)    Allah Ta’ala turun ke langit dunia ketika para jamaah haji wukuf di padang Arafah.(Lihat Shahih at-Targhib)

Tentu saja turunnya Allah ke langit dunia itu sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya, tidak serupa sedikit pun dengan turunnya makhluk.

5)    Allah mengampuni dosa orang-orang yang wukuf di padang Arafah ketika itu, sekalipun dosanya sebanyak tetesan hujan dan himpunan kerikil.(Shahih at-Targhib)

Bila Jatuhnya Hari Arafah di Sebuah Negara Berbeda Dengan Hari Arafah di Saudi Arabia

            Apabila jatuhnya hari Arafah di sebuah negara ternyata berbeda dengan Saudi Arabia yang terdapat ibadah wukuf padanya, maka  setiap warga negara yang ingin berpuasa Arafah hendaknya berpuasa mengikuti ketetapan pemerintahnya.Sama saja apakah jatuhnya hari Arafah tersebut lebih dahulu ataukah lebih akhir dari hari Arafah pemerintah Saudi Arabia.Ini adalah pendapat sejumlah ulama seperti Syaikhul Islam dan Ibnu Utsaimin dalam beberapa referensi.Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah memiliki karya cukup bagus tentang masalah ini yang berjudul Ahkamul Ikhtilaf Fi Ru’yati Hilali Dzilhijjah.

Penutup

            Setiap kita memiliki kemampuan untuk beramal shalih di 10 awal Dzulhijjah.Meski sebagian kita belum memiliki kemampuan untuk berkurban, namun jangan sampai mengabaikan amal shalih lain yang masih sangat banyak macamnya.Inilah saatnya kita memperbanyak pahala sekaligus mengikis dosa dengan taubat sebenar-benarnya, sebelum tiba saatnya kita bertemu Allah Ta’ala.

Wallahu a’lamu bish-Shawab

 

Oleh:
admin daarulihsan