Ambillah Sebagai Pelajaran, Wahai Saudaraku !
Setelah Lombok NTB, berikutnya giliran Palu dan sekitarnya di Sulteng diguncang gempa bumi bahkan disusul gelombang tsunami yang dahsyat. Negeri yang mayoritas beragama Islam ini beruntun diterpa musibah besar hingga menyisakan duka dan nestapa.
Saudaraku, tulisan yang sangat sederhana ini sengaja kami torehkan karena jiwa terpanggil untuk mengingatkan diri ini dan saudaraku bahwa ada pelajaran di balik musibah ini. Pelajaran tersebut kami akan utarakan menurut tinjauan agama karena sisi ini masih terasa kurang dikedepankan kala musibah terjadi. Sebagai seorang muslim, sudah seharusnya agama dengan bimbingan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi menurut pemahaman Salaf (generasi terbaik umat Islam) menjadi tinjauan utama dalam menilai suatu perkara, baik ucapan, perbuatan maupun peristiwa.
Pelajaran Pertama : Mengingatkan Kita Terhadap Kekuasaan Allah
Allah berfirman (artinya) : “Katakanlah (wahai Muhammad) : “Dialah (Allah) yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepada kalian dari atas kalian atau dari bawah kaki kalian…” (Surah Al-An’am : 65)
Tidak ada satu pun sanggup menghalangi kekuasaan Allah jika Dia menghendaki suatu kejadian. Hamba yang beriman semakin yakin terhadap kekuasaan Allah manakala menyaksikan suatu kejadian yang luar biasa. Alam semesta yang luas ini adalah milik-Nya dan Dia-lah semata yang mengaturnya dengan penuh hikmah. Akankah manusia yang kecil dan lemah ini masih saja enggan percaya terhadap berita-Nya, tunduk terhadap perintah dan larangan-Nya ?!
Pelajaran Kedua : Kemegahan Duniawi Tanpa Ketakwaan Yang Sebenar-benarnya Justru Akan Berujung Kehancuran
Tertera di dalam Surah Al-Hajj : 45, Allah menyatakan (artinya) : “Betapa banyak negeri yang telah Kami (Allah) hancurkan dalam keadaan (penduduknya) zalim. Maka (tembok-tembok) negeri tersebut roboh menutupi atap-atapnya, sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang tinggi.”
Al-‘Allamah as-Sa’di rahimahullah berkata : “Maka tempat-tempat tinggal mereka roboh, istana-istana dan tembok-temboknya runtuh menimpa atap-atapnya. Maka jadilah negeri-negeri tersebut sunyi setelah dahulu ramai dan menakutkan setelah dahulu kala dihuni penduduknya dalam keadaan senang…Betapa banyak sumur yang dahulu manusia ramai mendatanginya untuk minuman mereka dan ternak mereka. Lalu hilanglah pemiliknya dan lenyaplah orang yang menghampirinya. Betapa banyak istana yang pemiliknya lelah untuk menjadikannya megah, tinggi menjulang, membentenginya dan menghiasinya. Namun tatkala datang azab Allah, maka itu tidak menyelamatkan mereka dari azab-Nya sedikit pun. Jadilah ia kosong dari penghuninya. Jadilah mereka sebagai pelajaran bagi siapa yang dapat mengambil pelajaran dan perumpamaan bagi siapa yang mau berpikir dan melihat.” (Tafsir as-Sa’di)
Pelajaran Ketiga : Dosa Adalah Penyebab Utama Datangnya Musibah
Banyak ayat Allah yang menyebutkan hal itu, diantaranya : firman Allah (artinya) : “Dan betapa banyak (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah Rabb mereka dan para Rasul-Nya. Maka Kami (Allah) memperhitungkan mereka dengan perhitungan yang keras dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan. Mereka pun merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya dan akibat dari perbuatan mereka adalah kerugian yang besar. Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras. Maka bertakwalah kepada Allah, wahai orang-orang yang memiliki akal…” (Surah At-Thalaq : 8-10)
Dosa yang ditampakkan di hadapan manusia dan tidak diingkari, akibatnya (berupa musibah) akan dirasakan oleh banyak orang. Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata : “Maka selama dosa itu tertutupi, musibahnya hanya dirasakan oleh pelakunya. Namun jika ia tampakkan dan tidak diingkari, maka bahayanya dirasakan oleh banyak orang. Lalu bagaimana halnya jika penampakan dosa itu justru menggerakkan orang lain kepada dosa tersebut ?!…” (Majmu’ al-Fatawa 28/215, Maktabah Syamilah)
Sudah semestinya seorang muslim mengakui bahwa dosa adalah penyebab utama datangnya musibah dan bersegera beristighfar kepada Allah. Sebenarnya istighfar itu sendiri merupakan pencegah datangnya azab Allah. Allah berfirman (artinya) : “…dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka dalam keadaan mereka meminta ampun.” (Surah Al-Anfal : 33)
Janganlah dirinya seperti orang-orang yang Allah sebutkan (artinya) : “Dan sungguh Kami (Allah) pernah menimpakan azab kepada mereka, maka (justru) mereka tidak tunduk kepada Rabb mereka dan tidak pula merendahkan hati.” (Surah Al-Mu’minun : 76)
Adapun orang kafir, datangnya bencana alam kepada mereka tidaklah menambah melainkan kedurhakaan yang besar pada diri mereka. Allah berfirman (artinya) : “…Dan Kami (Allah) menakut-nakuti mereka, namun tidaklah hal itu melainkan menambah besar kedurhakaan mereka.” (Surah Al-Isra’ : 60)
Orang kafir menilai bencana itu adalah fenomena alam semata dan tidak merasakan bahwa penyebab utamanya adalah dosa. Sangat memprihatinkan jika penilaian seperti ini tidak diingkari atau bahkan diikuti oleh sebagian muslimin karena telah terdidik kuat dengan nilai-nilai materi dan mudah digiring oleh ulasan media.
Di banyak tempat, kesyirikan yang merupakan dosa terbesar ditambah kemaksiatan ironisnya dipelihara dan justru dilindungi. Dengan dalih budaya daerah yang dapat mengangkat industri wisata, kesyirikan malah dikembangkan dan bahkan dicampur dengan hiburan yang sejatinya adalah kemaksiatan. Wallahu al-Musta’an.
Pelajaran Keempat : Lemahnya Amar Ma’ruf Nahi Mungkar Merupakan Penyebab Datangnya Musibah Secara Merata
Allah berfirman (artinya) : “Dan takutlah kalian terhadap siksa yang tidak hanya menimpa orang-orang yang berbuat zalim saja diantara kalian. Ketahuilah bahwa Allah itu sangat keras siksa-Nya.” (Surah Al-Anfal : 25)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda (artinya) : “Demi Zat yang jiwaku ada di tangan-Nya ! Hendaknya kalian benar-benar mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran. (Jika tidak), maka hampir-hampir Allah akan mengirimkan hukuman kepada kalian. Lalu kalian berdoa kepada-Nya namun tidak dikabulkan.” (HR. At-Tirmidzi dan dishahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani)
Pelajaran Kelima : Mengingatkan Kita Terhadap Besarnya Kenikmatan Manakala Mengetahui Musibah Yang Menimpa Orang Lain
Mengetahui keadaan orang yang menderita di bawah kita akan dapat menggugah rasa syukur kita kepada Allah. Ternyata saat ini kita masih diberi kenikmatan yang bernilai besar, tidak ada pada saudara kita yang sedang dirundung duka mendalam. Sangat memprihatinkan keadaan saudara-saudara kita yang tertimpa musibah. Untuk mendapatkan makanan saja sangat sulit. Setelah berhasil mendapatkan makanan, dihadapkan kesulitan mendapatkan minuman. Tidak berhenti sampai disitu. Setelah itu, menjumpai kesulitan untuk buang hajat karena air yang sangat langka dan fasilitas yang telah hancur. Belum lagi beragam kesulitan yang lain. Bisa jadi, mereka yang mengalami ini dahulunya bukan orang-orang yang ikut andil dalam kemaksiatan yang merupakan penyebab munculnya musibah, bahkan sangat mengingkarinya.
Sudah sepantasnya kita jaga kenikmatan yang kita rasakan saat ini dengan banyak mendekatkan diri kepada Allah sekaligus menjauhkan diri, keluarga dan masyarakat dari segala bentuk kemaksiatan seiring memanjatkan doa :
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hilangnya kenikmatan-Mu, berubahnya penjagaan-Mu, datangnya siksaan-Mu secara tiba-tiba dan seluruh kemurkaan-Mu.”
Demikian pula doa dalam rangkaian zikir di setiap pagi (sebelum matahari terbit) dan sore (sebelum matahari terbenam) :
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِينِي وَدُنْيَايَ ، وَأَهْلِي وَمَالِي ، اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِي ، وَآمِنْ رَوْعَاتِي ، اللَّهُمَّ احْفَظْنِي مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ وَمِنْ خَلْفِي ، وَعَنْ يَمِينِي وَعَنْ شِمَالِي ، وَمِنْ فَوْقِي ، وَأَعُوذُ بِعَظَمَتِكَ مِنْ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِي
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu penjagaan di dunia dan akhirat. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ampunan dan penjagaan terhadap agamaku, duniaku, keluargaku dan hartaku. Ya Allah, tutupilah auratku dan berilah keamanan terhadap rasa takutku. Ya Allah, jagalah diriku dari musibah yang datang di depanku, belakangku, sebelah kananku, kiriku, di atasku dan aku berlindung dengan keagungan-Mu dari tenggelam (ke bumi) di bawahku.”
Pelajaran Keenam : Musibah Merupakan Rahmat & Kebaikan Bagi Seorang Muslim
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam memberikan kabar gembira di balik musibah yang menimpa seorang muslim (artinya) : “Umatku ini adalah umat yang dirahmati. Tidak ada bagi mereka azab di akhirat. Azabnya di dunia adalah cobaan-cobaan hidup, gempa bumi dan pembunuhan”. (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani)
Husnul khatimah (akhir hidup yang baik) sebagai syahid dapat ia raih ketika meninggal dunia karena tenggelam diterpa ombak atau tertimpa reruntuhan. Nabi bersabda (artinya) : “Para syuhada’ itu ada 5 : Orang yang terkena wabah Tha’un, orang yang terkena penyakit perut, orang yang tenggelam, orang yang tertimpa reruntuhan dan syahid di jalan Allah”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Wallahu a’lamu bish-Shawab